Predator Anak Tulungagung
Rayuan Jahat Pegiat LSM HIV di Tulungagung, Gay & Eks Guru Honorer SD Ini Jadi Predator Anak Pria
Anak-anak laki-laki di Tulungagung menjadi sasaran empuk bagi predator anak yang juga anggota komunitasgay Tulungagung.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id | SURABAYA - Anak-anak laki-laki di Tulungagung menjadi sasaran empuk bagi predator anak yang juga anggota komunitasgay Tulungagung.
Berbagai cara mereka lakukan untuk memangsa anak laki-laki Tulungagung untuk dijadikan budak seksnya.
Mulai mencari sasaran di media sosial lalu merayunya, kemudian mengajaknya kencan dengan imbalan uang Rp 150.000 hingga Rp 300.000.
Modus seperti itu sudah biasa dilakukan anggpta komunitas gay Tulungagung untuk mencari korban.
Hal itu seperti dilakukan oleh Hendri Mufida (32) predator anak asal Tulungagung dicokok Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, Senin (3/2/2020).
Informasinya, Hendri merupakan anggota komunitas Ikatan Gay Tulungagung yang berlogo; IGA@TA, yang diketuai oleh M Hasan.

Sebelumnya, Hasan yang juga pelaku pelecehan seksual terhadap 11 orang anak.
Dia ditangkap Polda Jatim, setelah buron dua pekan, di sebuah rumah di RT 02 RW 04 Nomor 40 Kelurahan Sembung, Tulungagung, Jatim, Rabu (15/1/2020) kemarin.
Kasubdit IV Renakta Ditreskrismum Polda Jatim AKBP Lintar Mahardono mengungkap modus yang dilancarakan pelaku dalam menggaet anak dibawah umur agar mau diajaknya kencan.
Pelaku sejak awal mengenal para korbannya melalui media sosial Facebook (FB).
Setelah beberapa kali salam dan sapa berujung obrolan panjang nan mengasyikkan diantara keduanya, pelaku akhirnya melancarkan bujuk rayu terselubungnya.
Terungkap, iming-iming uang Rp 150-250 Ribu menjadi jurus pamungkas pelaku menipu daya para korbannya.
"Ada sejumlah uang yang diberikan. Ratusan ribu," katanya di Gedung Tri Brata Mapolda Jatim, Kamis (20/2/2020).
Lintar mengungkapkan tidak ada lokasi pasti bagi pelaku melepaskan berahi pada korbannya.
Terkadang dikediamannya di kawasan Kedungwaru, Tulungagung.
Dan beberapa kali dilakukan di kediaman korban di Kabupaten Blitar.
"Dia melakukannya dimana aja. Bisa di rumah dia. Bisa di rumah korban," tuturnya.
Kepada penyidik, pelaku mengakui bahwa aksi bejatnya dilakukan pada ketiga korbannya kurun waktu dua tahun.
"Kami bisa ungkap ya yang 2 tahun. Kalau yang sebelumnya kami akan dalami lagi," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait berharap Polda Jatim dapat menghentikan praktik terselubung kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban.
"Saya kira ini momentum menghentikan, apa yang dilakukan oleh Polda Jatim ini adalah bagian dari untuk memberikan keselamatan pengamanan terhadap anak-anak yang menjadi korban karena banyak modus," kata Sirait.
Pelaku pernah jadi Guru Honorer SD dan pegiat LSM HIV

Hendri Mufida (32) warga Kedungwaru, Tulungagung dicokok Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, Senin (3/2/2020) kemarin.
Ia terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap tiga orang anak di kawasan Tulungagung.
Belakangan diketahui, Hendri merupakan anggota komunitas Ikatan Gay Tulungagung yang berlogo; IGA@TA, yang diketuai oleh M Hasan.
Hasan merupakan pelaku pelecehan seksual terhadap 11 orang anak yang ditangkap Polda Jatim di sebuah rumah di RT 02 RW 04 Nomor 40 Kelurahan Sembung, Tulungagung, Jatim, Rabu (15/1/2020) kemarin.
Tak cuma itu, terungkap bahwa sosok Hendri merupakan pegiat sosial atau aktivis di bidang pendampingan orang penderita HIV.
Ia tercatat pernah aktif disebuah organisasi pendampingan lapangan di LSM perlindungan penderita HIV yang berkantor di sebuah daerah di Kabupaten Kediri.
Namun jauh sebelum aktif di lembaga tersebut, Hendri sempat mengajar sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar di Kabupaten Tulungagung.
"Ini adalah mantan anggota IGATA dan mantan guru di salah satu SD," ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Mapolda Jatim, Kamis (20/2/2020).
Kendati sempat menjadi guru, Kasubdit IV Renakta Ditreskrismum Polda Jatim AKBP Lintar Mahardono memastikan, para korbannya tidak ada dari kalangan muridnya.
"Tidak tidak ada," kata Lintar.
Lintar menerangkan, tiga orang korban yang berani melapor berusia kisaran 14-17 tahun.
Mereka telah menginjak bangku sekolah menengah akhir (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
"Masing-masing korban dibawa umur, usianya 14-15. Masa usia remaja," terangnya.
Dan terungkap, Hendri ternyata mengenal sejumlah korbannya melalui media sosial Facebook (FB).
"Proses kenal lewat FB," pungkasnya.
Kronologi penangkapan Hendri
Hendri Mufida (32) warga Kedungwaru, Tulungagung terpaksa berurusan dengan Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.
Pasalnya ia terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap tiga orang anak dibawa umur di kawasan Tulungagung.
Belakangan diketahui, pelaku merupakan anggota komunitas Ikatan Gay Tulungagung yang berlogo; IGA@TA, yang diketuai oleh M Hasan.
Hasan merupakan pelaku pelecehan seksual terhadap 11 orang anak yang ditangkap Polda Jatim di sebuah rumah di RT 02 RW 04 Nomor 40 Kelurahan Sembung, Tulungagung, Jatim, Rabu (15/1/2020) kemarin.
Kasubdit IV Renakta Ditreskrismum Polda Jatim AKBP Lintar Mahardono mengungkap bagaimana kasus pelecehan seksual terhadap anak melibatkan Hendri.
Bermula saat Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tulungagung mendapati laporan pengaduan dari pihak korban.
Korbannya ada tiga orang anak berusia belia atau kisaran 14-15 tahun.
Setelah dimintai keterangan dan hasil visum, ternyata polisi merujuk pada pelaku Hendri.
"Jadi ada laporan para korban, lalu merujuk ke si H ini," katanya di Gedung Tri Brata Mapolda Jatim, Kamis (20/2/2020).
Selain itu, ungkap Lintar, pihaknya juga melihat keterlibatan langsung Hendri dalam organisasi yang diketuai Hasan.
"Kami melihat struktur, jadi ada ketua sampai kebawah, sampai anggota," terangnya.
Setelah dilakukan profiling pelaku, pelaku akhirnya dibekuk tanpa perlawanan di tempat persembunyiannya di Desa Kademangan, Lumbung Rejo, Kademangan, Blitar, Senin (3/2/2020) kemarin.
Menurut Lintar, pengungkapan kasus ini sangat bergantung pada keberanian korban dalam mengadukan insiden yang pernah dialaminya.
"Terkadang para korban ini tertutup. Apalagi ada budaya ketimuran, dilihat tetangga, ada teman temannya, jadi sangat susah terbuka," terangnya.
"Itu yang harus kami apresiasi karena ada korban yang berani melapor," tambahnya.
Bilamana, kasus keduanya digabungkan, hingga saat ini tercatat sedikitnya ada 14 orang anak telah menjadi korban kejahatan seksual keduanya.
"Sebenarnya kalau dihitung bisa lebih," pungkasnya.