Zaenab, Putri Jenderal Qassem Soleimani Ancam Donlad Trump : Hari yang Kelam Bakal Menimpa AS
Setelah pemerintah Iran bakal membalas kekejaman Donald Trump, kini putri Jenderal Qassem Soleimani, Zaenab mengancam Presiden AS itu.
SURYA.co.id | TEHERAN - Setelah pemerintah Iran bakal membalas kekejaman Donald Trump, kini putri Jenderal Qassem Soleimani, Zaenab mengancam Presiden AS itu.
Zaenab bahkan menyatakan, hari yang kelam bakal menimpa AS. Dia mengancam akan megusir semua tentara AS di Timur Tengah.
Kematian Jenderal Qassem Soleimani membuat banyak kalangan di Iran dan Irak marah.
Pasalnya, jenderal yang memiliki pengaruh nomor dua setelah pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei ini akan menyatukan Irak dan Iran.
Namun, pada Jumat (3/1/2020) lalu, Qassem Soleimani bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, tewas kena rudal drone AS.
Komandan Pasukan Quds itu tewas setelah konvoi mobil yang ditumpanginya dihantam empat rudal dari drone MQ-9 Reaper milik AS.
Sejumlah pemimpin senior Iran, termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, hadir dalam prosesi pemakaman Qasem Soleimani.
Putri Soleimani, Zaenab menyatakan, AS dan sekutunya di Timur Tengah, Israel, bakal mendapatkan pembalasan.
"Hei Trump gila, jangan pikir segalanya bakal berakhir dengan mati syahidnya ayah saya," koar Zaenab dilansir Sky News Senin (6/1/2020).
Berbicara di Universitas Teheran, Zaenab mengatakan, "rencana jahat" Trump adalah memisahkan Iran dan Irak melalui pembunuhan Soleimani.
Namun seperti dilansir CNN, putri jenderal 62 tahun itu menyebut, rencana dari presiden Partai Republik tersebut telah gagal.
Zaenab menuturkan, upaya Trump malah akan menyatukan dua negara karena didasarkan pada kebencian terhadap negara yang sama, AS.

"Hai Trump yang gila, engkau adalah simbol kebodohan dan boneka yang tengah dimainkan Zionis internasional," ujarnya.
"Kematian ayah saya hanya akan membangkitkan perlawanan di garis depan, dengan hari yang kelam bakal menimpa AS," ancamnya.
Pengganti Soleimani di Pasukan Quds, Esmail Ghaani, sudah menyatakan dia akan "menyingkirkan AS dari kawasan itu".
"Tuhan Yang Mahakuasa sudah menjanjikan balasan atas kematiannya.
Tuhan akan membalaskannya.
Kami akan bersikap," kata Ghaani.
Diyakini, Ghaani akan meneruskan kepemimpinan Qasem Soleimani dalam memperluas operasi militer Iran di Timur Tengah.
Sebelum tewas dihantam rudal, Soleimani dimonitor serius oleh AS, dan bertanggung jawab atas serangan terhadap AS dalam dua dekade terakhir.
Sementara Trump sudah menjawab, jika saja Teheran membalas, maka Washington bakal membalas dengan "cara yang berantakan".
"Target itu, atau bahkan Iran sendiri, BAKAL DIHANTAM SANGAT CEPAT DAN KERAS.
AS tidak ingin diancam lagi!" tegasnya.
Kekuatan militer Iran
Iran berjanji bakal balas dendam setelah jenderal top mereka, Qassem Soleimani, tewas diserang AS pada pekan lalu.
Soleimani tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Komandan Pasukan Quds itu tewas pada Jumat (3/1/2020) pekan lalu setelah konvoi mobil yang ditumpanginya dihantam rudal AS.
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyerukan "serangan balasan terhadap penjahat" yang menewaskan Soleimani.
Sementara Presiden Donald Trump beralasan, Jenderal Qasem Soleimani dibunuh demi "menghentikan perang, bukan memulainya".
Dilansir BBC Indonesia, berikut merupakan kekuatan militer Iran setelah mereka berencana membalas kematian Soleimani.
1. Berapa jumlah personel militer mereka?

Menurut lembaga kajian Inggris, International Institute for Strategic Studies, Teheran, diperkirakan memiliki 523.000 tentara aktif.
Jumlah itu mencakup 350.000 personel reguler dan 150.000 anggota Garda Revolusi yang merupakan cabang elite militer mereka.
Kemudian, terdapat 20.000 anggota Garda Revolusi yang masuk angkatan laut dan melakukan operasi di wilayah Selat Hormuz.
Garda Revolusi juga membawahkan Unit Basij, beranggotakan para relawan dan kadang dikerahkan untuk menumpas perlawanan dalam negeri.
Didirikan 40 tahun silam, Garda Revolusi berfungsi mempertahankan sistem Islam di Iran dan berkembang menjadi kekuatan utama di bidang militer hingga politik.
Meski anggotanya lebih sedikit dari tentara reguler, Garda Revolusi Iran dianggap sebagai kekuatan militer yang sebenarnya.
2. Bagaimana operasi militer di luar negeri?
Pasukan Quds, elite di dalam Garda Revolusi, dipimpin oleh Mayor Jenderal Qasem Soleimani, dan melakukan operasi militer di luar negeri.
Diyakini, mereka mempunyai sekitar 5.000 personel, dan melapor langsung kepada Pemimpin Tertinggi Khamenei.
Unit Quds dikerahkan antara lain ke Suriah, di mana mereka menjadi penasihat bagi milisi dan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Kemudian di Irak, Quds memberikan bantuan bagi kelompok paramiliter Syiah dalam menumpang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
AS mengklaim, Quds menyediakan dana, pelatihan, senjata, dan peralatan bagi kelompok yang dikategorikan teroris di Timur Tengah.
Kelompok yang masuk dalam daftar hitam Washington tersebut antara lain Hezbollah di Lebanon, serta Jihad Islam di Palestina.
Akibat masalah ekonomi dan sanksi yang dijatuhkan AS, Teheran tidak bisa leluasa membeli senjata, menurut Stockholm International Peace Research Institute.
Sebagai perbandingan, impor pertahanan Iran periode 2009-2018 sama dengan 3,5 persen total belanja pertahanan Arab Saudi pada rentang waktu yang sama.
Kebanyakan pemasok militer Iran berasal dari Rusia serta China.
3. Apakah Iran punya rudal?
Berdasarkan data Kementerian Pertahanan AS, Iran mempunyai kekuatan misil terbesar di Timur Tengah.
Sebagian adalah jarak pendek dan menengah.
Dikatakan, negara tetangga Irak itu tengah menguji coba teknologi luar angkasa yang bisa memungkinkan mereka meluncurkan rudal antar-benua.
Namun, proyek tersebut dilaporkan terhenti pada 2015 silam setelah Iran menjalin kesepakatan nuklir dengan negara besar dunia.
Lembaga kajian Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, ada kemungkinan program ini berlanjut setelah perjanjian nuklir mengalami ketidakpastian.
Dilaporkan, ada bukti bahwa sejumlah proksi Iran menggunakan rudal dan sistem panduan yang diberikan untuk menyasar Israel, Saudi, hingga Uni Emirat Arab.
Pada Mei 2019, Washington memberangkatkan sistem pertahanan Patriot ke Timur Tengah setelah ketegangan dengan Teheran meningkat.
Keputusan ini mengisyaratkan AS mengantisipasi rudal balistik, rudal penjelajah, dan pesawat canggih dari pihak musuh.
4. Apa Iran Punya senjata non-konvensional?
Meski terkena sanksi dari pihak Barat selama bertahun-tahun, Iran disebut tetap mampu mengembangkan senjata nirawak (drone).
Lembaga kajian RUSI memaparkan, drone tersebut sudah dikerahkan pada 2016 untuk melawan ISIS, dan bisa masuk ke wilayah Israel dari Suriah.
Pada 2019, serangan rudal dan drone Teheran dikabarkan menghantam dua fasilitas penting milik perusahaan minyak Saudi, Aramco.
AS dan Riyadh menyebut bahwa serangan itu dilakukan Iran.
Namun, Teheran berkelit dan menyatakan insiden itu diklaim oleh kelompok pemberontak Yaman, Houthi.
5. Apakah Iran punya kemampuan siber?
Sejak serangan siber yang menimpa fasilitas nuklir mereka pada 2010 silam, Teheran mulai serius membenahi sektor itu.
Diduga, Garda Revolusi mempunyai pusat komando siber sendiri, yang bertugas melakukan kegiatan mata-mata, baik untuk militer maupun ekonomi.
Laporan militer AS pada 2019 mengungkapkan, Iran melancarkan serangan siber yang menyasar perusahaan aeronautika, kontraktor pertahanan, hingga perusahaan telekomunikasi.
Kemudian raksasa teknologi Microsoft menjelaskan, ada kelompok peretas yang berhubungan dengan Teheran mencoba membobol akun pejabat AS.