Ramadan 1440 H
Serunya Anak-anak Tulungagung Bermain Bola Api sehabis Tadarus, Paling Sulit Jadi Kiper, Mengapa?
Sepakbola api adalah tradisi turun temurun di Masjid Al-Mimbar Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.
Penulis: David Yohanes | Editor: Parmin
SURYA.CO.ID | TULUNGAGUNG - Buah mojo kering yang telah direndam dalam minyaj tanah diletakkan di dengah halaman Masjid Al-Mimbar Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Kamis (16/5/2019) malam.
Buah mojo kering ini kemudian disulut dengan api.
Tak lama kemudian sepak bola api dimulai.
Tawa riang anak-anak berlarian sambil memperebutkan bola api ini.
Sepakbola api adalah tradisi turun temurun di masjid tua ini.
Olahraga tradisional biasa dilakukan setiap bulan Ramadan, setiap setelah tadarus.
Salah satu pemuka agama setempat, M Rusyid Bastomi, tradisi sepakbola api ini terpelihara hingga sekarang.
Permainan ini sekaligus untuk mengasah mental anak-anak.
"Sengaja dimainkan anak-anak agar mental mereka terbentuk sejak dini," ujar Bastomi.
Tidak ada teknik khusus untuk bermain sepakbola api ini.
Karena bolanya panas, pemain harus menyentuh bola dengan cepat.
Bermain dengan umpan-umpan cepat dianjurkan dalam permainan ini.
Salah satu anak yang ikut bermain, Mohammad Sifak mengatakan, paling sulit menjadi kiper.
Sebab harus memegang bola yang menyala-nyala.
Agar tidak melukai, bola harus cepat dilempar setelah diamankan dari penyerang lawan.
"Tidak sakit, senang kok. Saya sudah sering main (sepakbola api)," ucapnya.
Agar tidak terlalu malam, biasanya anak-anak diberi kesempatan tadarusan selepas tarawih.
Sekitar pukul 21.00 WIB permainan dimulai, sementara tadarusan dilanjutkan jamaah dewasa.
Permainan berlangsung sekitar 30 menit.