Citizen Reporter
Nira Aren Jangan Sampai Habis
Usia pohon aren yang sangat panjang. Ketika umur 25 tahun pohon itu baru bisa disadap niranya.
Desa Banjar kaya akan potensi alam dan budaya. Desa yang berada di Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi itu memiliki bentang alam berupa perbukitan yang subur.
Beragam tumbuhan dapat tumbuh subur di sana. Salah satunya pohon aren. Pohon yang setiap bagiannya memiliki manfaat ini merupakan hadiah tak terhingga dari Tuhan untuk masyarakat Suku Osing Desa Banjar. Dapat dikatakan demikian karena pohon aren memang tumbuh dan besar secara liar tanpa membutuhkan perawatan apalagi biaya.
Salah satu warga yang turut merasakan hadiah itu adalah Masyhuri, petani aren dari Dusun Rembang. Dalam mengolah nira menjadi sebuah gula, bapak dari dua anak itu dibantu ibunya untuk memasak nira. Istrinya yang mencetak menjadi bentuk tabung-tabung kecil.
Satu tabung kecil gula dihargai Rp 5.000. Setiap hari keluarga Masyhuri bisa menghasilkan antara 25-30 potong gula yang artinya ia bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp150.000 per hari.
“Menjadi petani aren itu mudah. Kerjanya cuma pagi dan sore. Selebihnya, digunakan untuk bercocok tanam dan mencari rumput untuk ternak. Bisa dikatakan menjadi petani aren hanya sebagai profesi sampingan,” kata Masyhuri, Rabu (11/7/2018).
Walaupun pekerjaan menjadi petani aren memiliki omzet yang cukup besar, profesi itu lambat laun akan punah. Itu disebabkan dua faktor. Pertama kurangnya minat yang ada dari pemudanya untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya.
"Faktor kedua karena usia pohon aren yang sangat panjang. Bayangkan, ketika umur 25 tahun pohon itu baru bisa disadap niranya,” imbuh Masyhuri.
Lukman, Ketua Adat Desa Banjar mengatakan, menjadi seorang petani aren tidak hanya melulu berbicara soal ekonomi saja melainkan juga tentang kepribadian. Seorang petani aren harus memiliki kepribadian yang jujur.
Itu seperti mitos yang berkembang di masyarakat Desa Banjar. Pohon aren itu adalah jelmaan dari seorang janda bernama Reni. Ia memiliki sifat cemburu yang sangat besar. Para petani aren Desa Banjar ketika hendak menyadap nira harus memakai pakaian yang sederhana yang jauh dari wewangian.
Pakaian yang dipakai menyadap hari ini juga harus dipakai esok hari, begitu seterusnya. Apabila hal itu dilanggar maka pohon aren akan berhenti mengeluarkan niranya karena merasa suaminya (petani aren) telah melakukan serong.
Hasan Basri
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora
UIN Maliki Malang
15310138@student.uin-malang.ac.id