Kepasrahan Mendatangkan Energi Luar Biasa
Penulis: Rudy Hartono |
[caption id="attachment_193187" align="alignleft" width="250" caption="Kol (Purn) H Nurhana Tirtaamijaya, mantan Dan Pomdam V/Brawijaya (1993-96). Foto: surya/mustain"]
[/caption]
SURABAYA I SURYA Online - Nurhana Tirtaamijaya (68) punya keyakinan, jika manusia bisa menekan nafsu/ego duniawinya sampai ke titik nadir (0), dan percaya penuh pada Allah, maka akan muncul energi rahmatan lil `alamin yang tak terhingga. Nurhana mengalaminya sendiri, tantangan hidup dan tugas bisa dilaluinya dengan baik dan selamat berkat energi rahmatan lil `alamin ini.
Sebagai prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari kesatuan Polisi Militer (POM), tidak sedikit tugas menantang yang dijalani Nurhana saat masih aktif dulu. Apalagi, TNI kala itu masih disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), di mana kepolisian termasuk di dalamnya.
Menurut Nurhana, lebih dari sekadar penegakan disiplin prajurit, pada masanya dulu POM AD juga dilibatkan dalam tugas-tugas yang terkait investigasi dan pemeriksaan suatu peristiwa. Salah-satu peristiwa yang begitu diingat dan berkesan bagi Nurhana adalah ketika dirinya menjabat Komandan Polisi Militer (Danpom) Kodam IX/Udayana yang berpusat di Denpasar, Bali. Terutama masa-masa ketika dirinya (yang kala itu berpangkat kolonel) memimpin tim untuk menginterogasi pemimpin pemberontakan Timor Timur (Timtim) Xanana Gusmao.
Bukan cuma menginterogasi, Nurhana dan tim juga ditugasi untuk mendapatkan pernyataan politik dari Xanana secara lisan dan tertulis. Isinya antara lain: Xanana mengaku bersalah atas tindakan makar terhadap pemerintah RI; Xanana meminta maaf atas kesalahannya, serta menyatakan pro-integrasi dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
“Ini bukan tugas enteng. Untuk diketahui, Xanana adalah pemimpin pemberontakan yang dikenal gigih, dan punya kharisma. Ia tak hanya pemberani tapi juga siap mati dalam perjuangannya bagi kemerdekaan Timtim, lepas dari Indonesia,” tutur Nurhana.
Ceritanya, pada 20 November 1992, Xanana berhasil ditangkap oleh pasukan Kodam Udayana. Saat itu, Timtim masih tergabung dalam NKRI.
Pengakuan Xanana tersebut, kata Nurhana, diperlukan untuk menangkis kecaman PBB kepada pemerintah RI atas tuduhan pelanggaran HAM di Timtim. Saat itu, Komite HAM PBB berencana menjatuhkan sanksi ke pada Indonesia atas persoalan di Timtim. Dan, hanya pernyataan dari Xanana yang dapat menggagalkan penjatuhan sanksi dari PBB tersebut.
Secara logika, tak mungkin Xanana mau membuat pernyataan mengaku bersalah, minta maaf dan pro integrasi. “Apalagi, membacakan pernyataannya dengan direkam kamera untuk disiarkan televisi secara luas. Wong Indonesia dianggap musuh, kok malah tunduk sama musuh,” ucap Nurhana.
Karena itu, kata Nurhana, kasus Xanana tak hanya menguji profesionalismenya tapi juga ego dan kekuatan batin-spiritualnya. Dengan deadline 7 hari yang diberikan Jakarta kepada Nurhana dan tim untuk `merayu` Xanana membuat pernyataan, waktu benar-benar menekan.
Diketahui, Xanana memiliki ilmu supranatural. Konon, di Timtim kala itu banyak yang meyakini bahwa Xanana tidak mudah ditangkap oleh operasi militer karena dia bisa menghilang dan sakti. Jika sudah mengangkat kakinya untuk berlari, ia seakan seperti bisa terbang.
Ketika interogasi, beberapa anak buah Xanana yang juga tertangkap sempat memperingatkan bahwa jika tak percaya dengan Xanana, akan terjadi hujan lebat bercampur petir. Betul saja, di markas Pomdam IX Udayana kala itu terjadi hujan amat deras disertai petir sampai pelatarannya sempat banjir
Teringat isi buku The Magic Power of Your Mind (Kekuatan Dahsyat Alam Pikiran) yang pernah dibacanya ketika masih menjadi pengawal Bung Karno (pertengahan 1960-an), Nurhana kemudian mencoba melakukan zero mind process (ZMP).
Tanpa kehilangan profesionalismenya sebagai prajurit, Nurhana mencoba me-nol-kan egonya. Ia berkeyakinan, bila ego disisihkan dan kepasrahan disandarkan seratus persen pada Allah Yang Maha Kuasa, maka akan muncul kekuatan positif yang dahsyatnya tak terhingga.
“Inilah yang dinamakan energi rahmatan lil `alamin, energi yang menjadi kebaikan bagi semesta alam,” jelas Nurhana dalam perbincangan dengan Surya beberapa waktu lalu.
Karena itu, selama interogasi, Nurhana berusaha secara lahir-batin memandang Xanana tidak sebagai musuh tapi sebagai sesama manusia dan makhluk Tuhan. Sehingga, proses interogasi yang dijalankan terhadap Xanana lebih mirip diskusi daripada upaya mengorek keterangan.
Dikatakan lulusan terbaik Kurikulum A (Tempur) Akademi Militer 1965 ini, sekitar empat hari bertugas menangani Xanana, ia selalu salat hajat di malam hari, dan berpuasa. Akhirnya, zero mind process (ZMP) berhasil menyambungkan `frekuensi` pikiran Xanana dan para investigatornya. Tak lama kemudian, Xanana pun dengan sukarela memberikan pernyataan seperti yang dikehendaki pemerintah RI.
Bagi Nurhana, kakek yang memiliki 6 anak dan 6 cucu ini, ZMP pada dasarnya menegaskan bahwa secara hakiki manusia tak punya kekuatan apapun tanpa izin Allah. Ini seperti bunyi ayat “La Hawla Wala Quwwata Illa Billah”.
Dalam kehidupan di luar tugas, pensiunan CPM TNI AD pada 1998 ini juga memiliki pengalaman serupa terkait ZMP. Suatu ketika di tahun 1994, Nurhana --yang berkualifikasi pelatih di perguruan silat Nur Ilahi dan Merpati Putih— pernah `menjajal` ilmu seorang sinshe kenamaan di Surabaya yang disebut-sebut juga sebagai master kungfu di Indonesia.
Disebutkan, si sinshe itu mampu menyalurkan energi listrik yang besar dari tubuhnya. Dengan 10 persen energi itu disalurkan, singa yang disentuhnya bisa mati. Untuk manusia, cukup disalurkan setrum oleh sinshe itu 6 persen saja, sudah bisa membawa efek kematian.
Suatu kali, karena terusik oleh pamer si master kungfu yang konon bisa black magic juga, Nurhana mendatangi dia. Selain Nurhana dasarnya memang penasaran dengan ilmu baru, ia juga tak ingin agar si master kungfu itu dikultuskan di komunitasnya, yang bisa berefek syirik.
Nurhana pura-pura berobat ke sinshe itu. Katanya, energi besar si sinshe terpusat di wilayah perut bawah pusarnya. Orang yang memegangnya akan terpental, dan bisa fatal akibatnya.
Setelah bicara sejenak, akhirnya Nurhana diizinkan memegang area pusat energi si sinshe itu. Nurhana sedikit kaget karena tegangan setrumnya seperti listrik 220 Volt. Tapi, ia berusaha tenang. Dengan cepat Nurhana memusatkan pikiran. Ia berusaha me-nol-kan egonya untuk meladeni si sinshe, serta berdoa memasrahkan diri pada Allah.
Lambat laun, setrum itu berkurang dan akhirnya tak terasa apa-apa. Sinshe itu kaget. Bahkan ketika terpancing emosinya dengan menambah “setrum” di area pusarnya, sinshe itu malah pucat pasi karena justru tatkala emosi, energi negatif berbalik menyerang dirinya. Sinshe itu pun kemudian terdiam seribu bahasa.
“Tapi, hal seperti ini tentu hanya bisa dilakukan oleh orang yang terlatih, dan dengan tujuan kebaikan. Yang jelas, sejak itu sinshe tersebut menjadi kawan karib saya sampai sekarang,” kata Nurhana, yang mengikuti haji akbar pada 1994. (bahan juga dari blog pribadi nurhana tirtaamijaya).

Berita Terkait