Kilas Balik
Pengalaman Jenderal TNI Hendropriyono di Kopassus Saat Melawan Komunis, Sampai Berdarah-darah
Jenderal TNI A.M Hendropriyono memiliki pengalaman tersendiri saat masih bertugas di Kopassus, simak kisahnya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Jenderal TNI A.M Hendropriyono memiliki pengalaman tersendiri saat masih bertugas di Kopassus, salah satu misinya yang fenomenal yakni ketika melawan kelompok komunis di Kalimantan bernama PGRS/Paraku.
Dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando', tim kopassus yang dipimpin oleh Jenderal TNI A.M Hendropriyono pernah terkepung oleh PGRS/Paraku
Bahkan, Jenderal TNI A.M Hendropriyono juga pernah berduel dengan petinggi kelompok komunis itu, seperti dilansir dari buku berjudul 'Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin'
Dikepung Kelompok Komunis
Saat itu, Hendropriyono dan timnya tengah memburu gerombolan PGRS/Paraku yang melarikan diri menyusuri sungai kecil untuk menghilangkan jejak.
Namun, Hendropriyono dan timnya malah diserbu saat beristirahat.
• Jenderal TNI Benny Moerdani Gebrak Meja Karena Keamanan Soeharto Diremehkan, Endingnya Ada Serangan
• Sosok Jet Tempur F-16 dan T50i TNI AU yang Akan Bangunkan Sahur di Surabaya, Solo, dan 9 Kota Lain

Seorang prajurit Kopassus bernama Prada Rukiat tewas dengan tembakan di kepala.
Hendropriyono atas perintah Sintong Panjaitan pun lebih gencar memburu gerombolan komunis pimpinan Komandan Kompi 2 PGRKU, Then Bu Ket itu.
Saat tiba di kampung Aruk di daerah penyangga, ternyata semua penduduk berpihak kepada kelompok komunis.
Penduduk tampak tak suka dengan kedatangan Hendropriyono beserta timnya.
Hendropriyono kemudian menghubungi Sintong Panjaitan meminta helikopter untuk pengunduran.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Sintong.
"Kamu kan bisa keluar dari situ," kata Sintong.
"Tidak bisa Pak, pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung" jawab Hendropriyono.
"Pelurumu ada berapa?" tanya Sintong.
"Masih penuh Pak," jawabnya.
"Makanan buat berapa hari?" sambung Sintong.
"Masih ada Pak. Buat dua hari," jawab Hendropriyono.
"Cukup itu,' kata Sintong dengan tegas.
"Ini orang, saya benci bener dulu itu. Tetapi, sekarang saya salut!" kata Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono 35 tahun kemudian.
• Curhat Fadel Islami Soal Pisah Kartu Keluarga, Suami Muzdalifah Ungkap Pelajaran Hidup yang Didapat
• Gratis Kuota Internet Telkomsel hingga 10GB Saat Migrasi ke Jaringan 4G, ini Syarat & Ketentuannya
• Klarifikasi Rektor UIC Musni Soal Cuitan Perang Ilmu Gaib Pertahankan Jokowi yang Viral di Twitter
• Kabar Terbaru Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen yang Dicegat Polisi Saat Akan Pergi ke Luar Negeri

• Tes Kepribadian - Karakter Aslimu Bisa Terlihat Dari Letak Tahi Lalat, di Area Pipi Berarti Hoki
• Promo Paket Internet Telkomsel #KuotaKeluarga 80GB Bisa Dibagi ke 5 Nomor Hp, ini Langkah-langkahnya
• Jam Tidur yang Baik Bagi Kesehatan Tubuh Selama Puasa Ramadan dan Penjelasannya Menurut Medis
Dalam upaya menerobos kepungan, Hendropriyono mengirim patroli ke utara tetapi terjadi kontak senjata.
Patroli ke barat juga terjadi kontak senjata, patroli ke timur menemukan jejak-jejak kaki, patroli ke selatan ada bekas bivak.
Komandan tim kemudian mengumpulkan semua perwira untuk memperoleh jumlah kekuatan musuh.
Akhirnya ada bagian paling tipis untuk di tembus, yakni ke selatan karena terlihat hanya ada empat orang.
Hendropriyono dan timnya pun nekat menerobos ke selatan dan akhirnya bisa keluar dari kepungan.
Duel Berdarah
Duel berdarah ini terjadi saat tim halilintar Kopassus yang dipimpin Hendropriyono tengah memburu petinggi PGRS/Paraku yang bernama Ah San.
Info soal Ah San akhirnya bocor melalui istrinya yang berkhianat, Tee Siat Moy.
Hendropriyono kemudian memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.
Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata.

Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga.
Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).
3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.
Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.
Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00.
Rencananya operasi penyerbuan akan dilakukan pukul 04.00, keesokan harinya.

Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap.
Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.
Namun tiba-tiba Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut.
Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok.
Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah rumah persembunyian Ah San.
Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras.
Hendro segera meneriakkan "Serbuuuuu," sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.
"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangannya dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.
Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah.
Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet
Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San.
"Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San. Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu.
Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.

Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik.
Hendro takut Ah San keburu menusuknya. Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San.
Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang. Darah langsung mengucur
Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan.
Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.
Dan celakanya, pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya.
Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.
Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet.
Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya.
Peluru itu mengenai perut Ah San dan membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga langsung membantingnya
Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.
Duel maut itu selesai.