Ekonomi

Rupiah Bisa Anjlok Rp 16.000 per Dolar. Ini Analisis Senior CSA Research Institue, Reza Priyambada

Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada berpendapat, ada beberapa faktor yang mengakibatkan rupiah kian tergerus.

Editor: Iksan Fauzi
Tribunnews
Nilai Rupiah Masih Melemah, Ekonomi Indonesia Justru Masuk Daftar 10 Besar Dunia versi IMF 

SURYA.co.id | JAKARTA - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun depresiasinya mencapai 12,39 persen ke level Rp 15.235 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah dikhawatirkan bisa anjlok hingga 16 ribu per dolar AS.

Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada berpendapat, ada beberapa faktor yang mengakibatkan rupiah kian tergerus.

Baca: Ribut Pemeriksaan Amien Rais, Kata Mahfud MD : Dia Bukan Target Tersangka

Baca: Kabar Suap kepada Kapolri Tito Karnavian Adalah Hoaks, Begini Penjelasan Mahfud MD

Pertama, Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve berencana kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya.

Sentimen tersebut membuat laju dolar kian digdaya.

"The Fed menginginkan suku bunga dinaikkan, karena mereka merasa yakin ekonomi Amerika akan baik," kata Reza Priyambada, di Jakarta,  Kamis (11/10/2018). 

Baca: Arema FC Dihukum Tanding Tanpa Penonton sampai Akhir Musim, Yuli Sumpil Tak Boleh Masuk Stadion

Baca: Kena Sanksi dari Komdis PSSI, CEO Arema FC Iwan Budianto Ajak Aremania Instropeksi Diri

Faktor kedua, dampak sentimen kenaikan harga minyak dunia yang saat ini menembus level 80 dolar AS per barrel. 

Reza Priyambada menilai, melemahnya rupiah hingga ke level Rp 15.200 per dolar AS sekarang di luar perkiraan.

"Sebelumnya dolar berada di kisaran  Rp 12.600 ‑ Rp 12.900 kemudian perkiraan tahun ini di kisaran Rp 12.500 ‑ Rp 13.000, yang terjadi terus ambrol," kata Reza. 

Bukan tidak mungkin, terkait kondisi seperti sekarang, jika tidak ditangani secara cepat rupiah bisa kian melemah.

"Level Rp 15.800 sampai ke Rp 16.000 per dolar AS mungkin terjadi manakala tidak ada upaya pencegahan," ujarnya.

Reza menilai, selama ini kebijakan yang sering dilakukan untuk meredam pelemahan rupiah yaitu melalui kebijakan menaikkan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia 7days reverse repo rate yang saat ini sudah di level 5,75 persen.

Baca: Amien Rais Mengaku Iba saat Ratna Sarumpaet Cerita Dianiaya

"Kenaikan suku bunga nggak banyak pengaruh, cadangan devisa kita anjlok. Suku bunga naik akan membuat perbankan ikut naikkan bunga kredit. Artinya suku bunga dinaikkan, jika perbaikan fiskal tidak dilakukan, ibarat menggarami lautan," katanya.

Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi menyebut tidak hanya Indonesia yang merasakan gejolak perekonomian global akibat kebijakan ekonomi AS .

Negara‑negara lainnya, seperti Mexico, Afrika Selatan, Madagaskar, dan Filipina juga turut merasakan gejolak  tersebut.

Para gubernur bank dan menteri keuangannya saling berbagi tips mengenai mengenai cara penanganannya.

"Langkah yang mereka ambil adalah mengupayakan agar nilai tukar bergerak sesuai fundamentalnya. Penting menjaga resiliensi ekonomi agar kurs tidak bergerak liar," tutur Doddy Zulverdi di Nusa Dua, Bali, Rabu.

IHSG anjlok tajam

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan pemerintah juga tengah menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan memastikan daya saing pasar keuangan Indonesia tetap menarik dan menjaga transaksi berjalan tetap terjaga.

"Kami terus melakukan reformasi untuk memastikan daya arus masuk investasi asing. Kami juga terus meningkatkan daya tarik untuk meningkatkan investasi," papar Perry Warjiyo.

Bank Indonesia juga mengawal suku bunga yang diterapkan serta bekerjasama dengan pemerintah, otoritas jasa keuangan (OJK), dan lembaga lainnya.

"Kami telah memperhitungkan efek dari normalisas bank AS. Kami telah memasukkan ini ke dalam kebijakan suku bunga dan nilai tukar,"Perry.

Pada Kamis (11/10/2018), harga saham gabungan terkoreksi cukup tajam ke posisi 5.702,82 poin atau melemah 117,84 poin setara 2,02 persen. 

IHSG terimbas melemahnya bursa saham di Asia.

Indeks Shanghai Composite melemah cukup dalam, 5,22 persen disusul pelemahan indeks Hang Seng 3,54 persen, indeks Nikkei melemah 3,89 persen dan Strait Times melemah 2,69 persen.

IHSG mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp 7,42 triliun dari 11,23 miliar unit saham yang diperdagangkan dan frekuensi sebanyak 374,984 kali. 

Sebanyak 337 saham melemah,  78 saham lainnya menguat, dan 94 saham bergerak mendatar.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan pelemahan IHSG terdampak melemahnya bursa saham global.

"Karena  dampak dari luar, Dow Jones kan turunnya luar biasa sehingga pasti berdampak ke Indonesia. Hang Seng juga anjlok hampir 3 persen," kata Inarno.

Inarno menuturkan, tekanan pada bursa saham dalam negeri lantaran gejolak yang berasal dari eksternal tersebut sifatnya hanya sementara.

Selain itu, adanya pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Bali menunjukkan kepada dunia internasional fundamen ekonomi dalam negeri masih kuat.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved