Rocky Gerung: Undecided Voters Masih Tinggi karena Pemilih Muak dengan Pencitraan Petahana

Rocky Gerung menyebut banyaknya pemilih yang belum menentukan pilihannya di Pilpres 2019 adalah karena muak dengan kinerja petahana.

surabaya.tribunnews.com/bobby constantine koloway
Rocky Gerung hadir pada acara Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Selasa (5/2/2019). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Pengamat politik, Rocky Gerung, hadir pada acara Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Selasa (5/2/2019). Menjadi pembicara di forum ini, Rocky menanggapi masih besarnya undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan pada survei Polmark Indonesia yang dirilis di hari yang sama.

Menurutnya, para pemilih tersebut muak dengan kinerja pemerintah saat ini.

"Kali ini memperlihatkan bahwa, mengapa masih ada undecided voters yang justru bertambah ketika waktu menyempit," kata Rocky di awal sambutannya.

Rocky mengatakan bahwa petahana seharusnya diuntungkan dengan statusnya sebagai pemangku kebijakan saat ini.

"Mereka yang undecided ini, undecided terhadap petahana. Sebab, seharusnya ada captive market terhadap petahana. Namun, nyatanya, justru bertambah. Itu mencengangkan kita," urainya.

Berbagai cara yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden dari unsur petahana nyatanya tak banyak memberikan efek elektabilitas. Utamanya, bagi kalangan milenial.

"Untuk menyukseskan supaya ia mau dipilih, ia mengeluarkan seluruh kartu. Bahkan, ada kartu Pra-Kerja. Buat Anda yang belum kerja, Anda akan diberi gaji oleh pemerintah," ujarnya.

"Semua kartu ini sudah dikeluarin, kecuali kartu Pra-dungu. Dan sepertinya kartu itu tak akan dikeluarkan, karena akan dipakai sendiri," lanjutnya dengan disertai tepuk tangan peserta pertemuan yang hadir.

Hadir di Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Rocky Gerung Jadi Rebutan Selfie Emak-Emak

Pun demikian dengan program infrastruktur di era Jokowi. Yang mana, pembangunan besar-besaran tersebut hanya bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi di angka 5,1 persen.

"Seluruh cerita sukses itu, mulai bangun jembatan, infrastruktur, faktanya hanya bisa membuat pertumbuhan ekonomi tak lebih dari 5,1 persen," katanya.

"Padahal, kalau membangun jalan tol, ngumpulin tukang di Jawa untuk membuat jalan, sudah pasti jadi. Bagaimana mungkin, negara mempromosikan prestasinya dengan sekadar membangun jalan tol?," ujarnya.

Pembangunan jalan tol tersebut nyatanya membuat angka pengangguran belum banyak teratasi. "Ini (pekerjaan membangun jalan tol) pekerjaan sangat teknis. Dan dihasilkan dari hutang. Siapa pun bisa melakukan itu," katanya.

"Pada saat yang sama, jalan tol dibangun, ada data bahwa penganggur terbesar di Indonesia di angka 17-26 tahun. Artinya, mereka yang punya kecemasan adalah para generasi milenial," lanjutnya.

Menurutnya, bukan hanya kalangan milenial, kecemasan serupa dirasakan oleh emak-emak. "Yang bisa membaca kecemasan para milenial ini adalah para emak-emak. Jadi, kalau ingin melihat ketidakadilan ekonomi, silakan tatap mata emak-emak," ujarnya.

"Mata emak-emak, pagi-pagi harus menyisakan uang belanja untuk memberikan uang jajan kepada anaknya di esok harinya. Ini yang dirasakan emak-emak. Sehingga, seluruh sukses yang diucapkan oleh petahana adalah pencitraan yang dungu," ujarnya.

Ia pun menjadi sangsi dengan data yang dikeluarkan oleh pemerintah. "Apapun dalil yang dikeluarkan petahana, dibatalkan oleh kasus yang ada di setiap hari. Model semacam ini, ada kemuakan terhadap pencitraan," ulasnya.

Menurutnya, berbeda halnya, kalau dicitrakan dalam satu identitas. "Sebab, kali ini diidentikkan dengan petinju, pemanah, naik motor gede, jadi raja. Apa yang otentik kalau ganti-ganti terus?" katanya.

Sehingga, pihaknya menegaskan adanya desakan dari arus bawah untuk menyegerakan adanya perubahan. "Undecided voters menunggu pemerintah baru untuk mewujudkan perencanaan keluarga yang lebih masuk akal," ungkapnya.

"Saya sering disinggung bahwa saya sedang menggelar karpet merah untuk Pak Prabowo. Saya katakan bahwa saya tidak ada urusan dengan warna karpet Pak Prabowo di istana nantinya," ujarnya.

"Kita hanya harus memastikan bahwa karpet itu bisa digelar di istana, dan yang menggelar itu adalah emak-emak. Namun, sebelumnya kita gulung dulu karpet merah yang sudah pudar itu," kata Gerung di sambut riuh tepuk tangan peserta pertemuan.

Untuk diketahui, survei Polmark yang dilakukan di 73 dapil se-Indonesia, Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 40,4 persen. Sedangkan penantangnya, Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno hanya meraih 25,8 persen.

"Sedangkan sisanya, sekitar 33,8 persen belum menentukan pilihan atau undecided voters," kata Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO Polmark Indonesia pada saat penyampaian di Forum Pikiran Akal dan Nalar di Surabaya, Selasa (5/2/2019).

Meskipun unggul, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tersebut belum terbilang aman. Penyebabnya, tak selazimnya, seorang petahana memiliki elektabilitas di bawah 50 persen. "Kalau masih di bawah 50 persen, belum angka aman. Kita bisa melihat, petahana yang kalah pada pilkada DKI Jakarta di 2012 dan 2017 silam memiliki gejala yang sama," jelas Eep pada penjelasannya.

Hal ini diperparah dengan pemilih yang mantab mendukung Jokowi-Ma'ruf baru sebesar 31,5 persen, sedangkan sisanya masih berpeluang mengubah pilihan. "Sehingga, kalau melihat potensi itu, masih ada 48 persen pemilih yang masih bisa diperebutkan," tandasnya.

Eep menjelaskan bahwa survei yang dilakukan Polmark kali ini dilakukan di 73 dapil se-Indonesia melalui 73 survei berbeda. Di tiap surveinya untuk tiap dapil, survei melibatkan 440 orang. Sementara khusus untuk Jabar 3, melibatkan 880 orang.

Menggunakan metode multistage random sampling, survei ini memiliki margin of error sekitar 4,8 persen serta tingkat kepercayaan mencapai 95 persen. Eep juga menjelaskan bahwa survei yang dilakukan rentang waktu Oktober 2018 hingga Februari 2019 ini merupakan kerjasama pihaknya dengan PAN. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved