Citizen Reporter

Diary Perjalanan, Agar Jalan-jalan menjadi Sangat Menyenangkan

apa enaknya berjalan-jalan dengan teman perjalanan yang malu-malu dan tidak percaya diri? nah, diary perjalanan ini bisa mengatasinya ...

Editor: Tri Hatma Ningsih
sandi iswahyudi/citizen reporter
Permainan Diary Perjalanan 

Reportase Sandi Iswahyudi
Blogger/digital marketing/moslem traveler

 

SESUNGGUHNYA perjalanan adalah cara termanis untuk mengenal diri dan teman seperjalanan lebih dalam. Cara terindah untuk menangkap beragam makna yang telah Allah sisipkan di masing-masing ciptaanNya. Namun, bagi mereka yang baru mengenal teman seperjalanan, kerap menemui kendala, malu berterus terang.

Hal ini yang terjadi dan mewarnai awal perjalanan kami ke Pulau Lombok selama empat hari (18-21/12/2017) bersama dua teman dari Yayasan Gerakan Sadar Kebaikan Buku (GSKB) dan dua adik dari panti asuhan Aisyiyah Malang.

Semacam ada tembok penghalang yang membuat perjalanan kami menjadi kurang nyaman, walau sejak awal sudah disampaikan bila perjalanan akan menyenangkan dan jika ada sesuatu yang ingin disampaikan, mereka tinggal mengatakan.

Menyadari kondisi ini, malam harinya setiba di Selong, Lombok Timur, saya mengusulkan meretas penghalang lewat permainan Diary Perjalanan.    Permainan membuat kami mau tidak mau saling membaur satu sama lain.

Begitu memasuki permainan, masing-masing orang harus saling bergantian berbicara panjang lebar dengan jujur dan kemudian lebih banyak mendengarkan yang lain.

Contohnya, kami total berlima, tiga dari tim GSKB dan dua adik panti asuhan. Artinya, satu kali orang bicara, empat kali lebih banyak harus mendengarkan dengan seksama.

Sebagaimana penciptaan manusia. Manusia dititipi oleh Allah satu mulut dan dua telinga. Hikmahnya, manusia diminta untuk lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Mendengarkan bukan hanya dari satu sisi semata, melainkan dua sisi.

Melalui permainan Diary Perjalanan, kami belajar dalam waktu bersamaan menjadi guru dan murid. Itulah sejatinya hidup, di atas langit masih ada langit. Tidak layak, siapa pun dia menyombongkan dirinya, kecuali Allah Azza wa Jalla.

Terus kenapa disebut dengan permainan Diary Perjalanan? Sebab Diary Perjalanan ini tidak menulis bersama, melainkan kami diskusi melingkar, bergantian menyampaikan dan mendengarkan. Satu orang jika ingin menyampaikan diarynya, ia harus membuka dengan bunyi tertentu yang berbeda daripada yang lain. Pun saat menyudahi cerita, ia harus menutup dengan bunyi yang sama atau berbeda.

Sontak beberapa kali bunyi itu membuat kami tersenyum, ada juga yang tertawa. Momen seperti inilah yang sebenarnya diharapkan dari permainan ini. Proses transfer informasi satu dengan yang lainnya tidak lagi ada sekat status sosial, semua berhak berbicara dan wajib mendengarkan. Sebab, sejatinya belajar ilmu tidak melihat siapa yang menyampaikan, tapi apa yang disampaikan.

“Pertama saya merasa takut, karena di sini saya bingung harus ngomong apa saat harus menyampaikan tentang keseharian yang saya rasakan. Tapi saat diary ini dimulai saya mulai merasakan, dengan adanya diary ini, saya bisa mengetahui makna dari setiap orang yang berbeda-beda,” kata Eka Widiya Sari, dari Panti Asuhan Reverside, Dau mengenai pendapatnya adanya permainan Diary Perjalanan.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved