Berita Tulungagung

Ada Arca Dwarapala di Empat Penjuru Pintu Masuk Tulungagung, Ternyata Ini Maknanya

Dwarapala Tulungagung ini unik karena tidak mewakili dwarapala kerajaan yang pernah ada, seperti Kediri maupun Majapahit.

Penulis: David Yohanes | Editor: Titis Jati Permata
surya/david yohannes
Arca dwarapala di sisi utara Kota Tulungagung. 

SURYA.co.id | TULUNGAGUNG - Jika kita masuk ke wilayah Kota Tulungagung, maka kita akan disambut sepasang patung dwarapala.

Patung raksasa ini berada di empat penjuru pintu masuk Kota Tulungagung.

Di sisi utara berada di Kedungwaru, tepatnya di depan Masjid Baiturahman di Jalan Pahlawan.

Di sisi timur di Jalan Mayor Sujadi, Kelurahan Jepun, tepatnya di depan bekas pabrik rokok Retjo Pentung.

Di selatan ada di batas desa Beji, Kecamatan Boyolangu dan Kelurahan Tamanan.

Sedangkan di barat berada di sebelah barat Jembata Lempupeteng, berjarak sekitar 100 meter.

Di masing-masing lokasi ini, ada dua arca yang mengapit jalan akses ke Kota Tulungagung.

Namun banyak warga Tulungagung yang tidak arti penting arca ini.

"Banyak yang mengira arca ini peninggalan Pabrik Rokok Retjo Pentung. Padahal bukan," ujar Pengelola Museum Wajakensis, Hariyadi.

Patung ini bahkan sudah ada jauh sebelum berdirinya pabrik rokok yang sudah tutup ini.

Lanjut Hariyadi, dwarapala Tulungagung ini unik karena tidak mewakili dwarapala kerajaan yang pernah ada, seperti Kediri maupun Majapahit.

Misalnya dari sisi bentuk, ada yang memakai kuncir, dan posisinya saling berhadapan.

"Karena bentuknya yang unik itu, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan sempat turun meneliti," tutur Hariyadi.

Penelitian untuk mengungkap, dari mana asalnya arca dwarapala di setiap batas kota ini.

Disimpulkan jika arca-arca ini memang bukan dari era kerajaan, namun arca asli Tulungagung.

Masih menurut Hariyadi, tahun 1900 terjadi pemindahan ibu kota Kabupaten Ngrowo dari Kauman ke Kuto Anyar (Tulungagung).

Pada tahun 1901 barulah patung ini ada. Sehingga disimpulkan, patung ini sengaja dipasang sebagai tolak bala di empat penjuru kota.

"Filosofi patung ini memang untuk tolak bala. Jadi mungkin maksudnya agar ibu kota kabupaten yang baru bisa terbebas dari mara bahaya," terangnya.

Namun ada pula pendapat yang mengatakan, arca ini sebagai sengkolo atau penanda hari.

Keberadaan arca ini untuk menandakan pemindahan ibu kota kabupaten dari Kauman ke Tulungagung.

Lanjut Hariyadi, apa pun fungsi dari arca itu, namun sudah termasuk cagar budaya lokal Tulungagung.

Karena itu keberadaannya wajib dilindungi masyarakat dan pemerintah setempat.

"Menurut Undang-undang lebih dari 50 tahun, punya ciri tertentu dan mewakili budaya lokal sudah dianggap cagar budaya lokal, bukan nasional," pungkas Hariyadi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved