Berita Tulungagung

Kisah Memilukan, Siswa Ini Dikucilkan karena Ketahuan Positif HIV

Saat Gigih kembali ke sekolah itulah terjadi aksi penolakan. Seluruh teman-temannya menolak masuk ke ruang sekolah.

Penulis: David Yohanes | Editor: Fatkhul Alami
surya/IST
Virus HIV 

SURYA.co.id | TULUNGAGUNG - Gigih (10), nama samaran, harus mengalami hal yang sangat menyakitkan, dikucilkan oleh teman-temannya. Hal ini bermula saat Gigih ketahuan sebagai pengidap HIV.

Menurut salah satu perangkat desa di tempat tinggah Gigih, NK, belum diketahui dari mana siswa kelas IV SD ini tertular HIV. Sebelumnya tidak ada yang tahu jika Gigih mengidap virus yang memakan kekebalan tubuh ini.

Sampai kabar kondisi Gigih tersebar luas di antara teman-teman dan orang tua murid di SD tempatnya menimba ilmu.

“Sebenarnya anak ini sudah lama tidak masuk sekolah karena sakit. Beberapa hari lalu dia kembali ke sekolah,” tutur NK.

Saat Gigih kembali ke sekolah itulah terjadi aksi penolakan. Seluruh teman-temannya menolak masuk ke ruang sekolah.

Sikap para siswa ini atas saran orang tua masing-masing yang ketakutan terhadap Gigih. Bahkan mereka mengancam, jika Gigih tetap sekolah di SD itu, mereka semua akan pindah sekolah.

Mereka menuntut agar Gigih dikeluarkan dari sekolah, dan dipindahkan ke sekolah lain.

“Jadi pilihannya dua, mempertahankan anak ini atau mempertahankan siswa yang lain,” keluh NK.

Pelaksana Program Komisi Penggulangan Aids (KPA) Tulungagung, Ifada Nur Imaniar menyayangkan terungkapnya identitas Gigih.

Padahal KPA Tulungagung beserta perangkat desa dan para tenaga medis telah berusaha keras merahasiakan kondisinya. Menurut Ifada, justru ada saudara Gigih yang membocorkan kondisi anak ini.

“Kami tidak tahu motivasinya apa, mungkin benci atau karena apa. Tapi yang jelas dampaknya sangat buruk terhadap Gigih,” tutur Ifada.

Lanjutnya, Gigih sebenarnya adalah anak angkat. Kedua orang tuanya bekerja di Surabaya.

Ia tinggal bersama neneknya di sebuah desa di Tulungagung. Selama ini Gigih juga rajin mengonsumsi Antiretroviral (ARV) untuk menekan jumlah virus di tubuhnya.

Gigih baru saja menjalani operasi mata. Kondisinya belum pulih sepenuhnya, namun Gigih sudah mulai masuk sekolah.

“Matanya memang masih bengkak, dan itu yang mungkin membuat wali murid lain ketakutan. Mereka yang melarang anak-anaknya masuk ke ruang kelas jika ada Gigih,” ungkap Ifada.

Masih menurut Ifada, banyak masyarakat Tulungagung masih kurang memahami HIV/AIDS. Akibatnya saat ada penderita yang terungkap identitasnya, maka yang terjadi stigmatisasi yang buruk.

Mereka dijauhi dan dikucilkan, karena dianggap bisa menularkan penyakit. Karena itu KPA Tulungagung melakukan sosialisasi kepada warga, utamanya wali murid tempat Gigih bersekolah.

KPA memberikan pemahaman bahwa HIV tidak bisa menular hanya dengan berdekatan, bahkan bersentuhan.

“Waktu sosialisasi kami juag membawa ODHA (orang dengan HIV/AIDS, red) untuk memberikan testomoni. Supaya warga paham apa sebenarnya HIV/AIDS itu,” tegas Ifada.

Selain itu KPA juga melakukan pendampingan terhadap Gigih. Diharapkan bocah yang masih sekolah ini tidak sampai terganggu psikologinya.

Selain itu Gigih juga dibimbing untuk menghadapi segala stigma karena kondisinya yang terlanjur terungkap.

“Dan alhamdulillah, anak ini pembawaannya tetap ceria menghadapi semuanya. Sekarang dia diawasi oleh petugas medis dari Puskesmas,” pungkas Ifada.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved