Pemkot Surabaya
Jual Tanah Kavling bakal Dilarang- Dewan: Pengembang akan lepas Kewajiban Fasum jika Tanah Kecil
Menurut Mochammad Mahmud, pelarangan untuk menjual kavlingan ini lebih dikhususkan pengembang besar memiliki lahan besar lalu dipecah-pecah.
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Parmin
SURYA.CO.ID | SURABAYA - Kota Surabaya bakal mengeluarkan regulasi baru di bidang properti. Yaitu pengusaha properti tidak akan diizinkan untuk menjual tanah perumahan berupa kavlingan.
Aturan itu kini sedang disusun untuk dijadikan peraturan daerah inisiatif dari DPRD Kota Surabaya.
Aturan ini dibuat bukan untuk menghambat investasi di sektor properti, melainkan untuk mengurangi dampak negatif lingkungan jika perumahan kavlingan terus dikembangkan.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Badan Pembuat Perdaerah (BPP) DPRD Kota Surabaya Mochammad Mahmud.
Ia mengatakan selama ini perizinan untuk penjualan perumahan kavlingan memang sudah ditekan oleh Pemkot.
"Tapi sampai saat ini kebijakan itu masih belum ada payung hukumnya. Oleh sebab itu ini sedang digodog agar aturan tersebut disahkan dalam Perda inisiatif," kata politisi Fraksi Demokrat ini, Selasa (22/8/2017).
Menurutnya, pelarangan untuk menjual kavlingan ini lebih dikhususkan untuk pengembang besar. Terutama yang memiliki lahan besar lalu dipecah-pecah dijual berupa tanah kavlingan.
Sebab hal itu akan membuat mereka menghindar untuk penyerahan fasilitas umum.
"Setiap pengembang perumahan harus menyerahkan fasum sebesar 40 persen. Nah kalau kavlingan bagaimana menyerahkan, mereka biasanya tidak mau menyerahkan. Makanya ke depan untuk pengembang besar akan kita larang," ucap Mahmud.
Aturan ini tidak berlaku untuk penjual tanah kavlingan yang hanya puluhan meter persegi.
Mereka dianggap justru membantu warga kecil untuk mendapatkan perumahan murah. Toh, yang dijual hanya satu satu dua rumah saja.
"Dampaknya kalau tidak ada penyerahan fasum, maka kasihan warga juga, tidak ada kewajiban pengembang menyediakan masjid, taman, lampu, dan juga fasilitas umun lain," katanya.
Dalam rancangan aturan itu juga akan diterapkan sanksi. Di mana jika masih ada pengembang skala besar sepeti perusahaan yang masih menjual kavlingan, Pemkot akan bertindak tegas.
"Sanksinya bisa tidak menerbitkan IMB, bisa pula mencabut izin pembangunan perumahan yang dilakukan pengembang," tandas Mahmud.
Rencanaya rancangan Perda ini dimasukkan dalam program legislasi daerah tahun 2018 di mana penyusunannya akhir tahun 2017.
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Eri Cahyadi menanggapi positif adanya aturan tersebut.
Sebab selama ini masih banyak penjualan kavlingan oleh pengembang di kawasan Gunung Anyar, dan banyak kawasan lain.
Senada dengan Mahmud, perumahan kavlingan tidak menyediakan fasum yang akan merugikan masyarakat.
"Fasum ada beberapa jenis. Mulai fasum masjid, fasum jalan, fasum penerangan jalan umum, dan juga fasum saluran," kata Eri.
Ia mencontohkan jika ada tanah seluas 10 hektar dipecah-pecah menjadi tanah kavlingan, maka tidak akan ada fasilitas berupa jalan, saluran, dan penerangan jalan.
Lalu yang akan menanggung adalah warga yang menghuni perumahan kavlingan tersebut.
"Kalau misalnya sewaktu-waktu pemilik lahan menurut akses jalan ya boleh saja, wong tanahnya masih tanahnya pemilik tanah kavlingan. Padahal seharusnya fasum jalan, saluran itu diserahkan ke Pemkot," ucap Eri. Sehingga jika ada kerusakan, jika membutuhkan perbaikan warga bisa mengajukan ke Pemkot.