Fakta Baru Pemblokiran Akses Internet di Papua, Menkominfo Sebut Hoax Masih Menyebar hingga ke Luar

Terungkap Fakta Baru Pemblokiran Akses Internet di Papua, Menkominfo Sebut Hoax Masih Menyebar hingga ke Luar

Kompas.com
Ilustrasi: pemblokiran akses internet 

SURYA.co.id - Terungkap fakta baru tentang kebijakan Kemenkominfo memblokir akses internet di Papua terkait situasi tidak kondusif yang terjadi di sana

Fakta baru tentang pemblokiran akses internet di Papua ini diungkapkan langsung oleh Menkominfo Rudiantara saat menghadiri perhelatan e-sport bertajuk "Games Land Party" di Surabaya, Sabtu (24/8/2019).

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Menkominfo Sebut Hoaks di Papua Menyebar Lewat SMS Saat Internet Dibatasi', fakta baru itu adalah meski internet sudah dibatasi, kabar hoax yang dapat memicu kerusuhan di Papua masih banyak beredar

Reaksi Panglima KKB Papua Soal Kiriman Miras ke Mahasiswa Papua di Bandung, Goliath Tabuni Geram

Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara, menjenguk Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang masih dirawat di ICU RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Sabtu (29/6/2019)
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara, menjenguk Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, yang masih dirawat di ICU RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Sabtu (29/6/2019) (SURYA.co.id/Delya Octovie)

Salah satu persebarannya adalah melalui pesan pendek atau SMS.

Pada Kamis malam lalu, Menkominfo Rudiantara mengaku menerima SMS berantai yang isinya mengajak warga untuk berkumpul di Jayapura untuk menggelar aksi protes pada Jumat pagi.

"SMS tersebut menyebar hingga ke luar Papua," kata Rudiantara 

Pada Jumat pagi, Rudiantara mengaku menghubungi Kapolda Papua.

Ternyata, tidak ada aksi massa si Jayapura.

Rudiantara mengatakan bahwa situasi di sana saat itu tenang dan kondusif.

"Sudahlah, kalau ketemu SMS seperti itu dihapus saja," ujarnya.

Di dunia nyata di Papua, kata dia, saat ini memang terlihat kondusif dan terkendali.

Namun di dunia maya, Rudiantara menyatakan, informasi hoax masih bertebaran.

Atas fakta itu, pihaknya mengambil kebijakan membatasi data internet di Papua sejak sepekan terakhir.

Dia belum bisa memastikan kapan pembatasan akan berakhir.

Kementerian Kominfo juga menunggu masukan dari penegak hukum tentang kondisi dan situasi di Papua pasca kerusuhan.

Rudiantara menyebut, pembatasan data internet di Papua memiliki landasan hukum di antaranya UUD 1945, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 40 dan Undang-Undang Telekomunikasi.

Ilustrasi Hoax
Ilustrasi Hoax (NET via Tribun Lampung)

Diberitakan sebelumnya, tindakan Kominfo melakukan pemblokiran internet di Papua sempat menuai kritik dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'ICJR: Pemblokiran Internet di Papua adalah Perbuatan Melawan Hukum', ICJR menyebut kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memutus akses internet di Papua adalah perbuatan melawan hukum.

Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif ICJR Anggara melalui keterangan tertulis, Kamis (22/8/2019).

"ICJR memandang bahwa tindakan-tindakan pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kominfo," kata Anggara.

Bukan tanpa alasan, ICJR menyebut ini sebagai pembatasan hak asasi manusia karena menyalahi aturan yang telah ditetapkan UUD 1945.

Selain itu, pembatasan akses komunikasi ini juga bertentangan dengan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR).

Setidaknya, terdapat 2 kondisi mendasar yang harus dipenuhi untuk membatasi hak-hal asasi manusia.

Pertama, ketika situasi darurat yang mengancam kehidupan bangsa.

Sedangkan yang kedua, penetapan resmi kepala negara, dalam hal ini Presiden, tentang situasi darurat yang mengancam kehidupan bangsa tersebut.

Selain itu, pemutusan layanan data ini juga disebut oleh ICJR di luar dari kewenangan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU ITE.

"Pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan aksesnya secara keseluruhan. Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas," ujar Anggara.

Jadi, Anggara menilai pemerintah harus melakukan deklarasi politik yang menyatakan negara dalam keadaan bahaya.

"Bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia tanpa penjelasan dan mengenai dasar dilakukannya tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius yang seharusnya segera dihentikan," sebut dia.

Di sisi lain, Panglima KKB Papua dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Goliath Tabuni langsung bereaksi atas pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.

Panglima KKB Papua Murka Akses Internet Diblokir Kominfo
Panglima KKB Papua Murka Akses Internet Diblokir Kominfo (istimewa)

Reaksi Panglima KKB Goliath Tabuni ini ditulis dia akun Twitter @goliathtabuni pada Kamis (22/8/2019). 

Goliath Tabuni mengunggah pemberitaan media online dan menulis komentar pedasnya. 

"Sangat jahat menutupi kejahatan Terhadap rakyat #WestPapua

Indonesia sudah kehilangan akal sehat," tulis @goliathtabuni.

Cuitan Goliath Tabuni ini langsung ditanggapi netizen dengan komentar tak kalah pedas. 

 @papedabungkus17: Bukan jahat tapi meminimalisir kekacauan, agar tidak ada lagi yg terprovokasi sama akun atau orang jahat seperti kalian.

Tak mau kalah, Goliath pun menjawab komentar itu. 

"Hahaha alasan kolonial," katanya. 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved