I Nyoman Angira, Juara Karate Se-Jawa Bali dan NTB

Kepergian I Nyoman Angira Sandhaka Mahayana secara mendadak terasa sulit dipercaya. Teman-teman sekelasnya seolah tak rela melepaskan kepergian Ara, sapaan Angira, sedini itu. Faiq Nuraini Surabaya “Ara adalah anak paling ngangeni di kelas kami. Tidak hanya murah senyum dan humoris, anaknya juga sangat cerdas.” Demikian kenang Yogi Hidayat, teman satu bangku Ara di SMA Negeri 6 Surabaya, yang masih dibalut duka saat ditemui Surya, Kamis (13/1). Yogi adalah teman kental Ara yang sangat kehilangan akan kehangatan guyonan dan ledekan jawara karate se-Jawa Bali NTB itu. Di mata Yogi, Ara tidak hanya dekat, anak yang dikenal humoris dan selalu tertawa itu juga telah menjadi milik satu kelas. Meski baru enam bulan menjalin kebersamaan dengan sang jawara tersebut, namun hubungan antarmereka sudah sangat akrab. Kerap, bocah berwajah sejuk itu menjadi tumpuan para teman sekelasnya untuk memecahkan soal pelajaran. Sayang, ia terlalu cepat pergi untuk selamanya. Seperti diketahui, Ara ditemukan meninggal dengan leher terlilit sabuk karate di rumahnya pada Selasa (11/2) malam. Oleh sang ibunda yang pertama kali menemukannya, Ara dilarikan ke RS TNI AL dr Ramelan Surabaya. Namun jiwanya tak tertolong. Ara telah meninggal dunia. Ida Bagus Kurnia, teman satu kelas yang lain menuturkan, Ara sangat jago mata pelajaran biologi. Masih kuat di ingatan Bagus, suatu ketika saat semua teman satu kelasnya mendapat pelajaran biologi tentang bakteri, mereka harus menghafal banyak nama latin. Namun dalam waktu tiga puluh menit, Ara sudah bisa menguasainya. “Semua teman-teman juga heran. Nama latin dan penguasaan materi biologi Ara luar biasa. Kabarnya, dialah yang nantinya pantas mewakili sekolahnya dalam olimpiade biologi,” ucap Bagus, teman satu tanah kelahiran dengan Ara dari Bali. Karena jago mata pelajaran ilmu alam itulah, Ara juga kerap dimintai tolong Yogi untuk mengerjakan tugas bareng. Suatu ketika, sekitar dua bulan lalu, guru pelajaran yang menjadi andalan Ara mengadakan praktik. Namun hasil dan pengamatan harus dibawa pulang dan diamati di rumah. Yogi pun sangat senang karena sang jago biologi itu mau mengerjakan bersama dirinya. Suatu malam, mereka pun berada di rumah yang disewa Yogi untuk mengerjakan tugas praktik itu. Di sinilah sifat dasar Ara yang humoris muncul. Di sebuah kamar dengan balai dari kayu, mereka konsentrasi menyelesaikan tugas. “Ini yang membuat saya masih terkenang bagaimana dia mengekspresikan kesalahan dengan tertawa khasnya. Giginya yang gingsul dibiarkan tampak dengan terus tertawa sambil tangan menunjuk. Itu terjadi saat dia duduk di balai tua, dan kayunya patah. Ara pun jatuh terkubur bersama puing-puing balai," kenang Yogi. Keakraban tiga sekawan ini, Ara, Yogi, dan Bagus itu sebenarnya bermula saat mereka berada satu gugus dalam masa orientasi sekolah (MOS) Juli lalu. Mereka sama-sama berasal dari luar kota Surabaya. Bagus asli Bali, sementara Yogi asli Aceh. Ara sendiri sebenarnya kelahiran Surabaya dan alumnus SMPN 12 Surabaya, namun namanya bermarga Bali. Saat masa-masa pengenalan siswa itu, humor segar selalu muncul bercampur gelak tawa dengan gingsul Ara yang kerap terlihat. Bagus mengenang, kala itu, sempat satu gugus yang beranggotakan belasan anak, termasuk dia dan Ara, tiba-tiba menari dengan gerakan kaki yang kompak di halaman sekolah. Namun kakak senior mereka tiba-tiba membentak. “Saat ditanya siapa yang menyuruh. Semua menjawab, Ara. Meski dibentak-bentak kakak seniornya, Ara tetap tersenyum dan tertawa. Dibentak lagi dan dikatakan menantang, Ara juga menjawab sekenanya sambil tertawa,” kenang Bagus. Kenangan mereka tidak berhenti di situ saja. Yogi yang teman satu bangku ini masih terkenang gaya dan kebiasaan Ara dalam setiap gojekan. Almarhum yang merupakan kebanggaan keluarga I Made Sukartha dan Ni Putu Rusmini ini paling tidak tahan geli. Sedikit saja disentuh, Ara langsung meloncat dari bangku kelas sambil tertawa terkekeh keras. Bagus pun ingat dengan rencana Ara pada 21 Januari besok akan ke Singapura, karena sudah dua kali rencana berlibur ke Singapura itu ditunda. Bagus diberi tahu bahwa Ara juga sudah membuat paspor dan membeli tiket. “Kasihan,” tuturnya. Begitulah, teramat banyak yang bisa diceritakan dari sosok Ara. “Kami terakhir bermain futsal dan sama-sama mencari asesoris motor. Sekarang kami masih sangat merindukannya,” kata Yogi. Dengan setumpuk kenangan manis itu, tentu saja baik Bagus maupun Yogi masih sulit melupakan keakraban mereka dengan Ara. Mereka sudah menjadi tiga sekawan. Setiap melihat bangku yang sekarang kosong di sisi Yogi, keduanya tertegun. Dua sahabat Ara ini sampai saat ini masih berpikir, apa yang membuat teman akrabnya itu nekat mengakhiri hidupnya. Namun, inilah takdir hidup, tak ada yang bisa melawan kehendak-Nya. Selamat jalan Ara...
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved