Sebut Dian Sastro Bodoh, Ini 3 Kontroversi Lain Yasonna Laoly Sebelum Mundur dari MenkumHAM

Sebelum mundur dari posisi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly membuat sejumlah kontroversi yang menjadi sorotan ramai masyarakat.

Editor: Musahadah
instagram/kompas.com
Yasonna Laoly dan Dian Sastro 

Yasonna menolak usulan dari sejumlah pihak yang meminta revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dibatalkan dan disusun ulang.

Menurutnya, draf revisi KUHP tidak perlu dirombak dan disusun ulang karena RKUHP yang ada saat ini sudah mengalami perjalanan panjang selama puluhan tahun demi menggantikan KUHP warisan Belanda.

"Untuk mengatakan, kamu ulang kembali ini, ah no way! Sampai lebaran kuda enggak akan jadi ini barang," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, mengutip laporan Kompas.com, Rabu (25/9/2019).

Ia juga berdalih heterogenitas masyarakat Indonesia membuat rancangan KUHP tidak mungkin disetujui dan sesuai dengan seluruh kelompok masyarakat.

Seperti yang kita ketahui, sejumlah pasal dalam RUU-KUHP menimbulkan kontroversi publik hingga demo besar-besaran pun terjadi pada Senin (23/9/2019) hingga Selasa (24/9/2019).

3. Setujui pembebasan bersyarat napi korupsi

Dalam revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan), DPR dan Pemerintah sepakat mempermudah pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya korupsi.

Padahal, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa pengajuan pembebasan bersyarat napi koruptor membutuhkan justice collaborator dan rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dengana adanya pasal tersebut, pembebasan bersyarat napi koruptor tidak lagi membutuhkan justice collaborator dan rekomendasi dari KPK.

Menanggpi hal ini, Yasonna justru mengatakan pembatasan hak narapidana kasus korupsi dalam mengajukan pembebasan bersyarat merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Bebas bersyarat itu kan hak, pembatasan hak harus melalui undang-undang begitu, ya. Pokoknya setiap orang punya hak. (pembatasan) itu melanggar hak asasi," ujar Yasonna, mengutip laporan Kompas.com, Rabu (18/9/2019).

Ia juga mengatakan, pada dasarnya pembatasan hak terhadap narapidana hanya bisa dilakukan oleh putusan pengadilan dan berdasarkan undang-undang.

4.Tuding aksi mahasiswa ditunggangi

Senin (23/9/2019) hingga Selasa (24/9/2019), para mahasiswa berdemonstrasi menyuarakan penolakan pengesahan RKUHP karena ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial.

Mereka juga meminta Undang-Undang KPK hasil revisi dibatalkan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved