Berita Sidoarjo
Siap-siaplah Penumpang Bus Trans Sidoarjo Kehujanan
"Bagaimana nanti kalau hujan. Panas begini saja kepanasan. Tak ada peneduh saat naik atau turun bus," kata Munfarida.
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Memasuki musim hujan, penumpang bus Tans Sidoarjo bersiap-siaplah kehujanan. Tidak saja saat turun ke Terminal Purabaya Bungurasih. Saat naik pun dari terminal yang sama juga dipastikan akan kehujanan. Padahal Bungurasih adalah terminal terbesar.
Namun di terminal ini, bus Tans Sidoarjo tak mendapat tempat yang layak. Menaikkan dan menurunkan penumpang di luar terminal. Berada persis di samping tempat peitipan motor dan di sisi luar Bus Kota.
"Bagaimana nanti kalau hujan. Panas begini saja kepanasan. Tak ada peneduh saat naik atau turun bus," kata Munfarida, salah satu pelanggan bus Tans Sidoarjo.
Bus warna biru dengan high deck atau lantai tinggi ini sudah 2 bulan beroperasi. Bus ini melayani rute Purabaya-Porong PP (langsung lewat tol). Bus ini dilincurkan sejak 21 September 2015. Namun hingga saat ini, bus dengan kapasitas 60 penumpang ini tak pernah penuh.
Dwi Kurniasari, salah satu kondektur bus Tans Sidoarjo menuturkan bahwa setiap hari rata-rata hanya mengangkut 10 penumpang. "Kecuali hari Sabtu dan Minggu malah ramai. Ata tanggal merah. Banyak yang turun Porong lihat Lumpur Lapindo mungkin," kata Dwi, Senin (9/11/2015).
Pantauan Surya.co.id di dalam bus pada Senin kemarin memang bis tersebut tak banyak diminati. Hanya ada enam penumpang yang bersabar menunggu bus berangkat. Padahal sudah lebih dari 15 menit bus itu ngetem. Bus baru berangkat kalau ditutul atau datang bus di belakangnya.
Informasi yang diterima, sebenarnya ada 30 armada Trans Sidoarjo. Hanya saja yang beroperasi 10 unit. Ini lantaran sepinya penumpang. Meski sangat murah, untuk pelajar Rp 1.000 dan umum Rp 5.000, namun tidak banyak penumpang yang minat. Padahal sangat nyaman dan ber-AC.
Sopir bus, Joko Akbar menuturkan bahwa dirinya akan cabut dan menuju Porong jika ada bus dari belakangnya. "Sepi atau ramai, kami tetap beroperasi," kata Akbar.
Perum Damri Cabang Surabaya, Purwanto, menuturkan bahwa dirinya sebelum ini bersama Kementertian Perhubungan menyidak bus Trans Sidorjo. Bus ini akan menjadi pilihan masyarakat untuk beralih ke transportasi massal.
"Memang harus dimulai, mau kapan lagi. Diiperbaiki sambil jalan," kata Purwanto.
Yang kini menjadi catatan utama adalah bus-bus itu beroperasi dengan menanggung tekor. Menurut hitungan Purwanto, saban hari bus itu mengalami kerugian hingga di atas Rp 3 juta. Setiap hari biaya operasionalnya mencapai Rp 5 juta. Namun, bus itu hanya memberti pemasuka Rp 1,8 juta.
"Ini wajar karena awal-awal. Apalagi semangat kami adalah pelayanan dan menjadikan BTS sebagai model transportasi masal. Kami harus optimistis," kata Purwanto yang mengakui bahwa bus itu sebelumnya ditolak Surabaya.
Tidak hanya masalah tekor, dukungan infrastruktur berupa shelter juga menjadi catatan. Apalagi saat masuk di Terminal Purabaya Bungurasih tak dilengkapi halte memadai.
"Kami akui memang koordinasi dengan Dishub Sidoarjo, Kota Surabaya, dan Provinsi belum maksimal. Setelah ini, kami akan koordinasi utuh bersama," kata Purwanto.