Berita Kampus Surabaya

Mahasiswa UKWMS Buat Alat Filtrasi Asap, Upaya Perbaiki Kualitas Udara lewat Penyaringan Gas Karbon

“Kalau di pabrik pakai macam-macam media karena banyak zat kimia uang disaring di udara.”

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Parmin
surya/habibur rohman
SARING ASAP - Mahasiswi Fakultas Teknik Elektro UKWMS Erlita Wati Halim menunjukkan cara kerja alat Filtrasi Asap Karyanya di kampus Kalijudan Surabaya, Kamis (8/9/2016). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Bencana kabut asap beberapa waktu lalu cukup meresahkan warga Indonesia. Beragam penyakit muncul akibat pasokan udara yang didominasi gas karbon monoksida (CO). Untuk itu mahasiswi Fakultas Teknik Elektro Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Erlina Wati Halim (23) membuat alat filtrasi asap.

“Saat Indonesia mulai sering mengalami bencana asap, timbul ide untuk mengatasi masalah tersebut,” ujarnya pada Kamis (8/9/2016).

Ia mengadaptasi sensor mq7 yang berfungsi untuk mendeteksi gas Karbon Monoksida (CO) yang biasa digunakan untuk penyaringan asap di saluran udara pabrik. Hanya saja, alat buatannya ini dikhususkan untuk menyaring CO menggunakan karbon aktif dalam alat.

“Kalau di pabrik pakai macam-macam media karena banyak zat kimia uang disaring di udara,” lanjutnya.

Alat buatannya terhitung sederhana, dengan menggunakan kipas angin bekas dan kaleng bekas. Secara rinci ia menjelaskan, filter asap karyanya tersebut terdiri dari sebuah kotak dengan panjang 60 sentimeter, lebar 40 sentimeter dan tinggi 1,2 meter yang menyerupai lemari kayu. Kipas angin (bekas exhaust fan rusak) diletakkan pada bagian bawah untuk menyedot asap masuk ke dalam alat.

Sedangkan yang lain berfungsi untuk menghembuskan udara yang telah difiltrasi keluar dari alat, serta karbon aktif sebagai media filtrasinya. Karbon aktif yang berbentuk menyerupai kerikil arang tersebut berperan sangat penting dalam filtrasi asap.

“Kaleng cat bekasnya saya buat untuk menampung udara di dalam alat sebelum berhembus ke karbon aktif,” lanjutnya.

Selain itu, alat tersebut juga dilengkapi dengan dengan batasan konsentrasi yang bisa diatur untuk memfiltrasi asap. Perempuan kelahiran 21 November 1994 menjelaskan cara kerja alat tersebut cukup sederhana.

Pertama, dengan menggunakan daya listrik ruangan, alat akan mulai mendeteksi udara l menggunakan batas aman maksimal 50 PPM untuk kadar CO. “Angka tersebut saya adaptasi dari batas aman yang digunakan ISPU (Index Standart Pencemaran Udara),” ujarnya.

Pada saat mendeteksi adanya asap dengan kadar CO mulai 50 PPM ke atas, alat akan secara otomatis melakukan filtrasi terhadap asap tersebut.

“Alat tersebut kemudian akan menyaring asap kotor masuk ke dalam melalui kipas angin, kemudian dilewatkan pada media fitrasi” tuturnya.

Setelah proses filtrasi, alat tersebut akan menghembuskan udara yang lebih bersih. Waktu yang dibutuhkan untuk proses filtrasi menyesuaikan kadar CO yang terdeteksi.

“Misalnya pada kadar 115 PPM, maka alat akan terus bekerja sekitar selama 34 menit non stop. Sedangkan kadar 50 PPM hanya butuh proses filtrasi selama sekitar 12 menit. Alat akan secara otomatis berhenti bekerja (kembali dalam posisi standby) saat mencapai batas 30ppm yang menandakan udara sudah berada dalam keadaan benar-benar aman untuk dapat dihirup manusia,” tandasnya.

Dosen pembimbing Erlina, Andrew Joewono ini mengatakan karyanya ini memiliki kelebihan tidak ada efek samping karena menggunakan komponen karbon aktif di dalamnya.

“Selain itu, meskipun tidak dijalankan tanpa sensor, alat tersebut tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai penyaring asap,” paparnya.

Meski begitu, alat yang sudah dibuat Erlina selama kurang lebih tiga bulan tersebut masih perlu beberapa pembenahan, diantaranya adalah soal karbon aktif.

“Saat ujian tugas akhir, filtrasi yang dihasilkan oleh alat saya kurang sempurna karena karbon aktifnya sudah dalam kondisi kurang baik,” tambahnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved