Kilas Balik
Liku-liku Masa Kecil Soeharto - Sempat 'Diculik' Ayah Kandungnya Sendiri, Untung Ada Sosok Ini
Cerita masa kecil Soeharto memang penuh dengan lika-liku kehidupan, bahkan sempat 'diculik' ayah kandungnya sendiri. Simak kisahnya!
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Cerita masa kecil Soeharto memang penuh dengan lika-liku kehidupan, bahkan sempat beberapa kali Soeharto kecil berganti-ganti pengasuh.
Soeharto memang dikenal sebagai sosok yang tegas karena latar belakang militer yang dimilikinya
Ketegasan itu bahkan kerap menjadikan Presiden kedua Republik Indonesia itu dianggap sebagai sosok yang disegani.
Menjadi orang paling berkuasa di Indonesia selama 32 tahun, mungkin banyak orang bertanya-tanya seperti apa masa kecil Soeharto?
Seperti dikutip dari buku 'Soeharto: The Life And Legacy Of Indonesia's Second President' karya Retnowati Abdulgani-Knapp, berikut cerita kelahiran dan masa kecil Soeharto
Tanggal 8 Juni 1921. Seorang perempuan bernama Sukirah terbaring lemah di sebuah rumah di Desa Kemusuk.
Perempuan yang baru melahirkan itu terlihat sangat kesakitan. Tenaga yang tersisa sangat minim, hingga tak mampu untuk menopang tubuhnya.
Baca: Benarkah Soeharto Melakukan Kudeta Bertahap Saat G30S PKI? Inilah Penjelasan Versi Sukmawati
Baca: Aksi Kopassus Tumpas Simpatisan PKI yang Terkenal Kebal Senjata, Tak Ragu Pakai Cara Kekerasan
Bahkan, untuk sekadar menyusui bayi yang menangis kencang di sampingnya.
Air mata Sukirah meleleh. Antara bahagia bercampur sedih, memikirkan masa depan anaknya.
Pasalnya, pernikahan Sukirah dengan suaminya berada di ambang kehancuran!
Sukirah menikah dengan Kertoredjo, seorang duda beranak dua, karena perjodohan.
Sebagai wanita desa, usia Sukirah yang menginjak 16 tahun dipandang sudah lebih dari cukup untuk menikah.
Itu sebabnya, ketika Kertoredjo naksir Sukirah, orangtua Sukirah tidak berpikir panjang lagi untuk segera menikahkan anak gadisnya.
Dalam rentang waktu yang singkat setelah Kertoredjo bertemu dengan Sukirah, ijab kabul pun terlaksana.
Kertoredjo berganti nama Kertosudiro usai menikah dengan Sukirah
Pernikahan yang awalnya diharapkan akan membawa bahagia oleh Sukirah ternyata justru membawa petaka.
Kertosudiro yang berprofesi sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu, bukanlah tipe lelaki yang cukup bertanggung jawab.
Lantaran tidak ada hiburan (listrik belum masuk desa, hingga radio dan televisi belum ada), Kertosudiro jadi lebih banyak bermalas-malasan sambil berjudi dan merokok.
Semua uang dan harta yang dimiliki pasangan ini tersedot untuk modal judi Kertosudiro. Malah, perhiasan pribadi Sukirah yang dibawanya sejak gadis juga ludes tak berbekas.
Frustrasi, dalam keadaan hamil tua Sukirah memutuskan kembali ke orangtuanya.
Sayang, Sukirah tidak diterima dengan tangan terbuka di rumahnya. Sebab, tradisi Jawa pada masa itu memandang rendah istri yang meninggalkan suaminya.
Tertekan dengan perilaku Kertosudiro dan ketidakramahan keluarganya, Sukirah sering bersembunyi dari satu kamar ke kamar lain, sambil melakukan puasa selama berhari-hari, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan ngebleng.
Dalam kondisi sangat drop, Sukirah melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Soeharto (Soe = lebih baik, Harto = harta).
Khawatir dengan kesehatannya yang semakin hari makin buruk, Soeharto yang baru berumur 40 hari diserahkan pada Mbah Kromodiryo, bidan yang membantunya melahirkan, sekaligus adik perempuan nenek Soeharto dari pihak ayah.
Sementara Soeharto diurus Mbah Kromodiryo, Sukirah mengurus perceraiannya dengan Kertosudiro. Dan, seperti kasus perceraian umumnya, perebutan hak asuh juga terjadi.
Sesuai ketentuan hukum, hak asuh Soeharto jatuh ke tangan Sukirah.
Namun, dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sukirah sendiri justru kemudian menyerahkan hak asuh Soeharto kepada Kertosudiro.
Hanya aja, meski hak asuh sudah berpindah tangan, Soeharto tetap ikut Mbah Kromodiryo
Baca: 3 Cara Membuat Akun WhatsApp (WA) Tanpa Verifikasi Nomor HP, Biar Orang Asing Tak Tahu Nomormu
Baca: Cara Mengolah Kentang Jadi Obat Diabetes & Hancurkan Sel Kanker, Tanpa Bahan Kimia
Sering berganti pengasuh
Setelah bercerai, tidak lama kemudian Kertosudiro menikah kembali dan memiliki empat orang anak.
