Berita Banyuwangi
Para Peternak Sapi Perah Purwoharjo Berkembang Bersama Koperasi
Beternak sapi hanya bisa di dataran tinggi? Ah, itu hanya mitos. Buktinya, peternak sapi perah di Purwoharjo ini sukses meski di dataran rendah.
Penulis: Haorrahman | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | BANYUWANGI –Purwoharjo, sebuah kecamatan di selatan Banyuwangi, terletak sekitar 45 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Banyuwangi.
Kecamatan ini merupakan dataran rendah yang berada di sepanjang pantai selatan.Di Kecamatan ini, tepatnya Desa Glagahagung, terdapat kelompok peternak sapi yang sukses bersama koperasi.
Dalam kelompok itu terdapat sekitar 80 peternak sapi perah yang bernaung di bawah Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Karyo Ngremboko.
Plt Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi, Alief Rahman Kartiono mengatakan, koperasi ini termasuk memiliki manajemen yang baik.
Bahkan kini menginspirasi kelompok ternak sapi perah di kecamatan lainnya, seperti Bangorejo, Genteng, dan lainnya.
”Belajar dari koperasi ini, kini mulai muncul embrio koperasi pada kelompok peternak di dareah lainnya. Kami terus lakukan pendampingan pada kelompok lain, agar bisa seperti di Purwoharjo,” kata Alief, Jumat (9/6).
Alief mengatakan, KPSP Karyo Ngremboko ini masih terbilang baru. Berdiri sekitar 2014, setelah Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi, bersinergi untuk mendirikan koperasi.
Awalnya, para peternak di Desa Glagahagung, merupakan kelompok peternak sapi perah, yang sering mendapat bantuan berupa bantuan modal dan alat-alat peternakan dari pemerintah. Namun Alief melihat, kelompok peternak sapi di Glagahagung ini memiliki potensi besar.
”Lama kelamaan kok sayang, kalau hanya seperti ini terus. Sehingga kami putuskan untuk membantu membentuk koperasi bagi kelompok peternak di desa ini. Agar endingnya, kelompok peternak sapi bisa lebih mandiri dan bisa mensejahterakan anggotanya,” kata Alief.
Setelah terbentuk koperasi, dinas terus memberikan pendampingan dengan melakukan diversifikasi produk. Para peternak dilatih agar tidak hanya mengolah susu murni saja, melainkan juga produk olahan lanjutan lainnya.
”Ternyata dari berjalannya waktu, koperasi ini terus berkembang dan kini telah dirasakan manfaatnya,” kata Alief.
Selain memproduksi susu murni, susu sapi dari koperasi ini juga sudah diolah menjadi susu segar dalam kemasan gelas plastik ukuran 240 ml, yang bisa dikonsumsi langsung. Selain itu juga diolah menjadi permen susu. Alief mengatakan, selanjutnya akan dilatih untuk membuat keju.
Pemerintah daerah juga memfasilitasi, susu murni dari peternak sapi perah di Banyuwangi menjadi salah satu pemasok susu bagi pabrik susu Nestle.
Saat ini KPSP Karyo Ngremboko bisa memproduksi ribuan liter susu segar setiap hari. Jumlah sapi yang dikelola telah mencapai 650 ekor lebih.
Dalam dua hari sekali, koperasi mengirim 3.000 liter susu murni pada Nestle. Meski demikian, menurut Alief, jumlah tersebut sebenarnya dibilang masih belum cukup untuk memenuhi pasokan pada Nestle.
Susu yang dihasilkan berkualitas baik, memiliki grade 1 sampai 2. Kadar lemaknya di atas 12 persen, dengan berat jenis di atas 1,014, serta kandungan bakteri (Total Plate Count/TPC) di bawah 1 juta per mililiter.
Untuk grade 1 atau grade tertinggi, harganya bisa mencapai Rp. 5.200/ liter. Setiap penurunan grade, harga dikurangi Rp. 200 per liternya.
KPSP Karyo Ngremboko mengambil susu dari peternak anggotanya dengan harga standar harga Rp 4.700 per liter.
Selain itu, anggota koperasi ini juga bisa menjual susu secara langsung kepada konsumen seharga Rp 10.000 per liter.
Berani Ambil Risiko
Kesuksesan KPSP Karyo Ngremboko salah satunya karena berani mengambil risiko. Koperasi ini telah mematahkan mitos, bahwa beternak sapi perah hanya bisa dilakukan di daerah yang memiliki hawa dingin, seperti di dataran tinggi.
Namun di daerah dataran rendah seperti Purwoharjo, para peternak di sini berhasil menjalankan peternakan sapi perah.
"Tidak harus di dataran tinggi. Daerah yang panas seperti di desa ini juga bisa dijalankan. Kuncinya harus disiplin dan menjaga asupan makanan maupun nutrisi sapi," kata Edy Sutrisno, salah satu peternak di Koperasi Karyo Ngremboko.
Selain itu harus berani berinovasi dengan segala risikonya. Untuk pakan, peternak sapi di koperasi memiliki formula tersendiri yakni dari batang daun buah naga dan pohon jeruk.
Tiap hari satu ekor sapi perah membutuhkan pakan sebanyak 30-40 kilogram. Dengan formula ini, peternak lebih diuntungkan. Karena Purwoharjo dan kecamatan di sekitarnya merupakan sentra buah naga dan jeruk di Banyuwangi. Untuk menemukan inovasi itu bukan hal yang mudah.
"Beberapa kali percobaan pernah gagal. Bahkan saat uji coba dulu, pernah 30 sapi perah mati," kata Edy.
Akhirnya setelah beberapa kali uji coba, baru diketahui ternyata buah naga memiliki kandungan air hingga 90 persen. Untuk dijadikan pakan ternak sapi yang baik, harus dicampur terlebih dulu dengan bungkil jagung.
Kini dalam satu hari per ekor sapi perah rata rata menghasilkan 10 liter susu. Bahkan di masa setelah melahirkan, satu ekor sapi bisa memproduksi 15- 20 liter susu perhari.
Terus Berninovasi Pasca Produksi
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan, peternakan sapi perah memiliki prospek yang cerah.
Selain banyak perusahaan atau pabrik pengolahan susu yang butuh pasokan susu murni, banyak masyarakat yang kini mulai sadar akan kebutuhan susu murni.
Karena itu Anas meminta agar peternak untuk terus berpikir lebih kreatif dengan lebih mengembangkan pengolahan pasca produksi.
"Saya menginginkan agar peternak ini tidak menjual susu segar saja, namun diolah agar susu mempunyai nilai tambah" kata Anas.
Susu sapi, sambungnya, bisa diolah menjadi banyak produk yang kalau dijual, harganya menjadi lebih tinggi ketimbang harga susu sapi murni. Misalnya, produk lulur kecantikan, sabun, minuman kesehatan, masker wajah, makanan, serta berbagai produk lainnya.
Menurut Anas, peternak yang bisa mengolah susu menjadi produk makanan akan mendapat keuntungan lebih.
Lebih lanjut Anas mengatakan, Pemkab Banyuwangi juga telah menambah anggaran agar dapat mengirimkan peternak ke berbagai pelatihan pengolahan susu.
”Dinas Peternakan serta Dinas Koperasi dan UMKM, harus terus melakukan pendampingan terhadap usaha-usaha rakyat seperti ini,” kata Anas.
Selain itu, pemerintah telah turut berperan dalam pengembangan peternakan sapi. Salah satunya melalui Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS) dari Kementerian Pertanian.
Tujuan dari asuransi ini untuk memberikan perlindungan kepada peternak sapi jika terjadi risiko kehilangan atau kematian ternak akibat serangan penyakit, kecelakaan, dan proses melahirkan. Dengan demikian, tambah Anas, asuransi membuat usaha para peternak sapi perah lebih terjamin.
”Dengan asuransi ini menjamin para peternak terhadap risiko yang dihadapi. Preminya sangat murah,” kata Anas.
Anas menjelaskan, premi asuransi ini hanya Rp 200.000 per ekor per tahun. Namun karena pemerintah memberikan subsidi 80 persen atau Rp 160.000, maka peternak hanya membayar Rp 40.000 per ekor per tahun. Sementara nilai pertanggungan yang mereka terima, bisa mencapai Rp 10 juta per ekor.