MLM Cakram Kesehatan Bermasalah, Anggota Diduga Tertipu Rp 6,3 Juta
MALANG - SURYA-Menjadi anggota Multi Level Marketing (MLM) memang menawarkan keuntungan berlipat jika gigih mencari anggota (down line). Tapi, berhati-hatilah memilih MLM yang baik. Salah-salah bisa jadi apes.
Hal ini terbukti pada Soleh, 68, petani padi asal Karangwaru RT 3/10 Jatirenggo, Singosari, Kabupaten Malang. Terbujuk rekan yang menawarkan produk dari MLM, ia harus kehilangan uang sekitar Rp 18 juta.
Soleh, ikut dalam bisnis MLM yang dikelola oleh PT Questnet Indonesia. Questnet ini adalah cabang dari Questnet Internasional yang berbasis di Hong Kong.
Kakek lugu ini tertarik dengan ajakan Toyib, tetangganya yang mengatakan ikut bisnis ini akan membuatnya cepat kaya, sehingga tidak perlu lagi mengarap sawah dan mencari ruput untuk sapi peliharaannya.
“Toyib selalu ngomong, `Wis melok aku ae, ga usah macul neh,” kata Soleh, Rabu (22/4), saat melaporkan masalah ini ke Polresta Malang.
Singkat cerita, Soleh pada bulan Agustus 2008 berangkat ke Trenggalek, ke kantor cabang PT Questnet untuk mengikuti seminar sukses.
Dari situ, Soleh kemudian ikut dalam satu paket yang ditawarkan dengan membeli Bio Disc, sebuah cakram, mirip lepek dari kaca sebesar genggaman tangan senilai Rp 6,3 juta.
Soleh langsung beli tiga paket: satu paket untuk dirinya, dan dua paket yang lain untuk anaknya, Nurcholis dan Basori. Namun ia hanya diberi satu Bio Disc meski sudah menyetor lunas lewat Toyib. Dari penjelasan Toyib -warga Sumberporong, Lawang-, Bio Disc ini diklaim sebagai alat kebugaran.
Untuk mendapatkan khasiatnya, air minum ditumpahkan ke cakram itu dan kemudian diminum.
“Saya minum, tapi ndak ada efek bugarnya biasa saja. Kapok saya, uang saya hilang banyak. Sapi saya jual, sawah juga saya jual,” terang Soleh.
Soleh merasa tertipu karena ternyata susah mencari anggota atau donwline yang mau ikut berbisnis bersamanya. Padahal, keuntungan dari bisnis ini baru didapat jika dirinya bisa mendapatkan banyak anggota lain.
Sementara itu, Totok, 45, warga Sumberporong, Lawang yang sukses menjadi anggota Questnet membantah jika Questnet menipu. Dirinya dengan bangga menyebutkan bisa hidup makmur dengan menjalani bisnis tersebut.
"Costumer saya sangat banyak, mungkin lebih dari 100 orang. Yang pasti kerja dalam bisnis ini memang sangat berat. Dan hanya orang yang bekerja keras saja yang bisa. Mungkin orang yang melapor itu tidak bekerja keras, sehingga gagal dan menilai bisnis ini menipu," kata Totok.
Lebih lanjut, pria yang sudah ikut Questnet sejak dua tahun lalu itu juga membantah mereka memaksa orang untuk ikut.
Semua donwline, atau costumer sebelum mendaftar diberikan pengarahan dan penjelasan terperinci di markas Questnet di Kecamatan Karangan, Kota Trenggalek. Bahkan seluruh calon tidak ditarik biaya apapun, alias diberangkatkan gratis begitu juga untuk pengantaran pulang ke daerah asal.
"Kami tidak pernah memaksa orang ikut," imbuh Totok.
Dari penuturan Totok, untuk sukses dalam bisnis ini setiap anggota harus bisa mencari dua orang sebagai donwlinenya. Setelah itu, masing-masing diwajibkan untuk mencari dua orang lainnya untuk menjadi anggota. Begitu seterusnya.
