UIN Malang Dinamai Sunan Gresik

MALANG | SURYA-Universitas Islam Negeri (UIN) Malang secara resmi menyandang nama baru, UIN Maulana Malik Ibrahim. Nama ini secara resmi disematkan dibelakang nama UIN sejak Selasa (27/1), setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi memberikan nama Maulana Malik Ibrahim. “Nama Maulana Malik Ibrahim saya harapkan mampu menginspirasi intelektual muda yang ada di kampus Universitas Islam Negeri Malang untuk menjadi cendikiawan-cendikiawan Islam yang bisa memajukan kehidupan bangsa,” terang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan alasan pemilihan nama tersebut untuk dijadikan nama baru UIN Malang. Sebelum menetapkan nama Maulana Malik Ibrahim, Presiden SBY disodori empat nama tokoh-tokoh cendikiawan Islam lainnya, Ibnu Sina, Ulul Albab, Sunan Drajat dan Al Farizi. Nama-nama tersebut merupakan nama yang paling banyak terjaring hasil polling seluruh mahasiswa dan dosen UIN sebelum akhirnya diserahkan ke Presiden SBY. Maulana Malik Ibrahim tidak hanya terkenal sebagai salah satu anggota walisongo yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Pria kharismatik yang kondang dengan sebutan Sunan Gresik itu juga merupakan tokoh senior Walisongo, yang terkenal karena kepintarannya dan pendekatan multikultural dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Khususnya di Gresik. “Nama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diberikan oleh Presiden Soekarno ketika itu, artinya menjadi sebuah kebanggaan bagi civitas akademika UIN untuk mendapatkan nama baru dari presiden RI,” terang Rektor UIN, Dr Imam Suprayogo. Tidak hanya itu, pemilihan nama Maulana Malik Ibrahim juga dirasa sangat pas oleh Imam maupun seluruh warga UIN. Sosok Sunan Gresik yang wafat tahun 822 Hijriah atau 1419 Masehi itu dirasa mencerminkan visi dan misi UIN. Yakni sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kedalaman spiritual dan keagungan akhlak, mempunyai keluasan ilmu dan kematangan profesional. “Sunan Maulana Malik Ibrahim terkenal dengan kepintarannya dalam berdakwah, dan pendekatan multikultural yang dilakukannya dalam upaya penyebaran agama Islam. Dan ini selaras dengan harapan UIN sebagai lembaga pendidikan lintas sektoral, agama Islam dan ilmu umum,” sambung Sutaman, kepala Humas UIN. Sebelum bernama UIN Maulana Malik Ibrahim, kampus yang menempati lahan seluas 14 hektare itu sempat mempunyai nama yang banyak. Bermula di tahun 1961, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama no 17/1961, kampus yang terletak di Jalan Gayajana no 50 ini sebelumnya bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Cabang Sunan Kalijaga di Malang dan hanya mempunyai satu fakultas, yakni Fakultas Tarbiyah. IAIN Cabang Sunan Kalijaga, juga mempunyai cabang lainnya, yakni di Surabata dan Kediri. Dalam perkembangannya, di tahun 1964, tiga cabang IAIN Sunan Kalijaga di Malang, Surabaya dan Kediri dilebur menjadi satu dibawah naungan IAIN Sunan Ampel Surabaya, dimana cabang di Malang berubah nama menjadi Fakultas Tarbiyah Malang cabang IAIN Sunan Ampel. Melalui keputusan Presiden no 11/1997, Fakultas Tarbiyah Malang cabang IAIN Sunan Ampel berubah status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang. Bersamaan dengan itu, STAIN Malang menjadi pendidikan tinggi Islam otonom yang lepas dari IAIN Sunan Ampel Surabaya. Selanjutnya, STAIN Malang kembali berubah pada 2002 silam. Dimana STAIN Malang berubah menjadi Universitas Islam Indonesia - Sudan (UIIS) implementasi kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Sudan 2002 dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI Hamzah Haz. Nama UIIS juga tak bertahan lama, menyusul persetujuan Presiden pada 21 Juni 2004 untuk perubahan status kelembagaan dari Sekolah tinggi menjadi universitas. Sejak saat itulah, 21 Juni ditetapkan sebagai hari jadi UIN, untuk akhirnya mempunyai diberi nama baru oleh SBY, merujuk pada sosok wali karismatik Maulana Malik Ibrahim Dalam beberapa versi cerita, (Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma atau buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, karya Raffles) Maulana Malik Ibrahim disebut sebagai seorang pintar dari negeri Arab, yang artinya bukan orang asli Jawa. Perjuangannya menyebarkan agama Islam dimulai di Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Dalam menyebarkan Islam, pertama-tama yang dilakukannya mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Disini, Maulana Malik Ibrahim mendirikan pesantren yang terus berkembang, dan pesantren-pesantren lain di wilayah sekitar, sebelum akhirnya wafat dan dimakamkan di desa Gapura. why
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved