Citizen Reporter
Begini Membaca Cepat Teknik 5 Jari
membaca buku bagi anak muda terasa membosankan, karena membaca lewat gadget jauh lebih keren.. agar anak muda kembali ke buku, coba teknik 5 jari ini
Reportase : Anggun Putri AM
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Trunojoyo Madura/aktivis Komunitas Karsa dan TBM Lembu Madura
BANYAK cara dilakukan untuk menggairahkan gerakan literasi sekolah. Salah satunya, jurus lima jari dengan hati yang rutin dilakukan murid SMAN 1 Bangkalan, Madura ini.
Setidaknya ada tiga teknik rahasia membaca cepat yang dikenalkan Wati, guru senior bahasa Indonesia di SMA ini. Yakni, niat, khusyuk, dan senang. Ketiga teknik jitu itulah yang dipraktikkan di awal jam mata pelajaran bahasa Indonesia.
Bersama-sama mahasiswa PPL Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Trunojoyo Madura, Wati, membiasakan muridnya untuk terus berlatih membaca cepat dengan menggunakan telapak tangan.
”Tangan ini mewakili jiwa, mewakili hati, sehingga hati yang akan membaca,” nasihatnya.
Begitu telapak tangan sudah digunakan untuk meraba dengan kasih sayang, maka membaca dapat berlangsung dengan sepenuh hati, imbuhnya.
Lihat saja pemandangan di kelas saat secara serempak siswa mengeluarkan buku dari tas dan laci mereka. Bukan buku pelajaran melainkan buku bacaan beragam judul, dari buku sastra klasik Atheis karya Achdiat Karta Miharja, buku motivasi Mimpi Sejuta Dollar karya Merry Riana, komik, sampai buku resep masakan.
Mereka mengeluarkan buku kegemaran masing-masing. Tak sekadar membaca, telapak tangan dengan kelima jari mengembang terangkat di atas kepala, mata fokus melihat judul buku, nama pengarang, dan tahun terbit.
Memulai literasi dengan konsentrasi menuju zona khusyuk ini butuh waktu dua menit membawa alam pikiran menuju gelombang alfa. Memasuki gelombang alfa dapat dimulai dengan membaca istighfar sampai merasakan ketenangan di dalam hati, hingga menuju rasa damai kemudian membaca basmalah untuk mengukuhkan niatnya.
Dua menit menuju gelombang alfa berakhir, mereka mulai menggunakan telapak tangan untuk meraba. Meletakkan di paragraf pertama dan mulai menggunakan otak untuk membaca cepat laiknya mesin photo copy. Lembar demi lembar buku dilahap secepat cahaya mesin pencetak tersebut.
10 Sampai 15 menit berlangsung, kelas menjadi hening dan hanya menyisakan gemerisik bunyi halaman buku yang dibuka.
Mereka mulai mencari predikat dalam teks, sebab predikat akan dijelaskan oleh kalimat berikutnya. Setiap paragraf harus koheren. Tahu predikat berarti tahu seluruh paragraf, maka pemahaman tentang buku yang dibaca pasti didapatkan.
Bagaimana awal mula teknik tersebut dikenalkan? Ternyata, Wati terinspirasi dari tayangan televisi tentang gerakan membaca cepat dan kemudian memelajarinya sebelum menerapkan ke anak didiknya. Awalnya dari tingkatan tahu, naik mau, naik lakukan, naik terbiasa, dan naik lagi ikhlas mengamalkan.
Wati sadar, semakin canggih gadget dan kemudahan mendapat informasi, membuat siswa mudah merasa bosan, apalagi membaca buku. Itu sebabnya gerakan literasi perlu digalakkan kembali.
“Apalagi setiap jam di Indonesia terbit 1.000 buku, maka kecerdasan literasi perlu ditingkatkan dengan melakukan teknik membaca cepat dan menuliskannya menjadi bentuk laporan di akhir waktu mendekati ujian semester," pungkasnya.