Sambang Kampung
Tak Mudah Kembangkan Kampung Bordir di Rungkut, ini Alasannya
Mengembangkan kawasan Rungkut sebagai kawasan sentra bordir tidaklah mudah. Ini dia alasannya....
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SURABAYA - Usaha melatih perajin bordir pernah dilakukan di wilayah Rungkut, Surabaya, pada tahun 2010.
Sayangnya, banyak anggota kelompok yang tidak mampu bertahan. Semula ada 16 orang anggota, berangsur-angsur mundur dan kini tinggal tujuh orang.
"Membordir itu memerlukan ketelatenan, masalahnya ibu-ibu anggota kelompok kami banyak yang putus asa ketika berlatih," ungkap Lilik Zulfihyah, ketua kelompok perajin bordir di wilayah Rungkut kepada Surya.
Diakui Lilik tidak mudah membuat bordir yang disukai pasar. Karena pengerjaannya butuh waktu yang tak singkat.
Untuk menguasai teknik membordir perlu kesungguhan dan kesabaran. Lilik yang yang mempunyai latar belakang seorang penjahit saja, mengaku harus berlatih kursus bordir secara khusus selama enam bulan.
Acapkali Lilik menawarkan pesanan bordir kepada anggota kelompok, maksudnya agar bisa memberi semangat berlatih.
"Tapi jika sulit sedikit, mereka selalu jawab, 'Sudah bu. Ibu saja yang mengerjakan'," Lilik menirukan tetangganya.
Padahal, potensi mendapatkan tambahan pendapatan dari pekerjaan bordir sangat besar, penghasilan bisa jutaan rupiah tiap bulannya.
"Sebab, bordir itu bisa diaplikasikan ke semua hal. Sehingga selalu punya pasar," ujar pemilik brand Lilix's ini.
Kendala lain menambah jumlah anggota kelompok karena tak tersedianya alat bordir. Di awal pembentukan sentra bordir pada 2010, Pemkot Surabaya memberikan bantuan alat dan program pelatihan kepada warga. Namun, program tersebut berhenti di tahun 2015.
"Sebenarnya banyak yang ingin melakukan usaha. Namun, terbatas di alat," pungkasnya.