Manfaatkan Limbah PLTU, Mahasiswa ITS Rancang Beton Ramah Lingkungan
“Beton yang kami kembangkan berbeda, beton kami ramah lingkungan karena berbahan dasar limbah PLTU atau sisa pembakaran batubara,” tegas Galih.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Limbah hasil pembakaran dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) selama ini belum termanfaatkan. Padahal PLTU di Indonesia seperti Paiton menghasilkan limbah cukup banyak.
Melihat kondisi ini, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan beton geopolimer yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan dasar limbah PLTU.
Tim dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil ini beranggotakan Rifqi Nadhif Arrafid, Galih Syifa’ul Ummah, dan Yosi Noviari Wibowo.
Menurut Galih Syifa’ul Ummah, membuat beton ramah lingkungan didasari berbagai hal. Mulai dari banyaknya dosen ITS yang sudah melakukan penelitian tentang hal ini hingga hasil beton yang lebih bermanfaat pada lingkungan.
“Setidaknya hal ini sesuai dengan subbidang yang kami ambil dan kami ingin mengembangkan penelitian ini,” ungkapnya.
Selain itu, pria berambut gondrong tersebut menyampaikan, beton konvensional dengan bahan semen abu-abu seperti yang sering dipasarkan itu sangat tidak ramah lingkungan.
Karena produksi semen tersebut melepaskan karbondioksida yang menyebabkan pemanasan global.
“Beton yang kami kembangkan berbeda, beton kami ramah lingkungan karena berbahan dasar limbah PLTU atau sisa pembakaran batubara,” tegas Galih.
Meminimalisir Limbah
Galih menambahkan, beton yang mereka buat juga meminimalisir pembuangan limbah batubara. Pasalnya limbah-limbah tersebut, kata Galih, biasanya kurang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya.
“Biasanya limbah langsung dibuang ke sungai, tentu saja hal itu akan membuat lingkungan semakin tercemar,” beber mahasiswa angkatan 2017.
Walaupun beton dari bahan limbah batubara banyak diteliti, namun beton milik tim Galih yang dinamakan CT-SEGORO ini memiliki perbedaan yang unik.
Jika beton geopolimer pada umumnya berbahan dasar fly ash tipe-C dengan kadar kalsium (Ca) 19 persen, beton milik timnya ini berbahan dasar fly ash tipe-C dengan kadar Ca 27 persen.
Hal tersebut, menurutnya, membuat beton yang dikembangkan timnya tidak mudah kering. Semakin lama kering sebuah beton, semakin baik pula kualitas beton tersebut.
“Sebenarnya bukan kadar persennya yang mempengaruhi kualitas beton, tapi cara pengolahannya lah yang mempengaruhi,” jelas Galih lagi.
Galih mengatakan, secara garis besar metode pengolahannya hampir mirip dengan metode pembuatan beton geopolimer lainnya.
Yaitu dengan cara mereaksikan fly ash tipe-C dengan alkali. Namun, untuk beton fly ash tipe-C kadar Ca 27 persen menggunakan metode terpisah, sehingga menghasilkan produk yang tidak cepat mengering dan lebih baik kualitasnya karena dinilai lebih kuat.
Metode yang dipakai tim ini menggunakan takaran yang berbeda dengan takaran beton geopolimer lainnya.
Yaitu dengan takaran semen geopolimer 35 persen dan 65 persen agregat (pasir dan kerikil).
“Metode ini hanya bisa diterapkan pada beton dengan fly ash kadar Ca 27 persen saja,” tutur mahasiswa asal Blitar ini.
Galih menyampaikan, semakin tinggi kadar Ca maka semakin rumit pula metode pengolahannya. Selain itu, setiap perbedaan kadar Ca, berbeda pula metode pengolahannya.
“Hal itulah yang menjadi hambatan dan sampai saat ini kami teliti bagaimana cara mengatasinya,” ungkap Galih lagi.
Jika dilihat dari segi harga, walaupun dinilai lebih murah, namun Galih menyampaikan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Akan tetapi, jika dilihat dari segi kekuatan, beton milik timnya dinilai lebih kuat karena faktor lamanya beton mengering seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
“Yang terpenting beton (tim) kami dapat mengurangi masalah lingkungan,” klaim Galih.
Karya inovasi yang mereka hasilkan ini pun telah berhasil menyabet juara pertama dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional BUILDYEAR 2019 di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), awal bulan lalu.
Mahasiswa berperawakan tinggi ini mengatakan, beton rancangan timnya ini untuk diaplikasikan di dermaga.
Dosen pembimbing CT-Segoro , Ridho Bayu Aji memaparkan karya inovasi dibuat mahasiswanya ini bernama Segoro Konkret, menyesuaikan dengan nama tim mereka.
“Seperti namanya, produk beton ini dibuat untuk dermaga di laut,” terang Ridho.
Rencananya penelitian ini tetap dilanjutkan agar benar-benar dapat diaplikasikan di wilayah pelabuhan, pantai, dan laut.
"Saat ini sedang diupayakan untuk uji resistivity dan uji permeability untuk mengetahui dengan jelas bagaimana dampak beton ini jika diterapkan di laut, akan tetap kuat ataukah menjadi keropos,” pungkasnya.