Seusai Bikin Panglima KKB Papua Geram, Pemblokiran Internet di Papua oleh Kominfo Kini Dikritik ICJR

Setelah membuat geram Goliath Tabuni panglima KKB Papua, tindakan Kominfo melakukan pemblokiran internet di Papua kini menuai kritik dari ICJR

pexels
Ilustrasi: Pemblokiran internet di Papua 

SURYA.co.id - Setelah membuat geram panglima kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, tindakan Kominfo melakukan pemblokiran internet di Papua kini menuai kritik dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)

Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'ICJR: Pemblokiran Internet di Papua adalah Perbuatan Melawan Hukum', ICJR menyebut kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memutus akses internet di Papua adalah perbuatan melawan hukum.

Hal ini sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif ICJR Anggara melalui keterangan tertulis, Kamis (22/8/2019).

"ICJR memandang bahwa tindakan-tindakan pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kominfo," kata Anggara.

Bukan tanpa alasan, ICJR menyebut ini sebagai pembatasan hak asasi manusia karena menyalahi aturan yang telah ditetapkan UUD 1945.

Selain itu, pembatasan akses komunikasi ini juga bertentangan dengan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik atau International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR).

Setidaknya, terdapat 2 kondisi mendasar yang harus dipenuhi untuk membatasi hak-hal asasi manusia.

Pertama, ketika situasi darurat yang mengancam kehidupan bangsa.

Sedangkan yang kedua, penetapan resmi kepala negara, dalam hal ini Presiden, tentang situasi darurat yang mengancam kehidupan bangsa tersebut.

Selain itu, pemutusan layanan data ini juga disebut oleh ICJR di luar dari kewenangan pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU ITE.

"Pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan aksesnya secara keseluruhan. Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas," ujar Anggara.

Jadi, Anggara menilai pemerintah harus melakukan deklarasi politik yang menyatakan negara dalam keadaan bahaya.

"Bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia tanpa penjelasan dan mengenai dasar dilakukannya tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius yang seharusnya segera dihentikan," sebut dia.

Seperti diketahui, Rabu (21/8/2019) Kemenkominfo memutuskan untuk memblokir sementara layanan data komunikasi di Papua, terkait situasi tidak kondusif yang terjadi di sana.

Tidak disebutkan secara pasti kapan koneksi akan kembali normal, namun disebutkan pemutusan data ini akan terus berlangsung hingga situasi kembali terkendali.

Kemenkominfo menyebut pemutusan koneksi ini ditujukan untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua.

Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)- Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua, Goliath Tabuni langsung bereaksi atas pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.

Reaksi Panglima KKB Goliath Tabuni ini ditulis dia akun Twitter @goliathtabuni pada Kamis (22/8/2019). 

Goliath Tabuni mengunggah pemberitaan media online dan menulis komentar pedasnya. 

"Sangat jahat menutupi kejahatan Terhadap rakyat #WestPapua

Indonesia sudah kehilangan akal sehat," tulis @goliathtabuni.

Cuitan Goliath Tabuni ini langsung ditanggapi netizen dengan komentar tak kalah pedas. 

 @papedabungkus17: Bukan jahat tapi meminimalisir kekacauan, agar tidak ada lagi yg terprovokasi sama akun atau orang jahat seperti kalian.

Tak mau kalah, Goliath pun menjawab komentar itu. 

"Hahaha alasan kolonial," katanya. 

Kerusuhan Meluas

Seperti diketahui, setelah di Manokwari, kerusuhan di Bumi Cenderawasih berlanjut di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Dikutip Antara, aksi pembakaran dan perusakan fasilitas umum mewarnai demonstrasi di Fakfak, Papua Barat, Rabu (21/8/2019.

Massa demonstran membakar kios yang ada di Pasar Fakfak dan jalan menuju ke pasar.

Kepala Bidang Humas Polda Papua, AKBP Mathias Krey mengatakan aparat kepolisian dan TNI sudah berada di lokasi demonstrasi untuk melakukan pengamanan.

"Anggota Brimob dijadwalkan dikirim ke Fakfak untuk membantu mengamankan wilayah tersebut," katanya saat dihubungi dari Jayapura, Papua.

Melansir dari Kompas dalam artikel 'Bendera Bintang Kejora Sempat Berkibar saat Kerusuhan di Fakfak', polisi mengatakan kerusuhan di Fakfak terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora, di kantor Dewan Adat.

Pada saat itu, massa sedang berada di kantor Dewan Adat untuk berdiskusi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.

"Pas di Forkopimda, mereka menaikkan bendera Bintang Kejora, bendera KNPB (Komite Nasional Papua Barat), organisasi papua merdeka, ada beberapa bendera lah," kata Kapolres Fakfak AKBP Deddy Foures Millewa ketika dihubungi wartawan, Rabu.

Awalnya, massa berunjuk rasa memprotes tindakan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Ketika pengunjuk rasa ingin merusak sejumlah obyek vital, aparat keamanan berupaya mencegah hal tersebut.

Akan tetapi, pengunjuk rasa justru merusak, bahkan membakar Pasar Thumburuni.

"Setelah dia orasi di situ, mereka mau merusak objek vital di bandara, kantor DPRD, dan di kantor bupati, tapi kita halangi akhirnya mereka ngerusak pasar," ungkap Deddy.

Kemudian massa pengunjuk rasa bergerak menuju kantor Dewan Adat dan ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Massa pun sempat memaksa bupati untuk memegang bendera Bintang Kejora, tetapi tidak dilakukan.

Masyarakat lain yang melihat pemaksaan tersebut merasa kecewa.

"Bupati dipaksa (memegang bendera), ada masyarakat yang lihat, 'Bupati kita kok digitukan'," tutur dia.

Kemudian, ada sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Merah Putih dan meminta bendera Bintang Kejora diturunkan.

Namun, massa tidak mau menurunkan bendera Bintang Kejora dan malah melempari kantor Dewan Adat dengan batu.

"Mereka minta bendera diturunkan, tetapi tidak diturunkan, malah yang dari kelompok Organisasi Papua Merdeka melempar, ya sudah mereka (warga) terpancing," ujar Deddy.

Saat ini, aparat kepolisian mengungkapkan bahwa situasi di daerah tersebut sudah kondusif.

Ratusan Brimob Tiba di Timika

Setelah pecah aksi demo rusuh di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Polri mengirimkan ratusan pasukan Brimob ke sana

Dilansir dari Kompas.com dala artikel '2 SSK Brimob Tiba di Timika Papua untuk Pulihkan Situasi Keamanan', ratusan personel Brimob yang berasal dari Polda Gorontalo dan Polda Maluku Utara ini telah tiba di Timika pada Kamis (22/8/2019) pagi.

Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengatakan, ratusan personel Brimob ini tergabung dalam Satgas Aman Nusa yang akan membantu pemulihan situasi keamanan di Timika.

Dua SSK Brimob baru tiba di Timika, Kabupaten Mimika, Kamis (22/8/2019), untuk memulihkan situasi di Timika pasca-kerusuhan pada Rabu kemarin.
Dua SSK Brimob baru tiba di Timika, Kabupaten Mimika, Kamis (22/8/2019), untuk memulihkan situasi di Timika pasca-kerusuhan pada Rabu kemarin. (KOMPAS.com/ IRSUL PANCA ADRITA)

Menurut rencana, ratusan Brimob ini akan berada di Timika selama 11 hari.

"Untuk penempatannya tergantung kebutuhan keamanan," kata Agung.

Agung memastikan bahwa situasi keamanan di sana sudah kondusif.

Meski demikian, pihaknya dibantu TNI akan terus melakukan patroli untuk memberikan rasa aman kepada warga.

Selain itu, sejumlah personel TNI-Polri juga masih ditempatkan di kantor DPRD, pusat pemerintahan, rumah negara, bandara, dan lapas, dan sejumlah objek vital lainnya.

"Kami pastikan situasi sampai siang ini sudah kondusif," katanya.

Sebelumnya, kerusuhan pecah di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).

Sejumlah bangunan, termasuk gedung DPRD Mimika, rusak dilempar massa dengan batu.

Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019).
Massa demonstran saat merangsak ke halaman DPRD Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). (KOMPAS.com/ IRSUL PANCA ADITRA)

Massa juga memblokade ruas Jalan Cenderawasih dan SP 2 dengan ranting pohon.

Dalam peristiwa itu, dua aparat Polri dan TNI terluka akibat terkena lemparan batu.

Aksi anarkis warga dipicu oleh lamanya bupati dan ketua DPRD Mimika menemui massa.

Pendemo hendak menyampaikan protes mereka atas dugaan persekusi dan rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved