Citizen Reporter
Kue Apem dan Simbol Pengampunan
bagi sebagian orang, jenis jajanan yang satu ini dianggap memiliki nilai sakral dan mengandung makna tertentu.. kue apem misalnya..
Reportase : M Nurroziqi
Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya/pegiat literasi/tinggal di Desa Sugiharjo-Tuban
SIAPA yang tidak kenal dengan kue apem? Kue kenyal dan gurih mirip serabi itu, tentu bisa dengan mudah didapatkan di toko-toko kue.
Tetapi di desa kami, Desa Sugiharjo, Tuban, kue apem masih dipandang memiliki nilai sakralitas tinggi. Tidak sekadar jajanan biasa, melainkan ada momen tersendiri yang menjadikan kue apem tak boleh ditinggalkan begitu saja.
Adalah prosesi peringatan kematian atau selamatan dalam rangka mendoakan orang yang sudah wafat, kue yang terbuat dari campuran tepung beras, tape ketan atau ragi dan gula jawa, juga bahan pelengkap lainnya itu, dibuat secara khusus.
Tentu untuk disajikan dan juga harus ada di dalam 'berkatan' yang akan dibawa pulang oleh tetamu undangan yang ikut selamatan.
Penyebutan apem sendiri, menurut riwayat berasal dari bahasa Arab, afwun atau afuwwun yang memiliki makna ampunan. Sehingga kue apem menjadi semacam simbol atas pengharapan yang begitu tinggi agar orang-orang wafat yang sedang diperingati hari kematiannya mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
Sehingga, adanya kue apem yang cara pembuatannya dengan dikukus ini, dalam suatu kegiatan selamatan, sudah bisa menjadi penanda bahwa selamatan yang dilaksanakan tersebut adalah pasti dalam rangka memeringati hari kematian.
Demikian juga dalam peringatan seribu hari wafatnya M Syarif Hasan, yang diselenggarakan di kediaman Wasilah, Desa Sugiharjo, Tuban pada 4 Agustus 2016 silam, bada Maghrib. Di dalam 'berkatan'nya pun terdapat kue apem. Yang tentu saja menjadi simbol pengharapan mendalam atas curahan ampunan Allah SWT kepada keluarga yang telah wafat.
Sekaligus menjadikan penanda bagi keluarga yang di rumah, bahwa 'berkatan' yang dibawa pulang para tamu undangan tadi berasal dari selamatan peringatan kematian seseorang.