Ujian Nasional 2016
Ketua Subrayon 10 Membantah, SMK Dr Soetomo Akui Ada Pungutan UNBK Rp 122.000 Per Siswa
Ketua Subrayon 10 SMK, Abdul Rofiq menegaskan tidak ada pungutan yang dibebankan ke sekolah dalam pelaksanaan UNBK.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA – Adanya edaran pungutan yang dikeluarkan anggota sub rayon 10 diduga merupakan pungutan liar.
Punguan itu disinyalir untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
Namun, hal ini dibantah oleh Anggota dan Ketua Sub Rayon 10 Surabaya.
Untuk mengklarifikasi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya M Ikhsan mengumpulkan seluruh kepala sekolah SMK Subrayon 10.
Dari 9 anggota, hanya tujuh orang yang hadir, yaitu Kepala SMKN 12 Surabaya, Kepala SMK Al Islah, SMK PGRI 14, SMK Wahana Karya, SMK PGRI 3 Surabaya, SMK Yesta, dan SMK IPIEMS.
Ketua Subrayon 10 SMK, Abdul Rofiq menegaskan tidak ada pungutan yang dibebankan ke sekolah dalam pelaksanaan UNBK.
“Itu tidak benar. Fitnah,” ujarnya.
Menurut Abdul Rofiq, pihaknya tidak pernah memiliki rencana agar sekolah menyetor sejumlah uang kepada ketua subrayon.
“Saya tegaskan lagi tidak ada tarikan di Subrayon 10 dalam pelaksanaan UNBK. Apalagi yang dibebankan ke siswa,” tandas Kepala SMKN 12 tersebut.
Senada dengan Rofiq, anggota subrayon 10, SMK IPIEMS mengatakan tidak ada tarikan apapun dalam subrayon 10.
Kepala SMK IPIEMS, Ahmad Fauzi menjelaskan sebelumnya, seluruh anggota subrayon 10 sudah berkoordinasi dalam pelaksanaan UNBK.
Dalam pertemuan tersebut, lanjutnya, tidak ada sekalipun membahas pungutan sekolah yang harus dibayarkan ke ketua subrayon.
“Kami hanya membahas tentang koordinasi secara teknis. Tidak ada setoran apapun dalam subrayon 10,” terang Fauzi.
Namun, pengakuan sebaliknya diungkapan SMK Dr Soetomo Juliantono Hadi.
Menurut pria yang akrab disapa Anton tersebut, ada tarikan untuk anggaran UNBK.
Setiap siswa harus menanggung Rp 122.000. Tarikan tersebut, lanjutnya, jelas membebani pihak sekolah.
Apalagi, ucapnya, tarikan sudah berlangsung cukup lama. Tahun lalu, pihak sekolah dikenai biaya Rp 84.000 per siswa. Dikarenakan UNBK, tahun ini, malah besaran tarikan naik menjadi Rp 122.000.
Pernyataan Anton tersebut langsung mendapatkan perlawanan dari anggota subrayon 10 lainnya.
Rofiq mengaku tidak tahu-menahu anggaran biaya yang dimaksud oleh Anton.
Dikatakan anggota Subrayon 10 lainnya, SMK Dr Soetomo sedang menghadapi banyak masalah akhir-akhir ini. Sehingga sekolah kalut, dan mengatakan hal yang bukan sebenarnya.
“Namanya juga orang lagi kalut. Mana saya tahu itu anggaran apa. Yang penting tidak ada setoran apapun dalam subrayon kami,” kata Rofiq.
Rofiq menerangkan rincian anggaran yang dimaksud oleh Anton dianggap tidak resmi. Hal ini menjadikan mereka melaporkan tindakan Anton sebagai bentuk penghinaan kepada pihak kepolisian.
“Tidak ada kop dinas dan tanda tangan saya. Mana saya tahu rincian itu dari mana dan buat apa,” terangnya.
Sementara itu, dugaan pungutan liar juga disangkal di subrayon 9. Salah satu anggota Kepala SMK Al Amin, Mochammad Shodiq menerangkan tidak ada setoran dalam subrayon 9 dalam pelaksanaan UNBK.
“Kami malah banyak dibantu oleh SMKN 10, sebagai ketua subrayon. Kami memang gabung sarpras dalama pelaksanaan UNBK. Namun tidak ada tarikan,” ungkap Shodiq.
Dia menerangkan pihaknya hanya menyetorkan sejumlah uang ke SMKN 10 saat ujian kompetensi keahlihan. Setoran ini juga telah disosialisasikan ke wali murid. dan setiap siswa ditarik sebesar Rp 175 ribu untuk pelaksanaan UKK.
“Karena SMKN 10 sebagai LSP (lembaga sertifikat profesi) yang dapat mengerluarkan sertifikat dan menguji siswa. Itu saja,” katanya.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan Dispendik Surabaya Sudarminto menegaskan tidak ada biaya sepeser pun dibebankan kepada siswa dalam pelaksanaan UNBK.
Masing-masing sekolah sudah mendapatkan bantuan dari anggaran Bopda dan BOS. Setiap tahun saja, lanjutnya, sekolah dapat menerima anggaran BOS sebesar Rp 1,4 juta per siswa. Sedangkan anggaran Bopda untuk jenjang SMA/SMK sebesar Rp 1,8 juta.
“Kalau ditotal per tahun sudah jadi Rp 3,2 juta per siswa. Itu belum dikalikan jumlah siswanya. Jadi sekolah dapat banyak bantuan anggaran,” ungkapnya.
Sedang anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mengaku belum dapat memastikan apakah setoran sekolah ke subrayon tersebut masuk dalam pungutan liar.
Menurutnya, sekolah hanya perlu mengeluarkan biaya untuk kebutuhan penyelenggaraan UNBK di masing-masing sekolah saja.
“Kalau sifatnya koordinasi dengan subrayon itu seharusnya tidak ada pungutan,” ujarnya.
Dia menjelaskn sekolah harus memastikan apakah anggaran tersebut mendapatkan persetujuan dari Dindik Surabaya.
“Kalau tidak ada tanda tangan dari Dinas, ya itu tidak resmi,” pungkasnya.