Kilas Balik

Selain Tragedi Pesawat Woyla, Inilah 4 Kasus Pembajakan yang Menunjukkan Peran Pasukan Khusus TNI

Pasukan khusus TNI seperti Kopassus, Kopaska, dll kerap menunjukkan perannya dalam menangani beberapa kasus pembajakan. Simak kisahnya!

ist
Ilustrasi 

SURYA.co.id - Pasukan khusus TNI seperti Kopassus, Kopaska, dll kerap menunjukkan perannya dalam menangani beberapa kasus pembajakan

Salah satunya yang paling terkenal adalah saat Kopassus menyelamatkan para sandera saat tragedi pembajakan pesawat DC 9 Woyla

Saat itulah Komando Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha) atau yang sekarang bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memperlihatkan kehebatannya.

Seperti dilansir dari buku Benny Moerdani Yang Belum Terungkap' ,Tempo, PT Gramedia, 2015

Puncak pembajakan pesawat DC 9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.

Karena saat itulah dilaksanakan Operasi pembebasan

Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Koppasandha.

Operasi tersebut di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis, Letjen Benny Moerdani.

Adapun Letkol Infanteri Sintong Panjaitan ditunjuk menjadi pemimpin operasi di lapangan.

Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.

Baca: Sebelum Kopassus Datang, Begini Derita Penumpang Pesawat Woyla yang Dibajak, Hanya Diberi Roti Tawar

Saat penyerbuan, pasukan terbagi dalam lima tim.

Tiga tim bertugas menyerbu ke dalam pesawat, dua lainnya bersiaga di luar.

Tim pertama dipimpin Kapten Untung Suroso yang akan masuk dari pintu darurat depan.

Tim kedua dipimpin Letnan Dua Rusman AT yang bertugas menyerbu dari pintu darurat atas sayap kiri pesawat.

Adapun pemimpin tim ketiga adalah calon perwira Ahmad Kirang yang masuk melalui pintu ekor pesawat.

Sekitar pukul 02.00, tim bergerak mendekati pesawat dengan menaiki mobil VW Kombi.

Berjarak sekitar 500 meter dari ekor pesawat, para pasukan pun mulai berjalan kaki.

Saat itulah Benny Moerdani menyusup ke barisan tim Ahmad Kirang.

Penampilannya berbeda dari yang lain. Benny Moerdani memakai jaket hitam dan menenteng pistol mitraliur.

Letkol Infanteri Sintong Panjaitan yang menjadi pemimpin operasi lapangan menjelaskan bahwa kehadiran Benny itu di luar skenario.

"Ini di luar skenario," ujarnya dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.'

Baca: Prajurit Kopassus Ini Alami Hal Mistis Saat Tersesat di Hutan Papua, Merasa Diikuti 3 Sosok Gaib

Namun pada akhirnya Sintong membiarkan Benny Moerdani tetap dalam pasukan.

Setelah pesawat berhasil dikuasai pasukan Kopassus, Benny Moerdani lagi-lagi melakukan aksi tak terduga.

Benny Moerdani tiba-tiba masuk ke pesawat sambil menenteng pistol bersama Kolonel Teddy.

Benny Moerdani kemudian menuju kokpit dan menyuruh Teddy untuk memeriksa panel elektronik Woyla.

Setelah dinyatakan aman dari ancaman bom yang diaktifkan melalui sirkuit pesawat, Benny Moerdani lantas mengambil mikrofon.

"This is two zero six. Could I speak to Yoga, please?" kata Benny.

Yoga Soegomo yang berada di ruang crisis center di menara bandara pun merespons.

"Operasi berhasil, sudah selesai semua," ujar Benny Moerdani melapor.

Operasi pembebasan itupun berjalan sukses.

Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera.

Ternyata, bukan sekali ini pasukan khusus TNI menunjukkan kehebatannya dalam menangani kasus pembajakan

Berdasarkan catatan kompas, ada beberapa kali penyanderaan yang bisa digagalkan pasukan khusus TNI, Kopassus, Marinir dan Kopaska. Berikut ini di antaranya:

1. Merpati Air 4 April 1972

Sebelum pembajakan terhadap DC-9 Garuda Woyla, Kompas mencatat setidaknya ada dua pembajakan pesawat pada tahun 1972 dan 1977. Dua pembajakan tersebut sama-sama ditumpas tanpa korban jiwa.

Pembajakan pertama dialami oleh penerbangan Merpati Nusantara Airlines (MNA) rute Surabaya-Jakarta pada 4 April 1972.

Pembajak tunggal Hermawan dengan bekal dua granat tangan meminta pesawat memutar haluan untuk kemudian mendarat di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.

Ketika itu, MNA 171 membawa 36 penumpang dengan 7 awak pesawat. Hermawan meminta uang tebusan Rp 20 juta dan sebuah parasut untuk terjun bebas.

Jika tidak dipenuhi, dia mengancam akan meledakkan pesawat.

Menteri Perhubungan Frans Seda, ketika itu, berang mendengar pembajakan itu.

Dia menyatakan, pembajakan tidak dapat ditolerir dan memerintahkan supaya pembajak ditangkap hidup-hidup atau "dikorbankan".

Akhirnya, diam-diam ban-ban pesawat itu dikempiskan sehingga pesawat tidak dapat lepas landas.

Dalam sebuah kesempatan, pilot pesawat itu, Hindiarto Sugondo, menangkap lemparan pistol dari anggota AURI dari luar pesawat.

Dor, dor, dor! Dengan pistol itu, Hindiarto tanpa ampun menembak mati Hermawan.

2. Garuda 5 September 1977

Upaya pembajakan pesawat kedua terjadi pada 5 September 1977 terhadap penerbangan GA-488 dengan rute Jakarta-Surabaya.

Pesawat itu bersiap untuk lepas landas pada pukul 19.00.

Namun, karyawan sipil honorer TNI AU bernama Triyudo langsung mengeluarkan badik untuk menyandera pramugari.

Triyudo belum sempat mengeluarkan tuntutan, tetapi tahu-tahu diringkus oleh seorang penumpang dari belakang.

Ternyata penumpang itu kebetulan seorang pilot Garuda yang sedang menumpang di penerbangan itu dari bangku penumpang.

Setelah tahu Triyudo beroperasi sendiri dengan hanya berbekal senjata tajam, pilot itu tanpa ragu langsung beraksi untuk meringkus pembajak GA-488.

3. MV Sinar Kudus

Beberapa tahun silam, Indonesia juga dikejutkan dengan kabar perompakan terhadap kapal MV Sinar Kudus dengan 20 awak dari Indonesia.

Mereka ditawan bajak laut Somalia sejak 16 Maret 2011 selama 46 hari.

Untuk membebaskan anak buah kapal (ABK) MV Sinar Kudus, pihak Indonesia harus membayar uang tebusan 3,5 juta dollar AS.

Namun, penyerahan uang tidak dapat dilakukan begitu saja. Ada sejumlah persyaratan dan tata cara penyerahan yang berlika- liku.

Bahkan akhirnya, uang tebusan didrop dengan pesawat terbang selama lima kali ke dek MV Sinar Kudus.

Perompak jelas menolak pembayaran dengan cara ditransfer karena kemudian dapat dibekukan sewaktu-waktu.

Namun dalam keterangan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Senin (2/5/2011), terungkap bahwa pasukan TNI sempat mengejar rombongan terakhir perompak yang turun dari kapal.

Pasukan khusus dari Marinir, Komando Pasukan Katak, dan Komando Pasukan Khusus yang kemudian mengejar para perompak itu.

Empat perompak kemudian ditembak mati dalam pengejaran itu.

"Tindakan ini memberikan pesan kepada dunia bahwa Pemerintah Indonesia sama sekali tak menoleransi pembajakan," ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (2009-2014) Djoko Suyanto (Kompas, 3 Mei 2011).

Djoko mengatakan, opsi militer disiapkan sejak awal.

Pasukan TNI bahkan telah dikirim ke Somalia sejak 23 Maret 2011.

Artinya, ketika selama berminggu-minggu terjadi polemik di media, atau ketika negosiasi sedang berlangsung, diam-diam pasukan TNI sudah dipersiapkan dan diterbangkan ke Somalia.

4. Perompakan Abu Sayyaf

Kita kembali dikejutkan dengan perompakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12.

Sebanyak 10 warga negara Indonesia telah disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Indonesia tentu menghormati yurisdiksi Filipina.

Namun, ada pula keselamatan warga negara Indonesia yang dipertaruhkan. Bahkan lebih jauh lagi, ada stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara yang mulai diganggu.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, telah menyarankan negosiasi kultural.

Dikutip dari Kompas, Kamis (31/3/2016), Hikmahanto mengatakan, dapat saja Indonesia mempertegas posisinya sebagai negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia sebagai tawaran saat negosiasi.

Namun, di sisi lain, kita apresiasi pula pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

Beberapa hari lalu, dia menyatakan, "Tentara sudah siap semua, tinggal (keputusan Filipina) di sana. Kalau di sana (Filipina) meminta bantuan, kita masuk," ujar Ryamizard.

Lantas, apa yang sedang dikerjakan tentara kita untuk menghadapi kelompok Abu Sayyaf?

Tampaknya, kita harus membaca ulang berita di harian Kompas, Senin, 30 Maret 1981, berjudul "Pesawat GA-206 Dibajak".

Alinea terakhir bertuliskan, "Oleh karena beberapa sebab, bahan-bahan yang sejauh ini terus dikumpulkan oleh Kompas belum bisa disiarkan".

Jadi kini, tentu saja pasukan khusus dari TNI sedang bersiap.

Namun, karena ada nyawa 10 WNI yang harus dipastikan keselamatannya, maka kemungkinan akan sangat berbahaya bila memublikasikan rencana operasinya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved