Musik
Heran, Musik Keroncong Seasyik Ini Tak Digemari Anak-anak Muda
#JOMBANG - “Peralatannya memang agak mahal, tapi menjadi kecil dibanding kepuasan batin yang kami peroleh,” imbuh Haikal.
Penulis: Sutono | Editor: Yuli
SURYA.co.id | JOMBANG - Mencintai budaya yang dianggap khas Indonesia tidak cukup dengan banyak teori dan diskusi tapi membuktikannya dengan tindakan nyata.
Itulah yang dilakukan remaja-remaja yang tergabung dalam Regu Keroncong SMA Negeri 2 (Rekoda), Jombang.
Haikal Ramadhan, koordinator Rekoda menuturkan, bermain musik keroncong tidak hanya sekadar mengisi waktu luang setelah sibuk dengan aktivitas akademik di sekolah.
Menurutnya, aktif dalam komunitas ini membanggakan karena keroncong, meskipun asalnya dari Portugis, namun sejak abad ke-16 sudah dikenal di Indonesia, sehingga bisa dianggap bagian dari musik khas Indonesia.
“Ini musik khas yang perlu diangkat karena sudah jarang ada yang meneruskan, terutama anak muda,” ujarnya, Kamis (12/11/2015). Haikal mengaku keroncong merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang belum lama terbentuk. Baru dua tahun terakhir ini.
“Namun, animo siswa ternyata cukup tinggi, sehingga kini anggotanya mencapai 60-an siswa,” kata Haikal. Haikal sendiri mengaku tertarik dengan musik keroncong karena keluarganya memang akrab dengan musik yang pernah melambungkan penyanyi legendaris keroncong Waljinah ini.
“Ayah dan ibu saya penggemar musik keroncong. Kadang-kadang saat mereka menyanyi lagu keroncing sambil memainkan gitar, atau memutar kaset lawas berirama keroncong saya menyimaknya. Lama kelamaan saya merasa kecanduan mendengar lagu genre musik ini,” tutur pelajar Kelas XII ini.
Haikal mengaku mendengarkan dan memainkan musik berirama keroncong sangat mengasyikkan. “Saya sampai heran, bagaimana musik seasyik ini tidak terlalu digemari anak-anak muda,” tanyanya.
Karenanya, begitu di sekolahnya ada ekstrakurikuler musik keroncong, tanpa pikir panjang dia bergabung. Bahkan tak lama kemudian, sekitar lima bulan bergabung, dipercaya menjadi koordinator.
Mengkoordinasikan puluhan pemain musik dengan kemampuan yang tidak merata –- bahkan ada yang baru mengenal alat musik -- tentu bukan pekerjaan mudah. Lebih-lebih alat musik yang digunakan juga khas keroncong.
Seperti bas betot, ukulele cak-cuk, cello petik dan sebagainya. “Kuncinya kami harus sabar. Dengan penguasaan alat musik yang belum merata, kesulitan terbesar adalah memadukan pemain dalam komposisi musik yang diinginkan,” papar anak muda berambut cepak ini.
Haikal sendiri selama ini lebih banyak memegang gitar melodi atau lead guitar. Rekoda sendiri latihan rutin setiap Kamis dan Jumat. “Kami latihan tidak di studio musik, melainkan di tempat terbuka, di halaman rumah,” ungkap Haikal.
Untuk pengadaan alat musik, terutama peralatan musik yang khas untuk keroncong, sambung Haikal, lebih banyak dari siswa sendiri dan imbalan dari pentas pada event-event tertentu. “Peralatannya memang agak mahal, tapi menjadi kecil dibanding kepuasan batin yang kami peroleh,” imbuh Haikal.
Rekoda sendiri selama ini sudah mampu memainkan lebih dari 300 lagu keroncong. Ratusan lagu itu terdiri dari berbagai jenis musik keroncong. Mulai dari keroncong asli, keroncong langgam, dan stambul.
Usaha keras para awak Rekoda tak sia-sia. Selain dapat mengekspresikan dan menyalurkan minatnya bermain musik keroncong, Rekoda juga sudah menorehkan berbagai prestasi. Diantaranya menjadi juara Parade Keroncong Nasional di Lumajang.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/regu-keroncong-sman-2-jombang_20151112_163605.jpg)