Berita Blitar
Remaja 16 Tahun yang Bunuh Diri di Blitar Dikenal Pandai dan Pendiam, Ini Kata Sang Kepala Sekolah
Remaja 16 tahun yang bunuh diri di Kota Blitar itu dikenal pandai dan pendiam. Nilai rata-rata ujiannya pun tinggi.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | BLITAR - Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jatim wilayah Kota/Kabupaten Blitar, Suhartono, sudah mengetahui peristiwa yang menimpa EPA, remaja 16 tahun yang ditemukan tewas gantung diri di kamar kos.
Suhartono juga sudah mendengar informasi soal motif bunuh diri EPA karena diduga khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar.
"Saya sekarang di Surabaya, semalam saya sudah dengar kabar itu. Saya berusaha mengkonfirmasi ke beberapa pihak soal motif korban bunuh diri," kata Suhartono dihubungi, Rabu (30/5/2018).
Menurut Suhartono, motif korban bunuh diri bukan hanya persoalan khawatir tidak bisa masuk di SMA favorit karena masalah zonasi.
Sebab, dilihat dari rekam jejak pendidikannya, korban merupakan siswi berprestasi. Nilai ujian nasional korban juga tergolong tinggi.
"Bukan hanya soal itu (zonasi), mungkin ada masalah lain," ujar Suhartono.
Suhartono menjelaskan, dalam sistem zonasi, siswa dari Kabupaten Blitar tetap mempunyai peluang sekolah di Kota Blitar.
Namun, penerimaan siswa dari luar kota hanya 10 persen.
Kalau siswa itu memang pandai dan berprestasi, menurutnya masih punya peluang masuk SMA di Kota Blitar.
"Kalau nilainya tinggi masih bisa bersaing masuk sekolah di kota," ujarnya.
Sekadar diketahui, EPA, remaja 16 tahun yang nekat bunuh diri dengan cara gantung diri di kamar kos merupakan lulusan SMPN 1 Kota Blitar tahun ini.
Di kalangan guru, EPA tergolong murid yang pandai dan pendiam.
Hal itu diungkapkan Kepala SMPN 1 Kota Blitar, Kateman, saat dihubungi, Selasa (29/5/2018).
Kateman mengaku mendapat kabar soal peristiwa itu menjelang salat tarawih.
Dia mendapat kabar melalui pesan WhatsApp soal peristiwa yang menimpa EPA.
"Saya baru buka pesannya sepulang dari masjid. HP saya tinggal di rumah," kata Kateman.
Menurut Kateman, EPA merupakan siswi yang berprestasi di sekolah.
Sikap EPA di sekolah juga baik. EPA terkenal anak yang pendiam.
Nilai ujian nasional EPA juga bagus. EPA menduduki peringkat ke 30 di sekolah dengan nilai ujian nasional 359,0.
Nilai rata-rata ujian nasional EPA sekitar 89.
"Dia anaknya memang pandai. Kami ikut berduka dengan peristiwa yang menimpa EPA," ujarnya.
Baca: Remaja 16 tahun yang Gantung Diri di Blitar Itu Tinggalkan Empat Surat Wasiat, Isinya Bikin Trenyuh
Baca: Misteri Motif Bunuh Diri Remaja 16 tahun di Kota Blitar, Ia Sempat Curhat ke Temannya Soal Ini
Baca: Tewas di Kamar Kos, Siswi 16 Tahun Tinggalkan 4 Surat Wasiat, Informasi Penting Soal Korban Terkuak
Kateman juga kaget mendengar kabar soal peristiwa yang menimpa EPA.
Sebab, selama ini, para guru melihat EPA tidak pernah ada masalah.
Saat sidang pengumuman kelulusan, guru BK juga memberi laporan tidak ada masalah dengan para siswa.
Soal dugaan motif yang mendorong EPA nekat bunuh diri karena khawatir tidak diterima di salah satu SMA favorit di Kota Blitar, Kateman belum tahu detailnya.
Tetapi, dia mengakui ada kabar itu yang beredar di grup WA.
"Ada kabar soal itu di grup WA siswa yang diterima guru. Saya juga dikirimi screen shot obrolan siswa di grup WA. Tapi kebenarannya saya belum tahu," kata Kateman.
Sebelumnya, EPA (16) ditemukan tewas bunuh diri di kamar kos, Jl A Yani, Kelurahan/Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Selasa (29/5/2018).
Siswi yang baru lulus SMP tahun ini ditemukan tewas dengan cara menggantung di pintu kamar kos.
Jasad EPA pertama kali ditemukan menggantung di kusen pintu kamar oleh Mariani.
Tubuh Mariani langsung lemas begitu melihat anak asuhnya meninggal dengan cara tragis.
Mariani merupakan pengasuh EPA sejak kecil. Mariani ikut tinggal di tempat kos bersama EPA.
Sedangkan rumah orang tua EPA berada di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.
Setelah lulus SD, EPA melanjutkan di salah satu SMP negeri di Kota Blitar.
Lalu, EPA tinggal di tempat kos di Jl A Yani bersama pengasuhnya, Mariani.
Mariani tidak tahu persis apa motif yang membuat anak asuhnya nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.
Tetapi, belakangan, EPA memang agak kecewa karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA negeri favorit di Kota Blitar.
Sebab, sistem penerimaan siswa baru SMA di Kota Blitar menggunakan sistem zonasi.
Sistem zonasi ini memang memprioritaskan anak yang berdomisili di Kota Blitar.
Sedangkan domisili EPA masih ikut orang tuanya di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.
"Soal itu, orang tuanya sudah berusaha menenangkannya. Orang tuanya meminta EPA agar melanjutkan SMA di Srengat," ujar Mariani.