Single Focus
Bisnis Pujasera Kekinian - Pendapatan Drop tapi Lebih Nyaman
Pemkot Surabaya menyediakan 44 titik sentra wisata kuliner yang mengadopsi bisnis pujasera kekinian.
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Konsep tempat makan bertema eatery atau pujasera juga diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan mendirikan 44 titik sentra wisata kuliner.
Berbeda dengan eatery milik perorangan, pendirian pujasera milik Pemkot ini, bertujuan membersihkan pedagang kaki lima (PKL) di pinggir jalan.
Nyatanya, banyak sentra kuliner yang berkembang dan menguntungkan bagi PKL yang direlokasi.
Sebut saja, sentra wisata kuliner di Taman Bungkul, di Taman Flora, di Taman Prestasi, di Wonorejo, dan beberapa titik yang lain.
Salah satu sentra wisata kuliner yang baru setahun berdiri dan kini mulai berkembang, sentra wisata kuliner Dharmahusada.
Eni, penjual nasi padang di Sentra wisata kuliner Dharmahusada mengungkapkan, meski baru satu tahun berdiri pihaknya cukup lega tempatnya berjualan idak sepi.
"Di sini cukup strategis lokasinya. Banyak perkantoran, sehingga pegawai yang makan di sini juga banyak," kata Eni, akhir pekan lalu.
(Baca: Bisnis Pujasera Kekinian - Lambe Toerah Culinary Sajikan Minuman Unggulan)
Setidaknya, ada 41 PKL yang berkumpul di eatery di ujung Jl Dharmahusada ini. Mereka berjualan dalam dua shift. Pagi hingga sore, sore hingga malam.
"Paling ramai saat makan siang, di sini sudah dikondisikan yang jual makanan tidak boleh jual minuman. Sehari saya bisa dapat sekitar Rp 300.000 sampai Rp 400.000," ujarnya.
Angka itu, diakuinya, tidak sebesar yang ia dapatkan saat bejualan di jalanan. Namun, menurut Eni, ke depan sentra wisata di sini akan lebih ramai lantaran lokasi yang strategis dan kawasannya berkembang.
Sulastri, pedagang tongseng juga menyatakan hal yang sama. Menurunnya pendapatan selama berjualan di sentra kuliner ini karena pengunjung jadi banyak pilihan.
"Kalau dulu ada pelanggan datang pasti cari tongseng. Kalau di sini, saat datang akan lihat ke sekeliling dulu baru memutuskan makan apa," ucapnya.
Meski begitu, menurut Sulastri, berjualan di sini terbilang nyaman, bersih serta sewanya murah. Perbulan hanya bayar Rp 250.000, termasuk retribusi Rp 30.000 ke Pemkot.
Sisanya, biaya air dan listrik yang dikoordinasikan dengan ketua paguyuban.
Sejauh ini, diakui Sulastri, banyak pujasera dan eatery kekinian yang konsepnya sama dengan sentra wisata kuliner. Namun desain lebih moderen dan instagramable.
"Kalau diterapkan di sini sepertinya kurang cocok. Yang makan di sini tidak hanya anak muda. Tapi kadang keluarga atau sendiri-sendiri. Kalau desainnya seperti yang moderen nanti disangka mahal," urainya.
Tempat Relokasi
Di sisi lain, Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Fauzi M Yos mengatakan, sentra kuliner di Surabaya memang dikembangkan untuk relokasi PKL. Namun konsep didesain Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang.
"Sistemnya di kawasan tertentu ada PKL yang akan ditertibkan. Mereka diberi solusi agar bisa berjualan, dengan mendirikan sentra kuliner tidak jauh dari tempat asal mereka," ucap Yos.
Terkait desain, pihaknya menyebut memang belum mengarah ke konsep yang kekinian seperti eatery.
"Tetapi, desain bangunan dan tata letak sudah dibuat moderen agar menarik pelanggan untuk masuk ke sentra PKL," tutur Yos.