PPDB SMP

BREAKING NEWS - PPDB SMP Negeri di Kota Surabaya Ditutup Sementara, Pembukaan Lagi Belum Dipastikan

Tepat pukul 19.35 WIB, Kamis, (19/6/2019) Dinas Pendidikan atau Dindik Kota Surabaya menutup server Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 SMP.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Iksan Fauzi
TribunJatim.com/Yusron Naufal Putra
Ratusan orang tua, saat mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya memprotes PPDB sistem zonasi, Rabu (19/6/2019). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Tepat pukul 19.35 WIB, Kamis, (19/6/2019) Dinas Pendidikan atau Dindik Kota Surabaya menutup server Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 SMP.

Penutupan itu melalui website www.ppdbsurabaya.net. Padahal PPDB SMP negeri dijadwalkan akan ditutup pada 20 Juni 2019 pukul 23.59 WIB.

Hal ini merupakan kebijakan sementara yang dilakukan oleh Dindik Kota Surabaya atas tuntutan wali murid yang sebelumnya menggelar aksi penolakan atas sistem zonasi PPDB 2019.

“Iya untuk situs PPDB ditutup,” kata Kepala Dindik Surabaya Ikhsan saat dikonfirmasi SURYA.co.id.

Saat ditanya kapan situs PPDB akan dibuka kembali, Ikhsan belum bisa memastikan. Namun, nantinya jika kondisi sudah stabil akan kembali dibuka.

“Kiami nunggu kondisi stabil dulu, baru kita akan kembali buka,” tandasnya.

Penjelasan Mendikbud

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMP banjir protes, namun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy tetap meyakini sistem zonasi lebih adil.

Ratusan orangtua menggelar demo di Surabaya, memprotes sistem zonasi dalam PPDB SMA dan SMP di Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

Protes juga dilakukan para orangtua di provinisi lain seperti, Jateng, Jabar dan DKI Jakarta.

Menanggapi aksi protes sistem zonasi PPDB , Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru memberikan akses yang lebih setara dan berkeadilan kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kemampuan atau perbedaan status sosial ekonomi.

"Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memperhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Mendikbud Effendy menyebut pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama dalam pendidikan.

Oleh karena itu, katanya, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah.

Dia menambahkan apabila seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu tidak mendapat sekolah di dalam zonanya, mereka akan berpotensi putus sekolah karena kendala biaya.

Ia bercerita tentang seorang peserta didik dengan latar belakang keluarga tidak mampu yang terpaksa harus bersekolah di tempat yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari rumah.

Anak itu harus berangkat pukul 05.30 dan baru sampai ke rumah pukul 18.30 setiap harinya.

"Kapan waktunya untuk belajar? Kapan waktunya untuk beristirahat? Belum biayanya untuk transportasi.

Padahal di dekat rumahnya ada sekolah negeri, tapi karena nilainya tidak mencukupi, dia tidak bisa sekolah di sana. Ini 'kan tidak benar," tuturnya.

Masyarakat yang mampu diminta ikut berpartisipasi dengan membantu sekolah yang ada di sekitarnya sehingga pada saatnya semua sekolah kualitasnya menjadi baik.

Selain itu, dalam jangka panjang, pemerintah juga harus menanggung risiko urbanisasi dari penduduk yang tidak memiliki kecakapan kerja dan wawasan hidup, serta hilangnya penduduk yang diharapkan dapat membangun wilayah asalnya.

Oleh karena itu, Kemendikbud meminta ketegasan Dinas Pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.

"Kalau anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik, yang menanggung bebannya bukan sekolahnya, tetapi negara dan masyarakat.

Maka itu, saya mohon agar Dinas Pendidikan juga dapat memberikan perhatian dan pembinaan sekolah-sekolah swasta di wilayahnya," kata dia.

Ia meminta orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB.

Ia mengajak para orang tua mengubah cara pandang dan pola pikir terkait dengan "sekolah favorit/unggulan".

Ia memahami masyarakat masih resisten dengan konsep tersebut.

Mendikbud Effendy meminta agar jangan sampai sekolah mengklaim sebagai unggulan hanya karena menerima anak-anak yang pandai dan umumnya dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas, yang mampu memberikan fasilitas penunjang belajar anak.

Sekolah, khususnya sekolah negeri, katanya, harus mendidik semua siswa tanpa terkecuali.

Ia menjelaskan prestasi itu tidak diukur dari asal sekolah, tetapi masing-masing individu anak yang akan menentukan prestasi dan masa depannya.

Pada dasarnya, katanya, setiap anak itu mempunyai keistimewaan dan keunikan sendiri.

"Dan kalau itu dikembangkan secara baik itu akan menjadi modal untuk masa depan. Ke depan, yang unggul itu individu-individunya. Sekolah hanya memfasilitasi belajar siswa," katanya.

Pendekatan zonasi erat kaitannya dengan penguatan pendidikan karakter.

Sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, pemerintah mendorong sinergi antara pihak sekolah (guru), rumah (orang tua), dan lingkungan sekitar (masyarakat). Ekosistem pendidikan yang baik tersebut dapat mudah diwujudkan melalui pendekatan zonasi.

Sistem Zonasi

Ketentuan ini berdasarkan Pasal 16 Permendikbud RI No 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.

Penerapan sistem zonasi menyebabkan calon siswa yang berdomisili jauh dari lokasi sebuah sekolah kehilangan kesempatan untuk bisa terdaftar menjadi salah satu siswa di sekolah tersebut.

Hal itu dikarenakan sekolah di bawah pemerintah atau berstatus negeri dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) wajib menerima minimal 90 persen siswa baru yang yang berasal dari di dekat sekolah.

10 persen lainnya

Setelah 90 persen kuota siswa baru didapat dari pendaftar yang berdomisili di sekitar sekolah.

Maka 10 persen sisanya dibuka untuk pendaftar yang berasal dari luar daerah zonasi.

Namun, masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi jika mengacu pada pasal 16 ayat (6) Permendikbud 14/2018 ini.

Sebanyak 10 persen siswa dari luar daerah zonasi terbagi menjadi dua kriteria, 5 persen untuk mereka yang berprestasi, 5 persen yang lain diperuntukkan untuk calon peserta didik yang memiliki alasan khusus.

Alasan khusus itu misalnya perpindahan domisili orangtua/wali siswa dan terjadi bencana alam/sosial.

Keterangan domisili

Bukti domisili yang digunakan sebagai parameter zonasi nantinya didapat dari alamat yang tertera di Kartu Keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum PPDB dilaksanakan.

Jadi, pendaftar yang tidak memenuhi prasyarat ini tidak dapat digolongkan menjadi calon siswa yang berasal dari daerah zonasi.

Namun pada kenyataannya, peraturan ini membuat sebagian masyarakat berpikir pendek dan memanipulasi data kependudukannya dengan membuat KK palsu yang beralamatkan dekat dengan sekolah.

Ketentuan detil zonasi

Jarak zonasi yang diterapkan masing-masing sekolah berbeda tergantung pada kesepakatan yang diambil oleh pihak-pihak terkait di masing-masing daerah.

Keputusan pemerintah daerah atau musyawarah para kepala sekolah bisa ditempuh untuk menetapkan jarak zonasi.

Kesepakatan itu diambil dengan didasarkan pada banyak sedikitnya ketersediaan anak usia sekolah dan kapasitas atau daya tampung sekolah di daerah tersebut.

Sementara untuk sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi/kabupaten/kota, penetapan jarak zonasi dan persentase zonasi diambil berdasarkan kesepakatan tertulis antarpemerintah daerah yang saling berbatasan.

Jadi dalam menentukan radius zonasi, pemerintah pusat tidak terlibat secara langsung namun menyerahkannya pada masing-masing sekolah untuk dapat menentukan jarak yang dianggap paling ideal untuk kondisi sekolahnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved