Berita Malang Raya
Pakde Karwo Tak Ingin Isu Korupsi di Kota Malang Sebabkan Distrust Terhadap Parpol
Soekarwo berharap masyarakat tak menggeneralisasi isu korupsi di Kota Malang yang dilakukan sejumlah oknum dewan
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | SURABAYA – Gubernur Jawa Timur, Soekarwo berharap masyarakat tak menggeneralisasi isu korupsi di Kota Malang yang dilakukan sejumlah oknum dewan di DPRD Kota Malang.
Menurut pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini, isu yang telah berkembang di level nasional tersebut selaiknya tak dijadikan acuan masyarakat dengan menganggap seluruh partai politik sama saja.
Apalagi, sampai menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) kepada parpol.
”Ini masalah nasional yang penting. Tolong masyarakat diberikan penjelasan secara utuh,” kata Pakde Karwo ketika ditemui di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Sabtu (8/9/2018).
”Jangan sampai demokrasi, menyebabkan distrust terhadap partai. Padahal, partai kerja dengan lancar,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jatim ini.
Pakde Karwo mencontohkan sistem kerja di parpol tersebut baik dengan dibuktikan cepatnya proses Pergantian Antar Wakrtu Anggota DPRD di Kota Malang.
“Alhamdulillah, birokrasi untuk PAW ini berjalan lancar. (Proses melengkapi berkas) KPU (Komisi Pemilihan Umum) juga lancar. Rapat Rabu (Persiapan PAW), Sabtu pukul 11.00 WIB sudah selesai,” katanya.
Untuk memastikan kejadian serupa tak terulang, Anggota DPRD baru tesebut juga diminta untuk menandatangani Pakta Integritas pasca pelantikan, Senin (8/9/2018).
Pakta Integritas tersebut berisi kesediaan para anggota dewan terlantik untuk menjaga integritas anggota, di antaranya dengan tidak melakukan tindakan korupsi.
”Penandatangan tersebut akan dilakukan di depan pimpinan parpol,” kata pria yang juga menjabat Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Sebelumnya, Pakde Karwo juga menyebut masalah korupsi sebenarnya menyangkut masalah integritas atau pribadi seseorang.
Sehingga, sulit untuk dicegah melalui sistem sekalipun apabila integritas seorang pejabat tersebut memang buruk.
"Pelayanan kepada masyarakat bisa menggunakan IT. Tapi, kalau masalah integritas kan ora iso dadi mesin terus dilebokne dadane uwong (Namun, kalau masalah integritas kan tidak bisa dijadikan mesin kemudian dipasang di dadanya orang)," sindir Pakde Karwo yang juga asli Madiun ini.
Sehingga, e-new budjegting menurutnya menjadi salah satu solusinya.
Misalnya, pada saat KUA PPAS, yang mana harga satuan dasar barang dan harga satuan lainnya telah terdata.
"Nah masalahnya, kasus ini kan berada di luar itu. Misalnya, soal pemerasan kan tidak bisa diantisipasi melalui sistem," kata Pakde Karwo yang juga Gubernur Jatim dua periode ini.
Menurutnya, sistem kaderisasi bagi elit legislatif yang berada di DPRD menurutnya menjadi tanggung jawab partai politik.
Oleh karenanya, sikap antisipatif tersebut seharusnya dilakukan oleh partai politik.
"Tolonglah partai politik ikut memberikan pendidikan kepada kadernya. Kan uang untuk partai politik juga sudah naik," katanya.
"Kualitas yang dicalonkan harus punya kualitas baik," imbuhnya.
Ia mencontoh kaderisasi partai yang dilakukan partai politik di luar negeri.
Menurut Pakde Karwo, selain melakukan penelitian administrasi, partai politik juga memperhitungkan latar belakang kebiasaan hingga keluarga calon politisi.
"Misalnya, dia anaknya siapa? Dia punya mobil baru, uang dari mana? Kebiasaannya seperti dugem, uangnya darimana? Semua latar belakangnya harusnya diteliti," kata Pakde Karwo.
Dengan banyaknya pejabat eksekutif maupun legislatif yang tertangkap oleh KPK, Pakde Karwo mengatakan tak khawatir citra Jawa Timur akan tercoreng. Sebab, menurutnya pemerintahan tetap harus berjalan.
"Prihatin, iya. Kalau kawatir, tidak. Sebab, pemerintahan kan harus tetap jalan. Apalagi, saya kan sebagai gubernur tak bisa menghambat pencalonan seorang Calon Legislatif melalui sebuah partai," katanya.
Untuk diketahui, kasus korupsi ini mencuat setelah sebanyak 41 dari total 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) mengumumkan, para anggota dewan ini diduga menerima fee dari Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang mereka sebagai anggota DPRD.
Para tersangka tersebut diduga menerima hadiah atau janji terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015.