Kilas Balik
Putri Jenderal TNI AH Nasution Bersimbah Darah Ditembak PKI, Berikut Video Kesaksian Hendrianti
Putri jenderal TNI AH Nasution, Ade Irma Suryani Nasution harus bersimbah darah karena ditembak tentara antek PKI, berikut video kesaksian Hendrianti
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Putri jenderal TNI AH Nasution, Ade Irma Suryani Nasution harus bersimbah darah karena ditembak tentara antek PKI saat malam G30S/PKI
Seperti diungkapkan putri sulung jenderal TNI AH Nasution, Hendrianti Sahara Nasution dalam siaran stasiun televisi TV One
Hendrianti mengaku telah menyaksikan sang adik tewas tertembak dari jarak dekat.
Dalam wawancara TV One yang dilakukan di Menteng, Jakarta Pusat tersebut, Hendrianti menceritakan bagaimana kejadian mencekam saat ayahnya didatangi oleh anggota Cakrabirawa yang merupakan antek PKI
Kisah itu berawal pada pukul 3.30 WIB dini hari, ketika Jenderal AH Nasution dan istrinya, Johana Sunarti Nasution, terbangun dari tidur.
"Pukul 3.30 pagi, ibu saya dan ayah terbangun gara-gara nyamuk. Terdengar pintu digerebek, ibu saya melihat Cakrawabirawa masuk," ujar Hendrianti dikutip dari Bangka Pos dalam Artikel 'G30S/ PKI -- Cerita Sang Kakak, Ade Irma Suryani Ditembak dari Jarak Dekat'.

Menyadari ada pasukan Cakrabirawa, istri AH Nasution menutup kembali pintu tersebut lalu mengatakan kepada suaminya, "Itu yang membunuh kamu sudah datang."
"Pintu ditutup, ditembak oleh cakrawabirawa, lalu ditahan lagi oleh ibu saya. Lalu bapak (AH Nasution) bangun dan bilang biar saya hadapi, tapi ibu bilang jangan," papar Hendrianti.
Saat kehadiran pasukan Cakrabirawa, Ade Irma tengah bersama ibu dan ayahnya, AH Nasution.
Sang ibu hendak menyelamatkan suaminya, AH Nasution, yang saat itu memang menjadi incaran.
"Ibu bilang ke adik bapak, tolong pegang Irma, karena dia harus menyelamatkan bapak. Sementara ibu beliau nangis lihat ayah ditembak," kata Hendrianti.
Adik AH Nasution pun menggendong Ade Irma Suryani, namun karena panik dan ia membuka pintu yang diberondong oleh pasukan Cakrabirawa.
"Langsung, (pasukan Cakrabirawa) menembak adik saya. Jaraknya segini (sambil menunjuk diorama tempat ditembaknya Ade Irma dalam jarak dekat)," tutur Hendrianti.
Dalam video tersebut terlihat jelas bekas tembakan di pintu, yang ditandai dengan lingkaran kuning.

"Adik saya ditembak, peluru masuk ke tangan tante saya, dan menembus ke badan adik saya," ujar Hendrianti.
Setelah Ade Irma Suryani tertembak, pintu ditutup kembali oleh Johanna Nasution.
Istri AH Nasution pun menggendong tubuh Ade Irma Suryani yang bersimbah darah, sambil mengantar A.H Nasution untuk menyelamatkan diri.
Dalam kesaksiannya, Hendrianti menjelaskan jika darah yang ditampilkan di diorama tak seperti aslinya.
Ia menyebutkan di kejadian aslinya, darah tumpah lebih banyak.
Melansir dari INTISARI, ternyata ada sekitar tiga peluru menembus punggung si kecil Ade Irma.
Setelah pasukan Cakrabirawa meninggalkan kediaman A.H Nasution, Johanna dan keluarga langsung membawa Ade yang sudah bersimbah darah ke RSPAD untuk mendapat pertolongan.
Setelah menjalani operasi, lima hari kemudian ia dipanggil sang maha kuasa.
Sekarang kediaman A.H Nasution telah dijadikan Museum Jenderal Bear AH Nasution yang berisi diorama peristiwa pada malam mencekam itu.
Berikut video kesaksian Hendrianti:
Selain putri sang jenderal TNI, ada satu lagi korban yang tewas saat itu yakni Pierre Andreas Tendean
Dilansir dari Tribun Jabar dalam artikel 'Pierre Tendean, Korban G30S, Diperebutkan 3 Jenderal dan Gugur karena Ngaku Jadi Jenderal Nasution', nasib tragis yang dialami perwira TNI muda itu berawal saat ia dipromosikan sebagai Letnan Satu (Lettu).
Lettu Pierre Tendean pun menjadi ajudan Jenderal AH Nasution, menggantikan ajudan sebelumnya yakni Kapten Manullang
Pada usia 26 tahun, ia sudah mengawal sang jenderal ternama.
Tidak hanya mengawal Jenderal AH Nasution, Lettu Pierre Tendean pun akrab dengan putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma Suryani.
Potret berdua mereka bahkan terpajang di Museum AH Nasution.
Namun, kisah hidup Lettu Pierre Tendean sebagai ajudan AH Nasution berakhir tragis.

Saat itu (30/9/1965) Lettu Pierre Tendean biasanya pulang ke Semarang merayakan ulang tahun sang ibu.
Namun, ia menunda kepulangannya karena tugasnya sebagai pengawal Jenderal AH Nasution.
Ia tengah beristirahat di ruang tamu, di rumah Jenderal AH Nasution, Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta Pusat.
Namun, waktu istirahatnya terganggu karena ada keributan.
Lettu Pierre Tendean pun langsung bergegas mencari sumber keributan itu.
Ternyata keributan itu berasal dari segerombol pasukan bersenjata yang tak dikenal
Mereka pun menodongkan senjata pada Lettu Pierre Tendean.
Lettu Pierre Tendean pun tak bisa berkutik. Ia dikepung pasukan itu.
Demi melindungi atasannya, Lettu Pierre Tendean pun menyebut dirinya sebagai Jenderal AH Nasution.
"Saya Jenderal AH Nasution," ujarnya.
Akhirnya, ia yang dikira Jenderal AH Nasution pun langsung diculik.
Sementara itu, putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma, nyawanya tak tertolong karena tertembak.
Pada akhirnya, Lettu Pierre Tendean pun harus gugur di tangan orang-orang yang menyerangnya.
Tubuhnya yang tidak bernyawa bahkan diikat kakinya, lalu dimasukan ke dalam sumur, di Lubang Buaya.
Pada usianya yang masih muda, Lettu Pierre Tendean pun jadi korban dalam peristiwa mengerikan yang dikenal dengan pemberontakan PKI atau G30S/PKI
Kematiannya memberikan luka mendalam terhadap keluarganya.
Apalagi pada November 1965, Lettu Pierre dijadwalkan akan menikahi Rukmini Chaimin, di Medan.
Namun, takdir berkata lain. Ia meninggal demi melindungi atasannya di depan para pemberontak itu.
Sebagai bentuk kehormatan, ia pun dinaikkan pangkatnya menjadi Kapten.
Kapten Tendean pun ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia, pada 5 Oktober 1965.