Berita Politik
Pengamat: Sistem Proporsional Tertutup Berpotensi Munculkan Konflik Internal Partai
"Kalau ingin menerapkan sistem tertutup, manajemen dalam partai harus bagus," kata Suko WIdodo.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Pengamat politik Universitas Negeri Airlangga Surabaya (Unair) Suko Widodo mengatakkan partai harus memiliki manajerial kepartaian yang optimal sebelum menerapkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Apabila tidak, kata Suko, berbagai dampak negatif bisa terjadi.
Optimalisasi manajemen kepartaian, ucapnya, harus dimulai dari tahap kaderisasi. Sistem kaderisasi harus transparan dan dimulai dari struktur yang paling bawah.
"Kalau ingin menerapkan sistem tertutup, manajemen dalam partai harus bagus," kata Suko kepada Surya.co.id, Jumat (14/4/2017).
"Hal itu bisa dimulai dari tahap kaderisasi. Kaderisasi yang bagus harus transparan dan dimulai dari bawah. Misalnya, dari tahap ranting, cabang, baru ke wilayah atau ke pusat," jelas dia.
Apabila tak ada transparansi, Suko mengkhawatirkan terjadi "politik dinasti".
Yakni, perekrutan fungsionaris pada struktur partai dengan hanya berdasar kedekatan, popularitas, atau bahkan uang.
"Kaderisasi partai harus mementingkan kapabilitas dan potensi anggota. Bukan karena kepentingan pihak-pihak tertentu," kata Humas Unair ini.
Apabila sistem proporsional tertutup tetap dilakukan tanpa adanya perbaikan mekanisme partai, Suko memperkirakan berpotensi nepotisme hingga konflik internal partai.
"Efek negatifnya untuk partai, bisa memunculkan nepotisme hingga konflik internal. Sedangkan untuk rakyat, mereka akan diwakili oleh orang yang belum tentu berkompeten," tutur Suko.
Meskipun demikian, Suko tetap mendukung kedua sistem pemilu, baik terbuka maupun tertutup.
"Kalau mekanisme dalam partai sudah baik, ya silakan pakai tertutup. Tapi, kalau belum, mending terbuka saja. Toh, selama ini image partai di masyarakat juga belum terlalu bagus," pungkasnya.