Kurangi Limbah Batubara, Dosen ITS Raih Anugerah Iptek Adibarata
Dosen Teknik Sipil ITS, mendapat penghargaan bergengsi Anugerah Iptek Adibrata. Itu dia terima berkat penelitiannya tentang penanganan limbah batubara
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | MAKASSAR - Limbah batubara di Indonesia tergolong sebagai limbah berbahaya. Pemanfaatannya sebagai bahan pembuatan beton juga terhalang perizinan.
Namun, dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),Dr ENG Januarti Jaya Ekaputri ST MT berhasil membuat beton Geopav, yaitu paving non semen.
Geopav merupakan salah satu inovasi beton geopolimer yang dibuatnya hingga memperoleh Anugerah Iptek Adibrata.
Penghargaan ini diperoleh dosen yang akrab di panggil Yani dalam pembukaan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-22 di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (10/8/2017).
Alumnus Tokyo University ini mengungkapkan, geopav dikenal sebagai material non-semen. Yaitu abu yang dihasilkan dari pembakaran batubara atau kerap disebut Fly Ashdan Bottom Ash.
“Penelitian tentang beton geopolimer di Indonesia sudah saya lakukan sejak tahun 2005. Tetapi sayang sekali belum dimanfaatkan di industri,” ungkapnya usai menerima penghargaan didampingi rektor ITS.
Kurangnya minat industri karena selama ini sangat sedikit kerjasama antara peneliti dengan industri pemanfaat hasil riset ini. Selain itu, kendala terbesar adalah fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) menurut PP 101 tahun 2014.
“Penelitian tentang paving dan bata geopolimer ini awalnya bekerjasama dengan PT Kasmaji Inti Utama, pabrik penghasil bahan kimia, di tahun 2014. Pabrik ini kesulitan mengelola limbah batu baranya karena kendala aturan limbah B3 tersebut,” ungkap ibu 3 anak ini.
Limbah yang dihasilkan industri tersebut mencapai 1 ton per hari. Sehingga pasokan abu untuk riset semakinmeningkat dan hasil riset semakin cepat didapatkan. Di tahun pertama didapatkan pendaftaran paten atas Komposisi Batako dan Paving Geopolimer dari Bahan Abu Batu Bara Limbah Pabrik dan Metode Pembuatannya.
“Saat ini, penelitian mengenai Geopav masih terus berlanjut dengan dana kemenristekdikti dan bekerja sama dengan PLTU Suralaya, Banten,” ujarnya.
Rencananya, riset akan dikembangkan untuk pengcoran jalan menggunakan fly ash dan bottom ash. Karena kualitas fly ash yang sangat tergantung dari mutu batubara yang dipakai,ITS berupaya untuk membuat kontrol kualitas dalam pemanfaatan limbah ini di skala industri.
“Kelebihan inovasi ini adalah kuat tekan paving beton geopolimer bisa mencapai 50 MPa dalam suhu ruang di umur 7 hari, sementara kekuatan ini dicapai di umur 28 hari pada paving konvensional. Selain itu, prosesnya sederhana dan murah, jika dibandingkan dengan paving konvensional,” akunya.
Ia juga telah menganalisa kandungan beton yang dibuat tidak mengandung racun yang berbahaya. Berdasarkan SNI 03-0691-1996 Geopav dikategorikan dalam mutu A.
Inovasi ini bahkan diakui kemanfaatannya dengan penghargaan dari beberapa negara. Sebagai upaya teaching factory, riset ini masih terus dikembangkan ke skala industri dengan mengundang PLTU se-Indonesia untuk mengikuti alih teknologi di ITS.
Rektor ITS, Prof Joni Hermana mengungkapkan dalam Hakteknas ini banyak yang ingin ditekankan ITS sebagai salah satu kontributor inovasi. Dengan perkembangan inovasi yang dilakukan eberdasarkan tema-tema yang terjadi i masyarakat.