Berita Pendidikan Surabaya
2 SMA di Surabaya Pilot Project Sekolah Ramah Anak, SMA SAIM Tak Pernah Bebani Siswa dengan Tugas
Dua sekolah ditunjuk Dinas Pendidikan Jatim menjadi pilot project implementasi Sekolah Ramah Anak (SRA), yaitu SMA SAIM.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Dua sekolah ditunjuk Dinas Pendidikan Jatim menjadi pilot project implementasi Sekolah Ramah Anak (SRA), yaitu SMA SAIM (Sekolah Alam Insan Mulia) dan SMAN 16 Surabaya.
Keduanya dinilai memiliki unsur pendukung ramah anak baik dalam segi fasilitas sarana dan prasarana maupun kurikulum pembelajaran.
Waka Kesiswaan SMA SAIM, Lotus Respati Nusantara Akbar mengungkapkan salah satu penilaian dalam SRA adalah pemenuhan hak-hak anak. Di antaranya adalah hak belajar dan hak mendengar.
Hal tersebut juga disesuaikan dengan delapan standart nasional yang memenuhi kategori SRA. Di antaranya standart isi yang meliputi kurikulum dan konsep perlindungan anak, standart proses meliputi pembelajaran inspiratif, inovatif, motivasi dan kreativitas, dan minat bakat siswa.
"Sementara standart kompetensi kelulusan di antaranya meliputi pencapaian keterampilan individu. Kemudian standart PTK (pendidik dan tenaga kependidikan), standart pembiayaan, standar penilaian, standar sarana prasarana, dan standar pengelolaan," ungkapnya ketika fikonfirmasi, Minggu (11/11/2018).
Selain itu, pencegahan tindak kekerasan dan bulliying menjadi penilaian paling besar. Hal itu dibuktikkan dengan catatan pengaduan siswa.
"Kami berprinsip dalam mendidik siswa harus mengutamakan sisi kemanusian. Istilahnya memanusiakan manusia," paparnya.
Itu terkait dengan peserta didik inklusi yang diterima di sekolahnya. Dari total 103 siswa, delapan di antaranya merupakan siswa inklusi yang tersebar di kelas 10 hingga 12.
“Kami punya tiga GPK (Guru Pendamping Khusus) untuk mendampingi anak-anak inklusi. Sementara untuk rasio guru BK dengan siswa satu banding lima,”ungkapnya.
Diakui Lotus, implementasi SRA sudah dilakukan oleh pihaknya sejak delapan tahun terakhir. Hanya, tahun ini merupakan kali pertamanya ditunjuk oleh Dindik Jatim dalam menjadi pilot projek SRA di Surabaya.
Sebagai salah satu implementasi SRA, SMA SAIM juga menerapkan disiplin positif. Di mana penerapan tersebut ditekankan pada pemberian konsekuensi yang telah disepakati antara guru dan siswa sebelumnya.
"Kami lebih menggunakan punishmen atau konsekuensi yang sifatnya mendidik dan bermanfaat bagi siswa. Bukan dengan bermain kontak fisik pada siswa yang justru membuat mereka trauma," tutur Lotus.
Sementara dalam proses pembelajaran SAIM tidak pernah membebani siswa dengan pengerjaan tugas. Itu karena pihak sekolah menerapkan proses diskusi antarsiswa di dalam kelas. Di banding memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.
Hal yang sama juga diungkapkan Waka SMAN 16 Surabaya, Sulistyono jika sejak sekolahnya didirikan pihaknya sudah menerapkan SRA. Terbukti warga sekolah di SMAN sangat menjunjung tinggi budi pekerti dan hormat kepada guru dan orangtua dengan pendekatan secara massif.
“Yang terpenting bagaimana kami menghapus diskriminasi terhadap siswa. Guru tidak bermain fisik apalagi mempermalukan siswa di hadapan teman-temannya,” ujarnya.
Di samping itu, pihaknya juga memberikan fasilitas dalam mendukung implementasi SRA, seperti membuat jalur evakuasi, penegasan kawasan bebas rokok juga pemberian ruang baca di sudut-sudut sekolah.
“Meskipun banyak yang perlu dibenahi untuk menjadi sekolah ramah anak, pihaknya juga berupaya dalam memberikan pelayanan terhadap suasana tempat yang aman dan nyaman guna memotivasi siswa minat belajar siswa lebih meningkat,” pungkas Sulis.