Arab Saudi Diserang Rudal Saat Berjuang Lawan Corona, 2 Warga di Kota yang Sedang Lockdown Terluka

Arab Saudi Diserang Rudal di Tangah Perjuangan Melawan Virus Corona, 2 Warga di Kota yang Sedang Lockdown Terluka.

AFP/SEPAH NEWS
Ilustrasi Foto yang dirilis pada 10 Juli 2008 oleh situs berita Garda Revolusi Iran, Sepah News, memperlihatkan tiga rudal meluncur di udara dari lokasi yang dirahasiakan pada 9 Juli 2008. 

SURYA.co.id - Di tengah perjuangan menghadapi virus corona, Arab Saudi malah mendapat serangan rudal dari pemberontak Houthi paa Sabtu (28/3/2020) malam.

Pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran itu pernah beberapa kali menyerang kota-kota di Arab Saudi dengan rudal, roket, dan drone.

Dan serangan rudalnya baru-baru ini menargetkan Riyadh dan Jizan, sebuah kota di sepanjang perbatasan Yaman.

Meski Arab Saudi berhasil mencegatnya, ledakan rudal tersebut masih menimbulkan korban dari pihak sipil.

ibuke rudall
ibuke rudall (surya/IST)

Dalam kejadian ini setidaknya dua warga sipil terluka di ibu kota, yang sedang di-lockdown dalam upaya mencegah penyebaran virus corona.

"Dua rudal balistik diluncurkan ke kota-kota Riyadh dan Jizan," lapor kantor berita pemerintah Saudi (SPA), dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Arab Saudi Cegat Serangan Rudal di Atas Riyadh, 2 Warga Sipil Terluka'

Pencegatan yang dilakukan membuat pecahan rudal jatuh di lingkungan perumahan kota-kota itu, yang mengakibatkan dua warga sipil di Riyadh terluka.

Keterangan tersebut diungkapkan seorang juru bicara pertahanan sipil, dalam sebuah pernyataan terpisah yang dikeluarkan SPA. Sampai berita ini dirilis, belum ada komentar dari para pemberontak.

Menurut laporan jurnalis AFP, setidaknya tiga ledakan mengguncang ibu kota Arab Saudi pada tengah malam, saat jam malam yang berdurasi 15 jam diterapkan sesuai aturan lockdown.

Serangan ini terjadi, setelah pihak Yaman yang bertikai mendukung seruan gencatan senjata dari PBB untuk melindungi warga sipil dari pandemi Covid-19.

Arab Saudi, pemerintah Yaman, dan para pemberontak Houthi menyambut baik permohonan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk segera melakukan "gencatan senjata secara global".

Permohonan ini ditujukan untuk membantu mencegah bencana bagi orang-orang rentan di zona konflik.

Seruan ini bertepatan dengan peringatan kelima invasi militer Arab Saudi dalam perang saudara Yaman.

Peringatan ini diluncurkan untuk menopang pemerintah yang diakui secara internasional terhadap pemberontak Houthi.

Sementara itu, Arab Saudi kini sedang berjuang keras melawan virus corona yang telah menyebar di negaranya.

Kementerian Kesehatan telah melaporkan ada 1.203 kasus infeksi dan 4 korban meninggal hingga Sabtu (28/3/2020).

Namun akhir-akhir ini konflik memanas lagi antara Houthi dengan pasukan Yaman yang didukung Riyadh, di sekitar distrik utara strategis Al-Jouf dan Marib.

Padahal kubu-kubu yang bertikai sebelumnya sudah menunjukkan niatan untuk menurunkan intensitas serangan.

Seorang pejabat Arab Saudi pada November mengatakan bahwa Riyadh memiliki "saluran terbuka" dengan para pemberontak untuk mengakhiri perang.

Houthi juga menawarkan penghentian semua serangan rudal dan drone ke Arab Saudi, setelah serangan di instalasi minyak pada September lalu.

Namun upaya-upaya itu tampaknya telah menguap.

Dilansir dari AFP, para pengamat mengatakan pemberontak mungkin menggunakan jeda untuk meningkatkan kemampuan militernya.

Kubu Riyadh sempat mengincar kemenangan cepat ketika melakukan invasi militer berbiaya multi-miliar dollar pada 2015, untuk menggulingkan pemberontakan Houthi.

Kebijakan tersebut dipimpin oleh Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. Akan tetapi invasi militer berbiaya tinggi ini gagal menggulingkan pemberontak, dan justru semakin mendorong negara termiskin di jazirah Arab ke dalam krisis kemanusiaan.

China Unjuk Kekuatan Militer Setelah Bangkit dari Wabah Corona

Negara-negara lain yang masih berkonflik di tengah wabah virus corona adalah China dan Taiwan.

Setelah perlahan bangkit dari wabah virus corona, China kini mulai unjuk kekuatan militernya.

China menggelar manuver-manuver militer berkedok latihan perang itu sehingga membuat Taiwan geram.

Mau tak mau Taiwan pun membalas aksi China itu dengan serangkaian latihan militer.

Padahal, kedua negara itu masih berjibaku dengan wabah virus corona.

Taipei pun harus mengerahkan jet tempurnya sebagai respons manuver Beijing, yang ingin menunjukkan angkatan perang mereka masih kuat di tengah wabah corona.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen merespons tindakan itu dengan melontarkan kicauan di Twitter, disertai gambar dia meninjau pasukan.

Tayangan oleh stasiun televisi pemerintah memperlihatkan saat dilakukan uji coba tank tanpa awak oleh militer China.
Tayangan oleh stasiun televisi pemerintah memperlihatkan saat dilakukan uji coba tank tanpa awak oleh militer China. (WEIBO/SCMP)

Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Gelar Latihan Militer di Tengah Virus Corona, China Bikin Taiwan Marah'.

"Ketika dunia bergulat dengan parahnya Covid-19, manuver militer China di sekitar Taiwan terus berlanjut," kata Presiden Tsai.

"Apakah itu demi pertahanan negara atau mencegah penyebaran wabah, militer kami tetap siaga seperti biasa," tegas dia dikutip AFP Rabu (25/3/2020).

China terus menggeber latihan militer sejak Tsai, pemimpin yang menolak prinsip wilayahnya adalah bagian dari "satu China", berkuasa di 2016.

Ketegangan tersebut sempat mereda setelah China sedang sibuk bergulat melawan virus corona yang menjangkiti 81.218, dan membunuh 3.281 orang.

Kementerian Pertahanan Taiwan menerangkan, China sudah melakukan latihan dengan menyasar empat target sepanjang tahun ini.

Bagi Taiwan, apa yang dilakukan China jelas merupakan bukti mereka sengaja melakukan provokasi dan ancaman terhadap kedaulatan mereka.

Sebagai tanggapan pada Selasa (24/3/2020), Taiwan juga menggelar latihan perang dengan menerbangkan jet tempur F-16 buatan AS.

Analis militer di Universitas Nasional Chung Cheng, Lin Ying-yu, latihan tersebut merupakan pesan yang hendak disampaikan China.

"Mereka masih terus melanjutkan agenda itu untuk memperlihatkan mereka masih mempertahankan kemampuan pertahanan di tengah wabah," kata Lin.

Aksi yang dipertontonkan China membuat netizen marah, di mana ada yang meminta agar pesawat tempur dari daratan utama ditembak jatuh.

"Saya dengan jelas mendukung pemerintah untuk menahan wabah pneumonia China/Wuhan, dan penghinaan dari militer partai komunis," kata salah satu warganet.

Wang Ting-yu, politisi dari Partai Progresif Demokratik berkata, Taiwan menjadi contoh bagi dunia bagaimana pengendalian wabah.

Dibandingkan dengan tetangganya, Taiwan baru melaporkan 235 kasus dan dua kematian karena virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 tersebut.

"Kami diakui secara internsional karena pencegahan pandemi ini, dan mengalahkan China yang otoriter.

Karena itu mereka tidak terima," ejek Wang.

China masih mengklaim Taiwan sebagai wilayah mereka, yang harus segera disatukan, bahkan jika perlu, menggunakan kekerasan.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved