'Hong Shui' Keramat ala Desa Mliwang, Warga Tak Berani Bangun Rumah Hadap Utara

Tidak ada satupun warga Desa Mliwang, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, yang berani membangun rumah menghadap utara. Mereka takut tertimpa musibah. TUBAN - SURYA- Hampir sama dengan desa-desa lain di Kabupaten Tuban, Desa Mliwang, yang terletak di lereng Gunung Tugel --di sebelah barat kota Tuban-- terlihat sepi pada siang hari lantaran ditinggal ke sawah oleh banyak warganya. Maklum, sebagian besar warga yang bermukim di sana memang bekerja sebagai petani. Namun ada yang membedakan Mliwang dengan desa-desa lain : sejak berpuluh-puluh tahun silam hingga sekarang mereka memegang keyakinan dilarang membangun rumah menghadap utara. Mereka seolah mempunyai 'hong shui' nan keramat. Menurut warga, jika nekat melanggar larangan tak tertulis itu mereka bakal memperoleh musibah dan bencana. Adapun luas Desa Mliwang sekitar 675,02 hektare, dengan jumlah penduduk 2.238 jiwa dalam 568 kepala keluarga (KK). Hingga saat ini tidak ada satupun warga yang rumahnya menghadap utara. Meski jalan besar di desa tersebut membujur dari timur ke barat, namun rumah warga yang berada di sebelah selatan jalanpun dibangun membelakangi jalan atau menyamping. Beberapa warga yang diwawancara Surya, Kamis (4/2), mengaku hal tersebut sudah terjadi sejak mereka masih bocah. “Memang, sejak saya kecil hingga saat ini tidak ada rumah atau bangunan apapun yang menghadap utara. Bahkan pintu belakang atau samping saja tidak ada yang dipasang menghadap utara,” terang Sugianto, Kepala Desa Mliwang, yang ditemui Surya di balai desa, Kamis (4/2). Dia bercerita, hal itu sudah turun-temurun diyakini oleh penduduk desa. “Ini merupakan pesan pendiri desa yang dahulu kala mem-babat alas di sini. Sampai saat ini tidak ada satupun warga yang berani melawan pesan leluhur tersebut,” tegas Sugianto. Jika sampai ada warga yang membangun rumah menghadap utara, diyakini akan tertimpa musibah berupa penyakit, bahkan bisa sampai menyebabkan penghuninya meninggal dunia. “Kata orang-orang tua di Mliwang, kalau ada rumah pintunya menghadap utara atau barat sama dengan membelakangi kediaman Ki Buyut (Sebutan warga untuk pendiri desa, Red),” ungkap Sugianto. Menurutnya, beberapa tahun silam ada warga bernama Samsuri nekat membangun rumah menghadap ke utara. Ternyata, katanya, pada malam hari rumah tersebut didatangi macan putih sebesar kerbau dewasa yang meraung-raung seperti marah besar. Setelah itu si penghuni rumah didera penyakit parah sehingga akhirnya meninggal dunia. Rumahnya pun menjadi tidak terurus lantaran tidak ada yang berani menempati, sampai akhirnya bangunan tersebut roboh dengan sendirinya setelah sekian tahun tanpa penghuni. “Pak Samsuri meninggal pada tahun 1990-an gara-gara rumahnya menghadap utara. Sebelumnya sudah diingatkan warga tapi tetap nekat,” kata Ahmad Shodiq, salah satu warga Mliwang. Nasib serupa Samsuri dialami warga bernama Mursidin dan beberapa warga lain yang meninggal sebelum 1950-an. Sejak itu warga yang mayoritas petani ini benar-benar taat terhadap petuah leluhur. *** Tak hanya rumah, gedung sekolah, pos kamling, warung hingga gedung layanan masyarakat semacam balai desa dan klinik desa juga tak ada yang menghadap utara dan barat.Pilihannya hanya dua : menghadap arah timur atau selatan. Selain tak boleh membangun rumah menghadap utara, warga Mliwang juga dilarang memelihara kambing jenis gibas. Jika warga nekat merawat kambing berbulu lebat warna putih itu, tak sampai tujuh hari dipastikan si kambing mati mendadak. Sejumlah warga yang pernah nekat memelihara kambing gibas, antara lain, Darsini, Suhari, dan Sumardji. Akhirnya mereka harus merelakan kambingnya mati atau raib di siang bolong. ”Gara-gara memelihara kambing gibas, malam harinya didatangi Kiai Macam Putih, kemudian besok siangnya kambing yang akan disembelih untuk slametan itu mati mendadak,” timpal Teguh, warga lain. Alasan lain yang membuat warga tetap mempertahankan larangan leluhur adalah sebagi bentuk penghormatan terhadap pendiri Desa Mliwang, yang biasa disebut Ki Buyut Sumber Banyu. Sebagian warga yakin bahwa Ki Buyut adalah ulama besar Sayyid Abdullah yang datang ke Tuban dari Hadramaut, Yaman. Tokoh inilah yang membabat alas dan membuka Desa Mliwang. Setelah meninggal dunia, Ki Buyut dimakamkan di lereng bukit di sebelah utara desa. Hingga sekarang tokoh ini tak ubahnya pepunden (tokoh gaib) yang dihormati warga setempat. Namun tak satupun warga bisa menjelaskan secara detail siapa sebenarnya Ki Buyut Sumber Banyu. Mbah Jalin, 69, juru kunci makam, pun mengaku tak tahu siapa dan dari mana sebenarnya sang pepunden itu. “Kalau cerita dari orangtua pendahulu saya, Ki Buyut adalah pendiri dan yang bukak alas (pembuka hutan, Red) Gunung Tugel. Hingga akhirnya bermukim sampai wafat dan dimakamkan di sini,” kata Mbah Jalin. Di sisi barat makam Mbah Buyut Sumber Banyu terdapat sebuah makam lagi. Diyakini warga, makam dengan ukuran cungkup (bangunan peneduh makam) lebih kecil ini merupakan makam salah satu abdi dari Mbah Buyut. Hal senada juga diungkapkan Mbah Tarsimo, sesepuh Mliwang. Dia mengatakan, cerita dari generasi ke generasi di Mliwang hanya mengungkapkan bahwa Mbah Buyut adalah tokoh sebelum Wali Songo berada di tanah Jawa. M TAUFIK
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved