Kilas Balik
Kisah Cinta di Balik Kesuksesan Mantan Preman Jadi Kopassus, Lamar Kekasih Tapi Endingnya Kecewa
Di balik kesuksesannya dari mantan preman hingga menjadi prajurit Kopassus, Untung Pranoto ternyata sempat merasakan kisah cinta yang berujung kecewa
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Di balik kesuksesannya dari mantan preman hingga menjadi prajurit Kopassus, Untung Pranoto ternyata sempat merasakan kisah cinta yang berujung kekecewaan.
Dilansir dalam buku 'Kopassus Untuk Indonesia' di bab 'Pilihan Hidup: Jadi Bajingan atau Tentara', kekecewaan Untung Pranoto itu terjadi saat ia melamar kekasihnya usai mendapat pekerjaan tetap sebagai Kopassus
Namun, lamaran Untung tak diterima karena calon mertuanya menginginkan mahar yang jumlahnya cukup.
Untung Pranoto muda begitu kaget dan syok mendengar mahar yang diajukan calon mertuanya
Tak ingin lama tenggelam dalam kekecewaan, Untung Pranoto muda lebih memilih untuk fokus mengabdi di Kopassus

Karier Untung Pranoto yang dulunya mantan preman bisa dibilang cukup cemerlang dengan 17 kali naik pangkat.
Saat ditanya apa modalnya, ia selalu menjawab "Tuhan sudah berbaik hati".
Saat wawancara untuk buku Kopassus Untuk Indonesia, Untung merupakan perwira berpangkat Letnan Kolonel.
Tugas Untung di Kopassus yakni ikut mendidik para prajurit Kopassus menjadi prajurit yang loyal dan setia kepada NKRI.
Untung masih ingat betul, kesehariannya saat masih menjadi preman adalah nongkrong di terminal bus dengan penampilannya yang garang, memakai kaos singlet, rambut panjang dan sepatunya boots koboi.

Bosan dengan kehidupannya sebagai preman, Untung kemudian ingin mengabdikan diri menjadi tentara dan melamar menjadi anggota TNI.
Karena penampilan 'sangar'-nya, tentu saja Untung sempat mendapat penolakan saat pertama kali daftar
Tak patah semangat, Untung pun mendaftar lagi dan kali ini dia datang dengan penampilan rapi, rambut gondrongnya juga dicukur habis.
Pada pendaftaran kedua ini Untung lebih bersungguh-sungguh.
Dalam hatinya Ia berkata, "Kalau saya tidak jadi tentara, saya akan jadi bajingan." Ucapnya dalam hati.

Sebelum datang untuk melamar Untung juga meminta restu dari ibunya dan keluarganya.
Alhasil Untung pun lalu diterima menjadi anggota TNI AD dan berpangkat Prada.
Masuk menjadi tentara Untung termasuk satu diantara prajurit yang loyal dan selalu antusias mengerjakan tugas di kesatuannya.
Untung juga terkenal sebagai prajurit yang ulet dan tekun.
Karir Untung Pranoto di kesatuan Angkatan Darat terus menanjak sampai akhirnya terpilih masuk dalam satuan elite TNI, Kopassus.
Latihan Berat Kopassus
Kesuksesan Untung Pranoto menjadi prajurit Kopassus tentunya diiringi dengan perjuangannya melalui berbagai latihan berat
Sebagai pasukan khusus, tentunya latihan prajurit Kopassus agak 'berbeda' dan memang dilatih secara khusus di beberapa bidang tertentu.
Latihan prajurit Kopassus sempat diceritakan oleh mantan Kepala Staf TNI AD Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo dalam bukunya yang berjudul 'Pramono Edhie Wibowo dan Cetak Biru Indonesia ke Depan'
Dalam buku biografinya, Pramono Edhie Wibowo yang juga pernah bertugas di krops baret merah itu menceritakan latihan terberat prajurit Kopassus sudah menanti saat sampai di Cilacap.
Ini merupakan latihan tahap ketiga yang disebut latihan Tahap Rawa Laut, calon prajurit komando berinfliltrasi melalui rawa laut.
Di sini, materi latihan meliputi navigasi Laut, Survival laut, Pelolosan, Renang ponco dan pendaratan menggunakan perahu karet.

Para prajurit Kopassus harus mampu berenang melintasi selat dari Cilacap ke Nusakambangan.
“Latihan di Nusakambangan merupakan latihan tahap akhir, oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai hell week atau minggu neraka. Yang paling berat, materi latihan ‘pelolosan’ dan ‘kamp tawanan’,” tulis Pramono dalam bukunya
Dalam latihan itu, para calon prajurit Kopassus dilepas tanpa bekal pada pagi hari, dan paling lambat pukul 10 malam sudah harus sampai di suatu titik tertentu.
Selama “pelolosan”, calon prajurit Kopassus harus menghindari segala macam rintangan alam maupun tembakan dari musuh yang mengejar.
Dalam pelolosan itu, kalau ada prajurit yang tertangkap maka berarti itu merupakan 'neraka' baginya karena dia akan diinterogasi seperti dalam perang.

Para pelatih yang berperan sebagai musuh akan menyiksa prajurit malang itu untuk mendapatkan informasi.
Dalam kondisi seperti itu, para prajurit Kopassus harus mampu mengatasi penderitaan, tidak boleh membocorkan informasi yang dimilikinya.
Untuk siswa yang tidak tertangkap bukan berarti mereka lolos dari neraka.
Pada akhirnya, mereka pun harus kembali ke kamp untuk menjalani siksaan.
Selama tiga hari pra prajurit Kopassus menjalani latihan di kamp tawanan.
Dalam kamp tawanan ini semua prajurit Kopassus akan menjalani siksaan fisik yang nyaris mendekati daya tahan manusia.
“Dalam Konvensi Jenewa, tawanan perang dilarang disiksa. Namun, para calon prajurit Komando itu dilatih untuk menghadapi hal terburuk di medan operasi. Sehingga bila suatu saat seorang prajurit komando di perlakukan tidak manusiawi oleh musuh yang melanggar konvensi Jenewa, mereka sudah siap menghadapinya,” tulis Pramono Edhie.
Beratnya persyaratan untuk menjadi prajurit kopassus dapat dilihat dari standar calon untuk bisa mengikuti pelatihan.
Nilai standar fisik untuk prajurit nonkomando adalah 61, namun harus mengikuti tes prajurit komando, nilainya minimal harus 70.
Begitu juga kemampuan menembak dan berenang nonstop sejauh 2000 meter.
“Hanya mereka yang memiliki mental baja yang mampu melalui pelatihan komando. Peserta yang gagal akan dikembalikan ke kesatuan Awal untuk kembali bertugas sebagai Prajurit biasa,” tutup mantan Danjen Kopassus ini