Gunung Anak Krakatau

Gempa Beruntun Terekam di Sekitar Gunung Anak Krakatau, Begini Penjelasan BMKG & Dosen Geologi ITB

Gempa beruntun dengan kekuatan di M 4,1 terekam sensor di sekitar Gunung Anak Krakatau pada Kamis (10/1/2019) sore, begini penjelasan BMKG

KOMPAS/RIZA FATHONI
Gempa Beruntun Terekam di Sekitar Gunung Anak Krakatau 

SURYA.co.id - Gempa beruntun dengan kekuatan di M 4,1 terekam sensor Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika di sekitar Gunung Anak Krakatau pada Kamis (10/1/2019) sore.

Gempa beruntun ini memiliki kedalaman dangkal, yaitu sekitar 1 kilometer dan dalam radius 36,5 kilometer dari Gunung Anak Krakatau.

​Kepala Bidang Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, gempa beruntun di sekitar Gunung anak Krakatau ini terekam mulai sore dan terus berlangsung hingga malam. 

Dari pukul 16.59 WIB – 18.35 WIB, terekam 11 kali gempa bumi, yaitu berturut-turut M 3,1, M 3, M 3,1, M 3,3, M 3,3, M 3,9, M 4,1, M 3,5, M 4,0, M 2,8 dan M2,8.

“Masing-masing gempa ini memiliki kedalaman hiposenter 1 kilometer,” kata Daryono, dilansir dari Kompa.com dalam artikel 'Gempa Beruntun Terekam di Sekitar Anak Krakatau'.

Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018).
Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018). (istimewa)

Info Terkini Gunung Agung Meletus, Hembusan Abu di Ketinggian 600 Meter, Warga Diminta Waspadai Ini

​Aktivitas gempa tersebut, menurut Daryono, terdeteksi di tujuh stasiun seismik milik BMKG yakni di Tangerang, Serang, Cigeulis, Muara Dua, Bandar Lampung, Sukabumi, dan Liwa.

​Daryono mengatakan, hasil monitoring melalui tide gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG) dan water level milik BMKG menunjukkan bahwa hingga pukul 18.35 WIB aktivas gempa  tersebut tidak menyebabkan peningkatan ketinggian muka air laut ataupun tsunami di sepanjang pantai Selat Sunda.

​Menurut Daryono, sejak terjadi tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 hingga Kamis, monitoring BMKG telah berhasil menentukan paramater 28 aktivitas kegempaan di Gunung Anak Krakatau.

“Kami masih mendalami soal ini, kemungkinan tektonik. Tetapi, melihat kedangkalannya ada kemungkinan transpor magma,” kata Daryono.

Foto Gunung Anak Krakatau diambil pada Rabu (26/12/2018). Update terkini Gunung Krakatau berpotensi timbulkan tsunami lagi.
Foto Gunung Anak Krakatau diambil pada Rabu (26/12/2018). Update terkini Gunung Krakatau berpotensi timbulkan tsunami lagi. (AFP PHOTO)

​Sementara itu, Seretaris Badan Geologi, Ratdomopurbo mengatakan, gempa-gempa ini terjadi di luar komplek Krakatau.

“Kita menyebutnya tektonik lokal,” kata Ratdomopurbo.

Tingkatkan kewaspadaan

Di sisi lain, ​Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrahman mengatakan, gempa beruntun di sekitar Gunung Anak Krakatau ini harus meningkatkan kewaspadaan.

“Ini bisa tektonik bisa juga vulkanik,” kata Mirzam.

​Namun, menurut Mirzam, dari kekuatannya yang relatif kecil dan hiposenter gempanya yang dangkal, lebih mungkin vulkanik.

Gempa ini vulkanik bisanya di bawah M 5 dengan rata-rata M 2-3.

“Jika ini gempa vulkanik, yang terjadi adalah karena pergerakan magma ke level yang lebih dangkal dan menghasilkan rekahan yang kemudian tercatat sebagai gempa,” kata Mirzam.

Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018). Gunung Anak Krakatau Semburkan Abu sampai ke Cilegon, Masyarakat Diimbau Tenang.
Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018). Gunung Anak Krakatau Semburkan Abu sampai ke Cilegon, Masyarakat Diimbau Tenang. (KOMPAS/RIZA FATHONI)

​Mirzam mengatakan, diperlukan pemantauan intensif mengenai peningkatan kegempaan ini.

“Mungkin yang perlu diperhatikan saat ini adalah apakah urutan gempa tersebut diikuti perubahan kedalaman secara sistematis dan diikuti oleh peningkatan aktivitas Anak Krakatau untuk mengantisipasi letusan dan akibat ikutannya,” kata Mirzam.

​Dia mengingatkan, jika pun gempa-gempa yang terjadi di sekitar Anak Krakatau ini bersumber tektonik, juga harus diwaspadai.

“Saat ini Anak Krakatau masih fase kritis. Kekhawatiran saya, gempa-gempa ini bisa memicu kembali Anak Krakatau,” kata dia.

Anak Gunung Krakatau
Anak Gunung Krakatau (istimewa)

​Menurut Mirzam, secara teoritis, setelah letusan besar beberapa waktu lalu, Anak Krakatau seharusnya sudah menurun.

Namun, ternyata sampai sekarang belum berhenti erupsinya.

“Ada kemungkinan masih ada yang masih menutup dan bisa meletus besar lagi,” kata Mirzam.

“Ini beda dengan di Lombok waktu itu, walaupun digoncang banyak gempa bumi, namun Gunung Rinjani masih tetap stabil karena volume magmanya masih kosong. Tetapi, Karakatau beda,” kata Mirzam. 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved