Nasib 2 Penghina KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen di Jawa Timur & Luwu, Ada yang Singgung Amien Rais
Nasib dua orang penghina KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen di Jawa Timur & Luwu kini berhasil diamankan polisi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Nasib dua orang penghina KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen di Jawa Timur & Luwu kini berhasil diamankan polisi
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Dalam Sehari, 2 Penghina KH Maimun Zubair Melalui Facebook Ditangkap', dua pelaku ujaran kebencian terhadap almarhum KH Maimun Zubair atau Mbah Moen ini sempat viral di media sosial Facebook
Identitas kedua pelaku tersebut merupakan warga Luwu Utara dan Jawa Timur.
Pemilik akun Facebook bernama Joe Ramadhan (40) telah diamankan di Dusun Kalatiri, Desa Mulyasari, Kecamatan Sukamaju, Kebupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (9/8/2019) sekitar pukul 15.00 Wita.
• Tips Sehat Makan Daging Kurban pada Hari Raya Idul Adha, Bisa Berakibat Fatal Jika Berlebihan
• 4 Reaksi Isu Taruna Akmil Enzo Zenz Terpapar HTI, Mulai Intelijen Negara hingga Kemenkominfo
• VIDEO Detik-detik Bule Tendang Pemotor hingga Tersungkur di Bali Viral, Terungkap Identitasnya

Kapolres Luwu Utara AKBP Boy F Samola mengatakan, pelaku diamankan setelah berkoordinasi dengan Polres Kutai Timur, Kalimantan Timur.
"Kami dapat informasi dari Kapolres Kutai Timur bahwa Joe Ramadhan berada di wilayah hukum Polres Luwu Utara sehingga diperintahkan kepada Sat Reskrim dan Kapolsek Sukamaju untuk melakukan penyelidikan. Diketahui keberadaan terduga pelaku di Dusun Kalatiri,” kata Boy saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (10/8/2019).
Setelah dilakukan pengecekan, pelaku dijemput di rumahnya tanpa melakukan perlawanan.
“Kapolsek Sukamaju Ipda Kawaru langsung mendatangi rumah terduga pelaku dan berhasil mengamankan Pelaku Saudara Joy Ramadhan. Selanjutnya pelaku dibawa ke Mako Polres Luwu Utara untuk proses lebih lanjut,” ucap Boy.
Selain warga bernama Joe, polisi juga mengamankan seorang warga yang juga menghina Mbah Moen melalui akun Facebook.
Pemuda tersebut bernama Fulvian Daffa Umarela Wafi (20).
Fulvian ditangkap polisi, Jumat (9/8/2019), karena status di akun Facebook yang dinilai menghina almarhum KH Maimun Zubair atau Mbah Moen.

Pemuda asal Dusun Krajan, Desa Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu menuliskan status bersukacita atas wafatnya Mbah Moen di Mekkah pada Selasa (6/8/2019).
Bahkan, pemilik akun Facebook Ahmad Husein itu ditengarai membenturkan dua organisasi keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Belakangan, postingan itu sudah dihapus. Namun, warga NU yang tergabung dalam Santri Malang Raya melaporkannya ke Polres Malang Kota atas dasar ujaran kebencian melalui sarana elektronik.
Polisi langsung mengamankan pelaku setelah selesai memberikan klarifikasi di Kantor PCNU Kota Malang.
Pelaku juga sempat menyampaikan permintaan maaf secara tertulis dan terbuka di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang
Ia mengaku sedang kalut saat mengunggah kalimat itu.
Pelaku juga mengaku sakit hati karena Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang merupakan pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kerap disudutkan dalam pelaksanaan Pemilu 2019.
"Sebenarnya saya sedang sakit hati. Pak Amien Rais sering dibilang sengkuni, padahal dia orang Muhammadiyah. Dia juga pejuang reformasi," katanya saat mendatangi Kantor PCNU Kota Malang untuk melakukan klarifikasi dan meminta maaf.
Sebelumnya, KH Maimoen Zubair dikabarkan meninggal dunia di Mekkah pada 6 Agustus 2019 di usianya yang ke 90 tahun.
Menilik kembali kisah hidup KH Maimoen Zubair, ia adalah sosok ulama yang dihormati dan termasuk salah satu ulama rujukan dalam bidang fiqih.
KH. Maimun Zubair alias Mbah Moen merupakan seorang ulama yang dilahirkan di daerah Sarang, Rembang, Jawa Tengah pada 90 tahun silam, tepatnya pada 28 Oktober 1928.
Jejaknya mendalami ilmu tentang agama Islam merupakan turunan dari sanga ayah yang juga merupakan ulama besar, yakni almarhum Almaghfur Zubair.

Ayah dari almarhum Mbah Moen adalah murid dari ulama besar Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Semasa hidupnya, Mbah Moen berkeseharian mengasuh Pondok Pesantren Al Anwar yang juga lokasinya berada di Sarang, Rembang Jawa Tengah.
Selain berkeseharian mengasuh di Pondok Pesantren Al Anwar, sosok Mbah Moen ternyata juga merupakan pendiri dari pondok pesantren tersebut.
Ilmu agama yang ia dapatkan sebagian berasal ketika ia bertolak menuju Kota Kediri untuk menunntut ilmu di Pondok Lirboyo, Jawa Timur pada tahun 1945 silam.
Selama lima tahun, Mbah Moen belajar di bawah pengasuhan KH Abdul Karim, KH Mahrus Ali dan KH Marzuki.
Hingga akhirnya, Mbah Moen berhasil mendirikan pondok pesantren yang kini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al Anwar.
Lalu pada sekitar tahun 2008, Mbah Moen kembali mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan kepada putranya KH Ubab Maimun.
Selain berhasil mendirikan Pndok Pesantren Al Anwar, Mbah Moen sendiri pernah menikmati dunia politik sebagai anggota DPRD kabupaten Rembang, Jawa Tengah selama 7 tahun.
Tak berhenti di situ, selama tiga periode, Mbah Moen juga pernah menjadi anggota MPR RI yang mewakili daerah Jawa Tengah.
Ketika berpolitik, Mbah Moen memilih bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Meski kala itu NU sedang ramai mendirikan PKB (1998), Mbah Moen tetap memilih PPP, partai dengan gambar Ka'bah.
Di PPP Mbah Moen menduduki posisi sebagai Ketua Mejelis Syariah PPP. Mbah Moen pernah mengatakan PPP bukan hanya untuk agama Islam, tapi PPP hadir untuk Indonesia.
Ilmu agama yang didapatkan Mbah Moen mulanya ia dapatkan dari sang Ayah.
Ia lantas menuntut ilmu di pondok Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuki Dahlan.

Kemudian pada usianya yang ke-21, Mbah Moen merantau ke Makkah Mukarromah.
Ketika melakukan perjalanan ke Mekkah ini, Mbah Moen ditemani oleh kakeknya sendiri yaitu KH. Ahmad bin Syuaib.
Ketika memperdalam ilmu agama di Mekkah, Mbah Moen banyak mendapat ilmu dari sejumlah ulama besar seperti Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath dan ulama lainnya.
Meski sedang mencari ilmu di Mekkah, namun Mbah Moen tetap menyempatkan untuk menuntut ilmu kepada Ulama Jawa yang berada di Mekkah seperti Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban) dan beberapa ulama lainnya.