Pilpres 2019

Wiranto Ngopi Bareng Al Khaththath hingga Yusuf Mansur : HTI Tunggangi Aksi Bela Tauhid

Menkopolhukam Wiranto menggelar pertemuan dengan sejumlah ulama dan pimpinan ormas Islam untuk membicarakan permasalahan negara.

Editor: Iksan Fauzi
TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Menko Polhukam Wiranto 

SURYA.co.id | JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menggelar pertemuan dengan sejumlah ulama dan pimpinan ormas Islam untuk membicarakan permasalahan negara, di Kemenkopolhukam, Jakarta , Jumat (9/11).

Pertemuan bertajuk "Dengan Semangat Ukhuwah Islamiyah Kita Jaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa" yang dikemas dengan konsep "coffe morning" itu dihadiri mulai Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khathtath, ustaz Yusuf Mansur, Ustadz Arifin Ilham serta perwakilan dari ormas Islam di Indonesia.

Baca: Ngotot Bendera Hitam Habib Rizieq Dipasang Intel, Guntur Romli Tantang Novel Bamukmin

Baca: BREAKING NEWS - Dua Orang Meninggal Dunia Terlindas Kereta Saat Nonton Teatrikal Surabaya Membara

Baca: Sandiaga Uno : Politik Genderuwo Itu Terkait Ekonomi Rente, Praktik Mafia Ekonomi

Selain itu, turut hadir pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Islam (Persis), GNPF Ulama, dan Presidium Alumni 212.

Sementara dari unsur pemerintah, turut hadir Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, pejabat Mabes Polri dan Polda Metro Jaya, serta Deputi II Badan Intelijen Negara (BIN).

Baca: BIN Mengaku Tak Membidik, malah Siap Membantu Habib Rizieq

Baca: Yasonna Laoly Unggah Video Terorisme di Melbourne via Akun Instagram, 1 Orang Tewas

"Hari ini kita diizinkan satu pertemuan silaturahim di antara para pimpinan ormas Islam untuk membincangkan sesuatu yang bermanfaat atau ada kaitannya dengan kebersamaan kita sebagai bangsa Indonesia. Ini acara coffee morning, minum kopi bersama. Sebab, kalau resmi itu semuanya serba sandiwara. Tapi, kalau acara minum kopi, silakan bicara untuk kebaikan," kata Wiranto.

Wiranto mengatakan, pihaknya menggelar acara ini untuk berdialog dengan ulama dan pimpinan ormas Islam dalam rangka menjaga kebersamaan sebagai sesama anak bangsa.

"Untuk melakukan satu dialog bersama dengan lebih santai menjurus kepada substansi yang penting, yaitu masalah ukhuwah islamiah, ulhuwah watoniah, masalah tauhid malasalah akidah, yang selama ini masih menjadi perdebatan," ucap Wiranto.

Dalam acara ini, Wiranto mengkhususkan pembicaraan membahas polemik pembakaran bendera di Garut yang terjadi beberapa waktu lalu.

"Walaupun sudah mereda, tapi masih menjadi perdebatan yang cukup sengit tentang bagaimana pembakaran bendera," ujarnya.

Hasilnya, ada kesepakatan bahwa proses hukum pembakaran bendera dan akidah atas tulisan tauhid merupakan dua konteks yang berbeda dan tidak bisa disatukan.

"Tadi sudah kita jelaskan, begitu ada tulisan La illaha illallah, semua orang akan hormati. Namun, dalam konteks di Garut jangan kemudian dicampur adukan. Tadi sudah ada pemahaman itu, jangan sampai ada fakta‑fakta hukum yang didekati dari dua wilayah yang dicampur adukkan ini yang jadi jacau, yang penting ini sudah selesai," jelas Wiranto.

Kasus pembakaran bendera ini menjadi isu yang perlu dibahas dalam dialog ini, lantaran untuk meredam polemik antarumat Islam, dan mencegah adanya tunggangan politik dari suatu kelompok. "Jadi tetap dalam menjelang tahun‑tahun politik, keamanan ini selalu kondusif, itu yang kita harapkan," ucap Dirjen Polpum Sudarmo menambahkan.

Wiranto juga mengingatkan agar aksi demo tak dipolitisasi. Dia melihat ada beberapa aksi yang ditunggangi oleh anggota Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI).

Aksi Bela Tauhid sendiri dilakukan sebagai buntut pembakaran bendera di Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

"Tadi saya tayangkan untuk demonstrasi yang kedua kali itu, ternyata memang ditunggangi oleh kelompok‑kelompok yang memanfaatkan kepentingan politik tertentu, dimanfaatkan oleh teman‑teman dari HTI untuk tetap eksis berorganisasi," kata Wiranto seusai pertemuan.

Saat berdialog dengan para ulama, kata Wiranto, sudah ada kesamaan paham soal bendera tauhid. Dia bilang aksi pembakaran bendera tauhid di Garut karena kesalahpahaman.

"Dari perwakilan organisasi yang anak buahnya membakar bendera, juga organisasi yang anak buahnya membawa bendera ini saya kumpulin jadi satu, silakan berdialog dan saya bersyukur dialog berlangsung sangat santai, bersahabat dipenuhi dengan suatu kesadaran bahwa dialog semacam ini mencari kebenaran semangat tabayun," papar dia.

"Kita gembira terjadi kesepakatan bahwa ini ada kesalahpahaman yang tidak lagi boleh di masa ke depan nantinya," imbuh Wiranto.

Wiranto berharap perdebatan soal bendera dengan simbol‑simbol tauhid bisa selesai. Para ormas Islam, tambahnya, sudah menerima putusan hukum kepada 3 pelaku dalam insiden pembakaran bendera itu.

"Kesimpulannya, adalah bahwa semua sudah menerima apa yang sekarang sudah diselesaikan. Masalah ukhuwah Islamiah tauhid, akidah yang selama ini masih terjadi perdebatan walaupun sudah mereda tetapi perdebatan yang cukup sengit tentang bagaimana pembakaran bendera, yang pembakar dianggap bendera HTI, tapi sementara sebagian kalangan dianggap sebagai simbol tauhid sehingga terjadi perbedaan yang sangat tajam," jelasnya.

Dia menambahkan, pertemuan dengan ulama akan dilakukan secara berkala. Tujuannya agar kebersamaan umat Islam terus terjaga.

"Saya kira pertemuan semacam ini akan dilakukan secara berkala, periodik agar kebersamaan kita sesama umat Islam, sesama antaragama tetap terjaga," ujarnya.

Sementara itu, juru bicara FPI, Slamet Ma'arif mengatakan terkait polemik bendera, saat ini tak ada larangan dari pemerintah jika ada pihak yang mengibarkan bendera berkalimat tauhid.

Dia berpandangan, yang tidak boleh jika bendera ada logo Hizbut Tahrir Indonesia selaku ormas yang sudah dibubarkan oleh pemerintah.

"Alhamdulillah masalah tauhid yang sedikit buntu bisa terselesaikan. Yang terpenting ada pengakuan pemerintah melalui Kemendagri tentang bendera yang boleh dan nggak boleh. Yang nggak boleh kalau ada tulisan HTI, tapi kalau bendera tauhid nggak dilarang," ujarnya.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Garut, Jawab Barat, menjatuhkan vonis kepada Faisal Mubarok dan Mahfudin, terdakwa pembakar bendera dalam acara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Alun‑alun Limbangan pada 22 Oktober 2018 lalu.

Keduanya divonis hukuman 10 hari penjara dan membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000.

Vonis yang sama juga diberikan kepada Uus selaku pelaku pembawa bendera yang dibakar oleh Faisal Mubarok dan Mahfudin.

Ketiganya telah terbukti bersalah melakukan pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHP, yaitu mengganggu ketertiban umum.

Sebelum ada vonis tersebut, pada 2 November 2018, sempat terjadi aksi turun ke jalan oleh massa menamakan diri Aksi Bela Tauhid.

Massa memprotes pembakaran bendera di Garut karena menilai bendera tersebut adalah bendera tauhid.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved