Pemilu 2019

Pengamat Politik Sarankan Parpol Lain Tiru Strategi Partai Demokrat bila Ingin Selamat

Strategi Partai Demokrat mengutamakan kemenangan partai di Pileg 2019 daripada memenangkan pasangan Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 patut ditiru.

Editor: Iksan Fauzi
Tribunnews/Jeprima
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ani Yudhoyono saat berfoto bersama para kader Partai Demokrat usai memberikan pidato penutupan pembekalan kepada calon legislatif DPR RI Partai Demokrat di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (11/11/2018). Pembekalan caleg dan konsolidasi Partai Demokrat se-Indonesia tersebut merupakan salah satu persiapan dalam menghadapi Pemilu legislatif dan Pilpres 2019. 

SURYA.co.id | JAKARTA - Strategi Partai Demokrat lebih mengutamakan kemenangan partai di Pileg 2019 daripada memenangkan pasangan Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 patut ditiru.

Salah satu cara Partai Demokrat itu adalah membebaskan kadernya memilih capres dan cawapres manapun yang berpotensi mendongkrak elektabilitas partai berlambang mercy itu.

Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia ( Sigma), Said Salahudin mengungkapkan itu kepada Tribunnews.com (grup SURYA.co.id), Jumat (16/11/2018).

Baca: Fahri Hamzah : Super Star Prabowo Subianto Harus Tampil Berani Menantang Program yang Diklaim Jokowi

Baca: Kicauan SBY, Lebih Mengutamakan Kemenangan Demokrat di Pileg daripada Prabowo-Sandiaga

Menurut Said Salahudin, ditinjau dari sisi yuridis, ikhtiar Partai Demokrat sama sekali tidak melanggar aturan.

"Dan jika ditiru, boleh jadi bisa menyelamatkan parpol yang menjiplak ide itu dari kemungkinan gagal di Pemilu legislatif (Pileg)," ujar Said Salahudin.

Gambaran bahwa hanya ada lima parpol yang akan lolos ‘Parliamentary Threshold’ ( PT) sudah barang tentu membuat dag-dig-dug banyak partai politik.

Baca: Hasil Muktamar Jakarta, PPP Dukung Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019

Sebab, ia merujuk hasil survei terakhir tiga lembaga, Populi Center (22 September – 1 Oktober), Kompas (24 September – 5 Oktober), dan Alvara Research Center (8 – 22 Oktober), misalnya, separuh dari parpol parlemen terancam angkat kaki dari Gedung DPR.

Hasil sementara Pemilu versi lembaga riset itu memberi indikasi bahwa ada yang perlu diperbaiki dari strategi sejumlah parpol pemilik kursi DPR diluar PDIP dan Partai Gerindra.

Sebab, dukungan parpol-parpol itu kepada pasangan Joko Widodo (Jokowi) – Ma’ruf Amin maupun pasangan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno di Pilpres, ternyata tidak berdampak positif terhadap elektabilitas mereka di Pileg.

Di kubu pengusung pasangan nomor urut 01, misalnya, suara Partai Golkar berpotensi anjlok dari 14,75 persen menjadi 10,2 persen dan bahkan bisa sampai 6,2 persen.

Partai Nasdem dari 6,72 persen turun menjadi 4,2 persen-3,4 persen, PPP dari 6,53 persen turun ke 3,2 persen-2,2 persen, dan Partai Hanura dari 5,26 persen menjadi 1 persen- 0,6 persen.

Bahkan walaupun sudah dipromosikan oleh Ma’ruf Amin, suara PKB masih berpotensi ikut turun dari 9,04 persen menjadi 7,2 persen - 6,3 persen.
Hanya satu lembaga yang menyebut suara PKB naik menjadi 10,3 persen.

Potensi penurunan suara juga terjadi pada parpol pendukung nomor urut 02, Partai Demokrat dari 10,19 persen menjadi 6,3 persen - 3 persen, PAN dari 7,59 persen menjadi 2,3 persen - 1,6 persen, dan PKS dari 6,79 persen turun menjadi 3,3 persen - 2,9 persen.

Nah, bercermin pada itu semua, dia melihat Demokrat tampaknya sangat peka terhadap hasil survei itu.

Karena itu mereka langsung memperbaiki strategi kampanyenya dengan menggunakan setidaknya dua cara.

Pertama, mengekspos prestasi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kedua, membebaskan kadernya untuk memilih pasangan Prabowo-Sandi atau pasangan Jokowi-Ma’ruf.

Sayangnya, dia menilai, strategi pertama Demokrat itu sulit diikuti oleh parpol yang lain. Tetapi cara yang kedua bisa saja dilakukan.

"Dengan membebaskan kader dan konstituen untuk memilih capres-cawapres manapun, parpol dapat menjaga Pemilih loyalnya agar tidak berpindah ke lain hati," paparnya.

Sebab, imbuhnya, terdapat kecenderungan Pemilih akan mengubah pilihan ketika parpol jagoannya mendukung capres-cawapres yang tidak mereka sukai.

Dengan diberikan kebebasan di Pilpres, maka para kader merasa mendapatkan jaminan kemerdekaan memilih tanpa khawatir dikenakan sanksi organisasi.

Dengan begitu, loyalitas kader dan konstituen parpol diharapkan dapat tetap terpelihara.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengaku mengetahui ada kader partai yang mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Padahal, Demokrat secara resmi mengusung paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Kami sudah sangat mengetahui, survei internal Partai Demokrat menyatakan memang mayoritas memilih Pak Prabowo, tetapi ada juga yang sesuai dengan kultural wilayah setempat itu memilih Pak Jokowi," kata Ibas saat ditemui di sela-sela acara Pembekalan Caleg DPR RI Partai Demokrat di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (11/11/2018).

Menurut dia, hal itu juga terjadi pada partai lain. Ia menilai, belum tentu seluruh kader mendukung pasangan calon yang diusung secara resmi oleh partai.

Ibas mengatakan, Demokrat adalah partai yang demokratis. Pilihan dukungan untuk pilpres, menurut dia, urusan masing-masing kader sebagai individu.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved