Imbas Awan Mirip Tsunami, 5 Pesawat Berputar-putar di Langit Makassar saat Akan Mendarat
Munculnya awan menyerupai gelombang tsunami di langit Makassar sempat menghambat penerbangan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.
SURYA.CO.ID - Munculnya awan menyerupai gelombang tsunami di langit Makassar sempat menghambat penerbangan di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.
Tercatat ada lima pesawat yang harus berputar-putar di angkasa selama 20 menit karena menunggu awan menyerupai gelombang tsunami itu hilang.
Setelah awan berbentuk gelombang tsunami itu hilang, kelima pesawat itu akhirnya mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Selasa (1/12/2018) sore.
Hal itu disampaikan oleh General Manager AirNav Indonesia cabang Makassar Air Traffic Service Centre (MATSC), Novy Pantaryanto saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (2/1/2019).
“Saat awan cumulonimbus menggulung di langit Kota Makassar, Selasa (1/1/2019) sore, ada lima pesawat mengalami penundaan mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar."
"Sehingga, pesawat itu berputar-putar terlebih dahulu di atas sekitar 15 hingga 20 menit lalu mendarat setelah cuaca mulai membaik,” ungkap Novy.
Novy mengatakan, awan berbentuk gelombang tsunami tersebut merupakan awan yang sangat berbahaya.
Di dalam gumpalan awan cumulonimbus itu terdapat partikel-partikel petir, es dan lain-lainnya yang sangat membahayakan bagi penerbangan.
Awan cumulonimbus inilah yang paling dihindari oleh pilot, karena di dalam awan itu juga terdapat pusaran angin.
“Sangat mengerikan itu awan cumulonimbus. Kalau kita liat angin puting beliung, ekor angin itu ada di dalam awan cumulonimbus."
"Awan ini juga dapat membekukan mesin pesawat, karena di dalamnya terdapat banyak partikel-partikel es."
"Terdapat partikel petir dan sebagainya di dalam awan itu,” terangnya.
Meski awan cumulonimbus dianggap membahayakan bagi penerbangan, kata Novy, pihaknya telah memiliki alat radar cuaca pada rute penerbangan yang bisa melacak cuaca hingga radius 100 Km.
Sehingga, jika terlihat awan cumulonimbus pada radar, pihaknya langsung menyampaikannya dan pilot akan membelokkan pesawat hingga 15 derajat.
“Tidak ada pilot yang berani menembus awan cumulonimbus. Jadi kita memiliki radar cuaca dan berkoordinasi dengan BMKG."
"Sehingga data dari BMKG yang diperoleh terkait cuaca buruk akan disampaikan kepada pilot."
"Jadi cuaca buruk yang terjadi, aman bagi lalulintas penerbangan,” terangnya.
Novy menambahkan, awan cumulonimbus berada di ketinggian 1.000 hingga 15.000 kaki.
Sehingga untuk penerbangan 30.000 hingga 40.000 kaki aman bagi pesawat.
“Jadi lalulintas penerbangan aman, jika ada cuaca buruk yang mengancam,” tambahnya.
Hebohkan Warga
Kemunculan awan menyerupai gelombang tsunami di langit Kota Makassar, Minggu (1/12/2019) menghebohkan warga.
Awan menyerupai gelombang tsunami ini terlihat di atas laut Selat Makassar dan menjadi objek foto dan video sebagian warga Makassar.
Salah satu akun Instagram yang mengupload video awan menyerupai gelombang tsunami itu adalah @makassar_iinfo
Akun ini mengunggang video awan menyerupai gelombang tsunami tersebut di dalam area Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.
Di bagian lain, akun ini juga mengunggah video saat awan serupa menyelimuti PLTU Jeneponto.
Menurut staf Prakirawan BMKG Wilayah IV Makassar, Nur Asia Utami yang dikonfirmasi, Rabu (2/1/2019) pagi mengungkapkan, peristiwa munculnya awan gelombang tsunami dikenal sebagal cell awan cumulonimbus yang cukup besar.
Berbahaya
Biasanya, awan cumulonimbus tersebut disertai hujan deras, petir dan angin kencang.
“Peristiwa tersebut dikenal sebagai cell awan cumulonimbus yang cukup besar, biasanya menimbulkan hujan deras disertai kilat/petir dan angin kencang. Untuk periode luruhnya awan tersebut tergantung besarnya bisa 1-2 jam,” katanya.
jika awan cumulonimbus ini berpotensi terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan, khususnya, pada pesisir barat dan selatan.
“Awan cumulonimbus bisa terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Bahkan, di Kota Makassar awan ini bisa tumbuh kembali,” tuturnya.
Nur Asia Utami menambahkan, jika awan cumulonimbus ini sangat berbahaya.
Bahkan, membahayakan bagi lalu lintas penerbangan.
Awan di Puncak Semeru
Sebelumnya, fenomen awan yang tak biasa juga menyelimuti Puncak Gunung Semeru atau yang dikenal dengan sebutan Mahameru, Jawa Timur.
Puncak "para dewa" itu tertutup awan yang melingkar sehingga membuatnya seperti bertopi.
Kepala Subbagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Sarif Hidayat mengatakan, fenomena itu terjadi pada Senin (10/12/2018).
Fenomena itu merupakan fenomena biasa, tetapi jarang terjadi.

"Kejadiannya pada Senin kemarin tanggal 10 Desember 2018. Merupakan fenomena alam biasa yang jarang dan langka terjadi. Secara umum diduga karena adanya perubahan atau pergerakan angin di Puncak Semeru," katanya, Selasa (11/12/2018).
"Tapi secara pasti apa yang terjadi belum bisa disampaikan sehingga perlu ada penelitian lebih lanjut oleh pihak yang berkompeten," katanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, fenomena itu terjadi lantaran tertutup awan jenis lentikularis atau altocumulus lenticularis.
Awan tersebut terbentuk karena pusaran angin di puncak.
"Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, bertopi. Puncak gunung tertutup awan jenis lentikularis atau altocumulus lenticularis. Awan ini terbentuk akibat adanya pusaran angin di puncak," tulis Sutopo dalam akun instagramnya, @sutopopurwo.
Sutopo menyampaikan, fenomena itu merupakan fenomena biasa dan pernah dialami oleh puncak gunung lainnya.
"Ini fenomena alam biasa saja. Beberapa gunung pernah mengalami hal yang sama. Tergantung dinamika atmosfer lokal," katanya.
"Tidak usah dikaitkan dengan mistis, tanda akan akan ada musibah, politik, atau jodoh seret," imbuhnya.
Sementara itu, kondisi itu sangat berbahaya bagi pendakian. Para pendaki rentan terkena hyphotermia karena cuaca sangat dingin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Awan Berbentuk Gelombang Tsunami Selimuti Langit Makassar, Ini Penjelasan BMKG"