Sedangkan Sukirah juga menikah lagi dengan laki-laki bernama Atmoprawiro, lalu punya tujuh orang anak yang salah satunya bernama Probosutedjo.
Atmoprawiro pun menyayangi Soeharto layaknya anak kandung.
Maka dari itu, dia meminta Sukirah untuk mengambil Soeharto dari Mbah Kromodiryo.
Singkat cerita, usaha Sukirah dan Atmoprawiro berhasil. Umur empat tahun, Soeharto kembali ke pelukan Sukirah.
Tapi, kebahagiaan yang dirasakan Soeharto dekat dengan ibunya tidak berlangsung lama.
Umur delapan tahun, Kertosudiro "menculik" Soeharto. Dia menyerahkan Soeharto pada adik perempuannya yang tinggal di Wuryantoro.
Kertosudiro menganggap Soeharto akan terawat lebih baik jika tinggal di sana.
Sebab suami adiknya, Prawirowihardjo, adalah seorang mantri tani alias petugas tanah, yang mapan secara finansial serta berpendidikan tinggi.
Setahun berlalu, Soeharto yang sedang libur sekolah dibawa pulang oleh Atmoprawiro.
Hingga liburan berakhir, Sukirah dan Atmoprawiro ternyata tetap tidak mau melepaskan Soeharto.
Terdorong rasa sayang yang besar, Ibu Prawirowihardjo menjemput dan memohon agar Soeharto diperbolehkan kembali ke rumahnya.
Ibu Prawirowihardjo cemas akan pendidikan Soeharto jika tidak diperbolehkan kembali ke rumahnya
Melihat kesungguhan ibu Prawirowihardjo dalam berniat mengurus dan mendidik Soeharto seperti anaknya sendiri, Sukirah dan Atmoprawiro rela juga memberikan Soeharto.
Sejak saat itulah Soeharto baru punya "keluarga tetap". Dia tinggal dengan tenang dan nyaman di rumah bibinya tersebut, sampai usai masa remaja dan mulai bekerja.
Baca: 5 Obat Alami yang Mampu Turunkan Kecanduan Rokok, Semuanya Bahan Rumahan dan Mudah Didapat
Baca: Link Live Streaming Korea Open 2018 Selasa 25 September Jam 14.00, 3 Perwakilan Indonesia Akan Main
Perjalanan Karir Militer Soeharto hingga Akhir Hayatnya
Perjuangan keras dilalui Soeharto untuk meraih pangkat hingga Jenderal Besar lima.
Dilansir dari Nakita, karir militer Soeharto berawal saat menjadi prajurit KNIL (1942) atau tentara kerajaan Hindia Belanda.
Saat Jepang menduduki Indonesia dan Belanda menyatakan menyerah, Soeharto bergabung dalam prajurit PETA (Pembela Tanah Air).
Begitu Jepang kehilangan kekuasaan dan Indonesia memasuki masa transisi revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan, Soeharto yang sudah memiliki keterampilan bertempur langsung bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Sebagai anggota TKR yang kemudian menjabat Batalyon X, Soeharto terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan pasukan Sekutu dan Belanda.
Pasukan Sekutu yang datang ke Indonesia pasca proklamasi 1945 itu bertugas melucuti tentara Jepang sekaligus mengambil alih kekuasaan RI ke tangan kolonial Belanda.
Soeharto saat itu berpangkat Letkol, pernah terlibat dalam beberapa pertempuran besar di kawasan Banyubiru, Ambarawa (Palagan Ambarawa), dan serbuan dadakan ke kota Yogyakarta yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 atau Enam Jam Di Yogya.
Pascakemerdekaan, Soeharto tetap memiliki peran yang penting dalam lingkup militer (TNI).
Soeharto kemudian mengemban amanah sebagai Paglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dan sekaligus penumpasan Gerakan 30 September (Gestapu), pada dekade yang sama, Soeharto juga menjabat sebagai Pangkostrad.
Irian Barat kembali ke pangkuan RI pada 1 Mei 1963 dan Gestapu berhasil diredam pada Oktober 1965.
Maret 1967, Soeharto dikukuhkan sebagai presiden ke-2 RI menggantikan Soekarno yang dituntut mundur oleh mahasiswa dan masyarakat pada Juli 1966.
Soeharto kemudian menjadi presiden RI dengan berbagai gejolak politik dan ekonomi yang turut mewarnai hingga 21 Mei 1998.
Sebagai seorang militer yang telah kenyang berbagai pertempuran besar, Soeharto pernah dianugerahi kehormatan tertinggi sebagai Jenderal Besar TNI.
Ia wafat pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di Astana Giri Bangun, Solo, Jawa Tengah.
Karir Soeharto yang menjadi semacam batu loncatannya untuk menduduki Presiden RI adalah saat menjabat sebagai Pangkostrad pada 6 Maret 1961.
Awalnya, KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil di akhir tahun 1960, yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.
Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang tetap menjabat sebagai panglimanya (Pangkostrad).
Pada saat yang bersamaan, Soeharto juga menjabat sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat berpangkat Mayor Jenderal.
Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karir Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia.