Berita Bangkalan
Ini Suara Hati Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kota Bangkalan
Rencana relokasi para PKL Alun-alun itu seiring dengan renovasi Taman Paseban yang tengah berlangsung.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id |BANGKALAN - Benturan kepentingan pemerintah dan para pedagang kaki lima (PKL) kerap menghiasi potret kehidupan di negeri ini.
Tak terkecuali rencana relokasi PKL Alun - alun Kota Bangkalan yang mulai disosialisasikan oleh pemkab setempat melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Terik matahari, Minggu (20/9/2015) siang tak mampu menembus dedauanan pohon - pohon beringin besar di sisi timur alun - alun, Jalan Letnan Abdullah, Kelurahan Kraton.
Sejuk, rindang, ditambah semilir angin menjadikan lokasi itu sangat pas bersama keluarga.
Bahkan, nampak belasan anak usia di bawah 10 tahun tengah asik bergerombol. Duduk berasalkan karpet, mereka belajar melukis dipandu seorang perempuan berjilbab.
Aneka jajanan seperti sosis, bakso, pentol, es kelapa muda, dan jagung yang dikemas dengan rombong sederhana, berjejer sejauh kurang lebih 200 meter dari ujung selatan hingga utara.
Suasana keakraban antara PKL, pembeli, ataupun anak - anak itu sebentar lagi akan hilang. Pemkab Bangkalan rencananya akan merelokasi para PKL karena dinilai mengganggu estetika.
"Dalam sebulan ini, sudah dua kali sejumlah petugas Satpol PP datang kemari. Mereka mengabarkan jika kami akan dipindah ke halaman stadion (Stadion Gelora Bangkalan)," ungkap penjual sosis Rizkiarin (24), warga Menanggal Harapan, Surabaya.
Atas imbauan itu, ia mengaku keberatan pindah lokasi lantaran kawasan alun-alun sangat stratregis yang selalu menjadi jujukan warga kota.
"Saya pikir tidak mengganggu estetika. Hanya saja, mungkin lahan parkirnya yang tidak ada. Karena ketika banyak pengunjung, parkir mobil atau sepeda bisa memakan separuh ruas jalan," ungkap Alumnus Psikologi Unair itu kepada SURYA.co.id.
Rizkiarin yang baru dua bulan setengah berjualan mengatakan, seharusnya Pemkab Bangkalan bisa mengelola alun - alun menjadi mesin penghasil PAD (Pendapatan Asli Daerah). Kendatipun tidak besar pendapatannya.
"Saya siap kalau ditarik restribusi sebesar Rp 5.000 per hari. Istilahnya uang kebersihan seperti di Taman Bungkul (Surabaya). Kalau tidak, saya akan pindah di seberang jalan, depan rumah eyang," tandasnya.
Hal senada diungkapkan penjual pentol, Azhar (28), warga Pamekasan. Pemuda yang baru menikah sebulan yang lalu itu menuturkan, sulitnya mencari lahan berjualan.
"Dulu di Alun-alun Pamekasan, saya sudah diusir. Di sini mau diusir. Warga seperti kami ini, tolonglah diberi solusi," tuturnya dengan sorot mata jauh memandang.
Dengan pendapatan kotor antara Rp 250 ribu hingga Rp 270 ribu per hari, Azhar mengaku siap membayar restribusi Rp 5.000 per hari, seperti yang telah disepakati bersama para PKL lainnya.
