Reportase dari Mesir

Inilah Siwa, Sisi Lain Mesir yang Mendunia

dihuni suku Barbar dengan rumah-rumah sederhana dan sedikit jalan berpoles aspal, toh pariwisata Mesir yang mendunia semuanya ada di kota ini..

Editor: Tri Hatma Ningsih
istimewa
Sudut Kota Siwa, di Matrouh, Mesir 

Reporter : Nanang Syaiful Rohman
Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Negeri Malang/bertugas di Pusat Kebudayaan Informasi Indonesia di Kairo dan Pusat Studi Indonesia Ismailia Mesir

HIRUK-PIKUK kota, keramaian jalanan, dan bising klakson kendaraan yang memuncak sat libur panjang Idul Adha di Kairo memaksa saya menyingkir ke Siwa, salah satu derah di Mesir. Di situlah tempat kebudayaan di mulai. Kesantunan dan keramahtamahannya terjaga.

Siwa, kota di Provinsi Matrouh, Mesir bagian barat, berjarak 750 km dari kairo. Jangan berharap kota ini seperti Kairo. Pusat Kota Siwa sangatlah berbeda dengan Kota Kairo. Bangunan-bangunan rumah masih sangat sederhana dengan jalanan masih beralaskan tanah. Hanya sedikit jalanan berpoles aspal.

Namun, tak dimungkiri jika Siwa memiliki pariwisata berskala dunia. Selain padang pasir Great Sand Sea, Siwa juga memiliki beberapa tempat wisata yang sangat menarik. Di antaranya Syali Qadimah yang merupakan kota kuno yang menjadi tempat tinggal Suku Barbar pertama di Siwa.

Ada juga Salt Lake, danau garam yang terhampar sepanjang 8x40 km, Ain Cleopatra, sumber mata air yang dipercaya digunakan oleh Cleopatra untuk mandi, kuil Oracle atau biasa disebut dengan kuil Dewa Amun; Dewa Mesir.

Ma’bad Alexander yang merupakan istana Alexander The Great ketika singgah di Mesir, jazirah Fatnas yang merupakan daratan di tengah danau garam yang menjadi kebun kurma, dan Jabal Dakrour, bukit  tempat berkumpulnya penduduk Siwa.

Meskipun demikian, modernitas tidak tampak terlihat di kota yang memiliki luas sekitar 20 km dan panjang sekitar 80 km yang dihuni sekitar 23.000 penduduk. Penduduk Siwa masih sangat menjaga nilai budaya Islam tradisional.

Hal ini terlihat dari kebiasaan masyarakat Siwa yang menikahkan para gadisnya di usia muda. Setelah menikah, perempuan Siwa ini nyaris tak pernah keluar dari rumah. Jika keluar rumah mereka akan menggunakan kerudung penuh yang menutupi seluruh bagian kepala dan wajah termasuk matanya.

Ada satu tempat menarik di kota yang banyak dihuni etnis Barbar dan berinteraksi menggunakan Bahasa Siwi, sekaligus menjawab keraguan saya tentang sistem kemasyarakatan di Siwa. Jabal Dakrour, bukit sangat monumental karena dulunya menjadi tempat pertumpahan darah penduduk Siwa.

Sekarang bukit ini menjadi tempat berkumpul penduduk Siwa setiap ulang tahun kota ini. Biasanya acara diadakan pada pertengahan bulan Oktober setelah panen kurma dan zaitun.

Semua warga berkumpul di Jabal Dakrour bersama 11 syaikh (pemimpin) dari 11 kabilah di seluruh Siwa. Pada pertemuan ini biasanya kesebelas syaikh akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat selama setahun. Tidak ada pengadilan pemerintah di kota ini.

Permasalahan akan selesai saat pertemuan berlangsung. Kabarnya kriminalitas nyaris tidak pernah terjadi di kota ini. Tidak ada perkelahian apalagi pembunuhan. Suasana sangat islami dan berbudaya.

Dan saya pun berandai-andai, andai ada penawaran untuk mengajar BIPA di kota ini, spontan saya akan menjawab, ya!

Apalagi kalau bukan sisi humanitas dari masyarakat Siwa yang membuat semua orang termasuk saya berpikir untuk tinggal di Siwa lebih lama dan merasakan kesantunan dan keramahan masyarakatnya.

Oh Siwa...

Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Publikasikan Karya di Media Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved