Kilas Balik
Cerita Hendropriyono Tumpas Sekutu TNI Saat Operasi Sandi Yudha Kopassus, Misinya Tak Terikat Hukum
Berikut Cerita Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono Tumpas Sekutu TNI Saat Operasi Sandi Yudha Kopassus, Misinya Tak Terikat Hukum
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Seusai peristiwa Mangkok Merah akhir tahun 1967 yang merupakan kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Letnan Satu (Inf) mendapat tugas untuk bergerilya melawan bekas sekutu TNI itu.
Kemudian, terbentuklah Sandi Yudha, satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang saat ini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Sebagian anggota PGRS-Paraku ini adalah pemuda Tionghoa. Ada pula suku Dayak, Melayu, Jawa dan lain-lain.
Tugas pasukan Sandi Yudha ini dalam perang konvensional tak terikat hukum internasional dan hukum humaniter perang.
Fokus penugasan dengan mengambil hati lawan. Opsi pertempuran dan tindakan keras hanya pilihan terakhir.
Hendropriyono memimpin suatu unit berisi delapan orang yang bergerak dalam jumlah kecil.
Hendropriyono dan pasukannya juga berusaha sebisa mungkin membujuk hati musuh agar bersimpati ke Indonesia.
Hasilnya, sebuah peristiwa yang mengharukan terjadi pada 2005.
Wong Kee Chok yang pernah menjadi komandan PGRS dan Hendropriyono bertemu.
Keduanya pun saling berpelukan, menangis, dan menanyakan kabar masing-masing.
Bahkan, saat peluncuran sebuah buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin (2017) yang ditulis Hendropriyono, seorang komandan PGRS lainnya bernama Bong Kee Siaw disambut hangat Hendropriyono.
"Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan ksatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha," ujar Hendropriyono.
Salah satu aksi Hendropriyono yang cukup menegangkan adalah saat ia berduel dengan petinggi PGRS/Paraku saat Operasi Sandi Yudha, seperti dilansir dari buku berjudul 'Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin'

Duel berdarah ini terjadi saat tim halilintar Kopassus yang dipimpin Hendropriyono tengah memburu petinggi PGRS/Paraku yang bernama Ah San.
Info soal Ah San akhirnya bocor melalui istrinya yang berkhianat, Tee Siat Moy.