Kilas Balik

Tangis Soekarno Pernah Pecah di 4 Momen Penting, Salah Satunya Saat di Makam Seorang Jenderal TNI

Tangis Soekarno Pernah Pecah di 4 Momen Penting, Salah Satunya Saat di Makam Seorang Jenderal TNI. Berikut kisahnya

Kolase Good News From Indonesia dan Grid.id
Soekarno 

SURYA.co.id - Meski dikenal sebagai sosok yang tegas dan berwibawa, Soekarno ternyata pernah menitikkan air mata di beberapa momen penting

Dilansir dari Sosok.grid.id dalam artikel '4 Tangisan Soekarno yang Tercatat Sejarah, Salah Satunya Saat Pembacaan Pancasila Untuk Pertama Kali', salah satunya adalah saat Soekarno berkunjung ke makam seorang jenderal TNI

Tercatat ada empat momen yang membuat Soekarno menangis berderai air mata, berikut kisahnya

1. Membacakan Isi Pancasila Untuk Pertama Kali

Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 adalah babak baru sebuah negara bernama Indonesia.

Dalam buku berjudul, "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat", terekam jelas momen bersejarah tangisan Soekarno.

Soekarno saat Proklamasi 17 Agustus 1945
Soekarno saat Proklamasi 17 Agustus 1945 (Youtube)

Saat di hadapan peserta sidang BPUPKI, Soekarno membacakan butir demi butir ideologi pancasila dengan berderai air mata.

Momen pembacaan pancasila sebagai sebuah ideologi berbangsa dan bernegara pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut menjadi hari lahirnya ideologi Pancasila.

2. Tangisan Soekarno di Bahu Pejuang Aceh

Soekarno datang ke Aceh untuk bertemu tokoh pejuang dari Aceh, Daud Beureuh untuk mengajak rakyat Aceh bergabung dalam perjuangan melawan Belanda tahun 1948.

Di momen itu, Daud Beureuh bersedia untuk bergabung dengan Republik asal dengan syarat rakyat Aceh diberikan kebebasan menjalankan syariat Islam.

Walau Soekarno menyetujui permintaan tersebut, dengan tujuan untuk menjadi tanda persetujuan itu disodorkanlah secarik kertas untuk dibubuhi tanda tangan sang Presiden RI pertama.

Melihat keraguan Daud atas kesediaannya mengabulkan permintaan rakyat Aceh, Seraya menyeka air matanya, Sukarno berkata: “Wallah, Billah, kepada rakyat Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan syariat Islam. Dan Wallah, saya akan mempergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat melaksanakan syariat Islam di daerahnya," dikutip dari buku berjudul "Kisah Kembalinya Tengku Muhammad Daud Beureueh ke Pangkuan Republik Indonesia".

3. Hukuman Mati Terhadap Sahabatnya

Salah satu kisah haru terjadi ketika Soekarno dengan berat hati harus menandatangai surat eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo sebagai pimpinan DI/TII yang ingin membelot dari NKRI pada kala tahun 1962.

Kartosoewirjo (kanan), Sosok Pentolan Pemberontak yang Bikin Soekarno Menangis
Kartosoewirjo (kanan), Sosok Pentolan Pemberontak yang Bikin Soekarno Menangis (Kolase Grid.id dan Mahadper)

Sempat menunda tanda tangan nyata, dengan berderai air mata ia harus menyetujui eksekusi mati sahabat karibnya itu.

Akhirnya, sang sahabat, Kartosoewirjo pun dieksekusi mati karena konsekuensi membelot dari Republik.

4. Tangisan di Makam Jenderal TNI

Saat meletusnya tragedi berdara 30 September 1965, terdapat tujuh tokoh penting kala itu yang direnggut nyawanya.

Salah satunya adalah Jenderal Ahmad Yani, orang kesayangan sang presiden kala itu, Soekarno.

Atas kematian orang yang ia rencanakan untuk menggantikan posisinya sebagai presiden dengan cara mengenaskan itu membuat hati Soekarno tak kuasa membendung kesedihan.

Soekarno menangis di pusara Ahmad Yani
Soekarno menangis di pusara Ahmad Yani (Grid.id)

Di depan makam jenderal kesayangannya tersebut ia tak kuasa menangis meneteskan air mata atas kepergian Ahmad Yani.

Seperti disebutkan di atas, Soekarno pernah menangis saat menandatangani vonis hukuman mati pada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo

Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Bung Karno Menangisi Sahabatnya, Si Pria Pendek Bertubuh Kurus dan Rambut Keriting', Kartosoewirjo adalah salah satu kawan dari Soekarno kala masih menimba ilmu dan mondok di rumah HOS TJokroaminoto di Surabaya pada tahun 1918-an.

Ketika menjabat menjadi Presden pasca Kemerdekaan Indonesia, selang berapa tahun kemudia meletuslah pemberontakan yang dipicu kekecewaan dan dipimpin oleh sang sahabat, Kartosoewirjo.

Salah satu keputusan berat yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut.

Karena Kartosoewirjo terbukti sebagai Imam dan Pimpinan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berkas eksekusi mati tertulis nama itu berkali-kali disingkirkan dari meja kerja Soekarno.

Soekarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada orang yang sama yakni HOS Tjockroaminoto.

"Pada 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air.

Pada tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, di berjuang semata-mata menurut azas agama", Kata Soekarno yang dikutip dari buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat.

Kartosoewirjo di Pengadilan Mahkamah Darurat Perang
Kartosoewirjo di Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper)

Kartosoewirjo adalah salah satu sahabat semasa tinggal di rumah Pak Tjokro yang tak pernah bosan mengomentari Soekarno saat berlatih pidato di depan cermin.

Namun tak jarang kritik yang dilontarkan Kartosoewirjo lebih kepada ejekan.

"Hei Karno, buat apa berpidato di depan cermin? Seperti orang gila saja", celetuk Kartosoewirjo yang dikutip dari Majalah Intisari Edisi Agustus 2015.

Mendengar komentar sahabatnya Soekarno muda membalas, " Tidak seperti kamu, sudah kurus, kecil, pendek, keriting mana bisa jadi orang besar!", begitu yang ditulis dari Majalah Intisari Edisi Agustus 2015.

Kemudian keduanya tertawa bersama-sama.

Namun perjuangan kedua sahabat itu mulai berbeda arah, yang membuat seperti terlihat berselisih pandang.

Soekarno sangat nasionalis, sedangkan sang sahabat, Kartosoewirjo sangat religius.

Tahun 1962, nama sang sahabat mencuat sebagai salah satu pentolan yang dianggap memberontak pemerintahan Republik dibawah DI/TII.

Akhirnya Kartosoewirjo tertangkap oleh pasukan Yonif Linud 328, lantas dijatuhi pidana mati pada 16 Agustus 1962 oleh Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper).

Ketika menandatangani surat keputusan untuk menghukum mati Kartosuwiryo, Seokarno sempat menangis mengingat Kartosoewirjo pernah menjadi sahabat dekatnya.

Lalu pada 4 September 1962, sekitar pukul 05:50 WIB, hukuman mati terhadap Kartosoewirjo dilaksanakan oleh sebuah regu tembak di sebuah pulai di sekitar Teluk Jakarta.

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved