Achmad Sukarto Tukang Rumput Naik Haji
“Tiap Hari Saya Kasih Makan Sapi Milik Orang Lain”
Dua tahun menjadi pengembala sapi, Cak Mad meraup untung Rp 5 juta. Bagi Cak Mad, uang itu terlampau besar.
Penulis: Miftah Faridl | Editor: Parmin
SURYA.co,.id | SIDOARJO - Bekalnya untuk menjadi calon jemaah haji lebih banyak kenekatan ketimbang rupiah. Achmad Sukarto, namanya. Dia hanyalah pencari rumput yang akhirnya mampu menjadi tamu Allah.
Tahun ini, penantiannya selama 10 tahun lebih akhirnya terjawab. Achmad, si pencari rumput itu naik haji.
Batik hijau dia kenakan. Satu persatu jemarinya memasang kancing. Tak jauh dari tempatnya duduk, terdapat tas biru. Di bagian depan, terpampang fotonya.
“Ini seragam dan tas yang nanti saya bawa naik haji. Mudaha-mudahan lancar,” ujar Achmad saat ditemui di kediamannya di Dusun Kedayon, Desa Sumput, Kecamatan Sidoarjo Kota, Kamis (27/8/2015).
Cak Mad, begitu pria 62 tahun itu sapa, mengaku hanyalah buruh pencari rumput. Di tidak menyangka akhirnya bisa berangkat haji. Sehari-hari, Cak Mad berkutat di lapangan dan semak-semak untuk memotong rumput segar. Rumput itu hendak dia berikan untuk sapi-sapi yang dipeliharanya.
“Tiap hari saya kasih makan sapi, tapi sapi orang lain. Saya tidak pernah punya sapi,” ujarnya.
Dia menceritakan, pada 2003 seseorang memberinya kepercayaan untuk memelihara dua sapi. Cak Mad mengiyakan kepercayaan itu. Apalagi, dia tidak memiliki pekerjaan tetap. Ketelatenannya membuahkan hasil pada 2005.
Dua tahun menjadi pengembala sapi, Cak Mad meraup untung Rp 5 juta. Bagi Cak Mad, uang itu terlampau besar baginya. Dia mengaku tidak pernah memegang uang sebanyak itu. Cak Mad bingung meski memilih uang.
“Saya bingung mau dipakai apa uang sebanyak ini,” katanya sembari tersenyum.
Uang itu merupakan hasil menabungnya setiap hari, minggu dan bulan yang dia lalui selama dua tahun. Paling sedikit, setiap hari Cak Mad menabung Rp 15.000.
Bila rumput sedang tumbuh subur, penghasilan per harinya bisa Rp 75.000. Uang itu ditabungnya. Cak Mad mengaku mendapatkan untung dari mencari rumput yang dijualnya sendiri.
Sembari mencari rumput, Cak Mad juga membantu isterinya yang berjualan rujak ulek. Pengasilan pas-pasan itu dikumpulkannya. Setahun kemudian, dia mendatangi bank untuk menyetorkan uang tabungannya.
“Tak celengi sak onoke. Sing penting utun (Saya tabung seadanya. Yang penting rutin),” ujarnya.
Kakek 3 cucu itu mengaku sering senyum-senyum sendiri mengingat peristiwa 10 tahun lalu itu. Apalagi peristiwa lampau itu menjadi titik awal perjalanannya ke Tanah Suci. Setelah mendapatkan upah, dia pergi ke rumah anak pertamanya.
“Wes Pak e duite digawe tabungan haji ae (Sudah Pak uangnya untuk tabungan haji saja),” kata dia menirukan ucapan sang anak.
Cak Mad mengaku bersyukur karena mendapatan dukungan dari keluarga. Terutama isteri dan anak pertamanya. Cak Mad sadar, penghasilannya yang minim, tidak mungkin mencukupi untuk membiayai niatnya berhaji. Dukungan keluarga itulah yang membuatnya terharu. Cak Mad sesekali terisak saat bercerita tentang keluarganya.
Kabar keberangkatannya ke Tanah Suci dia dapatkan setelah petugas Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo menghubunginya pada Rabu (26/8/2015).
“Saya dapat surat. Katanya, saya bisa berangkat haji setelah salat Jumat (28/8/2015),” kata anggota Kloter 17 embarkasi Surabaya itu girang.
Dia berharap, bisa menunaikan rangakain ibadah haji secara tuntas. Cak Mad mengaku telah menyiapkan diri baik fisik maupun mental.
Tak lama lagi, kata Cak di depan namanya akan berubah menjadi Abah. Di Sidoarjo, orang yang menunaikan ibadah haji biasa disapa dengan kata Abah. Semoga.