"Jika sudah berjumlah tiga kanan dan tiga kiri, barulah mendapatkan bonus," ucapnya.
Totok menyebutkan, jika mendapatkan satu orang member akan mendapatkan bonus, namun komisi akan diberikan setelah member mendapatkan 6 referer (enam kaki), dan bonus yang akan diterima sebesar Rp 2.500.000.
Selain Soleh, Muanah, 45, juga mengaku tertipu dengan bisnis ini. Dirinya bergabung pada 12 Februari dan harus membayar Rp 8.340.000 untuk sebuah paket pembelian Bio Disc.
“Dijanjikan keuntungan 30 dolar Amerika untuk setiap anggota. Dan katanya kalau tidak dapat anggota dan mau berhenti uangnya bisa kembali. Tapi ternyata tidak bisa, karena itu saya lapor ke Polsek Blimbing yang kemudian dilimpahkan ke Polresta Malang,” terang Rifan, 26, anak dari Muanah.
Ketua Umum APLI, Helmy Attamimi, ketika dikonfirmasi lewat ponsel, memastikan Questnet tidak termasuk dalam lembaga yang dipimpinnya. Yang artinya bisnis multi level marketing yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dan telah disetujui oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan-, dan oleh Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) terkait perlindungan terhadap konsumen yang ikut didalammya.
"Saya pastikan Questnet tidak masuk dalam keanggotan APLI. Dan mereka tidak bisa masuk sebagai anggota APLI karena prosedur pemasaran mereka yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dan ditetapkan," terang Helmy.
Aturan yang dimaksud adalah penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 32/M-DAG/PER/8/2008.
Disini, setiap perusahaan yang melakukan usaha direct selling juga diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL).
"Questnet tidak memiliki SIUPL itu," kata Agus Darmanto, Kordinator sekaligus Ketua APLI perwakilan Jatim.
Helmy dan Agus menambahkan, masyarakat yang ingin bergabung dalam sebuah bisnis MLM hendaknya berhati-hati dan mencermati betul, mengenai sistem, dn surat-surat ijin perusahaan yang melakukan praktik MLM.
Untuk mengetahui perusahaan MLM yang terdaftar sebagai anggota APLI dan mempunyai sistem sesuai dengan peraturan yang benar, masyarakat disarankan untuk melihat daftar perusahaan anggota APLI di situs resmi APLI, www.apli.or.id
Helmy menjelaskan, ada dua sistem MLM yang dilarang di Indonesia dan juga dilarang dibanyak negara, yakni sistem money game dan sistem piramida.
Di Indonesia, sistem piramida menjadi sistem yang paling sering digunakan oleh perusahaan MLM.
Helmy menjelaskan, sistem piramida bisa diketahui dengan ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
* Biaya Pendaftaran keanggotaan berikut paket produk, sangat mahal.
* Harga jual produk-produknya juga sangat tinggi, ada yang bisa mencapai lebih dari 10 kali lipat harga produk sejenis dipasaran.
* Sistem dilakukan menyerupai Multi Level Marketing, tetapi tidak sama. Misalnya masing-masing anggota dibatasi hanya boleh merekrut maksimum 2 orang. Dua orang tersebut, rekrut dua orang lain lagi dan seterusnya hingga terbentuk satu piramida.
* Imbalan diberikan berdasarkan tersusunnya satu jaringan berbentuk piramida dengan jumlah orang dalam format tertentu; imbalan bukan berdasarkan presentasi atas volume penjualan dan tidak ada unsur harus memasarkan produk sampai kepada konsumen.
* Program pemasaran (Marketing Plan) skema piramida sangat rumit dan susah dipelajari. Titik berat pada rekruting, bukan pada penjualan.
"Kami tidak bosan-bosan untuk menginformasikan kepada masyarakat terkait pola-pola multi level marketing yang tidak sesuai dengan aturan yang ada," lanjut Agus.
Meski demikian, Agus mengatakan, APLI tidak punya kewenangan untuk menutup atau menindak perusahaan yang `nakal` meski perusahaan tersebut terbukti merugikan konsumennya.
why
Rekomendasi untuk Anda